Ethicaldigest

Defibrilator untuk Pasien Aritmia

Pada beberapa kasus jantung, diperlukan defibrilator untuk memonitor irama jantung secara terus menerus dan dapat menghantarkan sejumlah dosis listrik, jika terjadi takikardia atau cardiac arrest. Penggunaan defibrilator umumnya memerlukan penanaman lead ke dalam vena menggunakan bantuan X-ray fluoroskopi, agar berada di posisi yang tepat.

Baru-baru ini, Badan Obat dan Makanan Amerika (FDA) menyetujui penggunaan defibrilator jantung yang dapat ditanamkan secara subkutan. Alat ini disebut Subcutaneous Implantable Defibrillator (S-ICD). Alat memiliki lead yang ditanamkan di bawah kulit sepanjang rongga dada dan tulang dada. Dengan demikian, tidak diperlukan akses ke pembuluh darah atau jantung, mau pun penggunaan fluoroskopi. Alat ini dapat menjadi alternatif bagi pasien dengan aritmia yang berbahaya, namun tidak dapat menjalani prosedur ICD konvensional karena berbagai sebab.

Alat ini dibolehkan untuk menghantarkan electric shock pada aritmia atau takikardia ventrikel, dan hanya disetujui untuk mereka yang tidak memerlukan terapi pacemaker atau alat pacu jantung.

Persetujuan FDA diberikan atas studi yang melibatkan 321 pasien; 304 di antaranya sukses menggunakan sistem S-ICD. Alat ini berhasil memperbaiki semua irama jantung abnormal yang terdeteksi, kembali ke irama normal. Dalam Penelitian tersebut pasien di follow-up selama 6 bulan. Tercatat 78 aritmia spontan pada 21 pasien dan semua berhasil dikonversi kembali menjadi irama normal oleh defibrilator, atau membaik dengan sendirinya.

Komplikasi yang sering terjadi antara lain hantaran listrik yang kurang tepat, rasa kurang nyaman, infeksi dan bergesernya elektroda sehingga memerlukan reposisi. Pada akhir follow-up 6 bulan, lebih dari 90% pasien tidak mengalami komplikasi. Rencananya, alat ini akan menjalani studi post marketing selama 5 tahun, untuk pengujian keamanan jangka panjang dan performa serta efektivitasnya berdasarkan jenis kelamin.