Ethicaldigest

Cobas EGFR Mutation Test V2 Untuk Diagnosis Kanker Paru

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) menyetujui Cobas EGFR Mutation Test V2, Juli 2016. Ini test diagnostik pendamping untuk terapi kanker Tarceva (erlotinib). Alat pertama yang mampu mendeteksi mutasi gen epidermal growth factor receptor (EGFR) ini, menggunakan sampel darah pasien. Mutasi EGFR terdapat pada 20% non-small cell lung cancer (NSCLC).

Kanker paru merupakan penyebab utama kematian pada pria dan wanita di Amerika Serikat. Lebih banyak terjadi pada pria, jumlah kematian akibat kanker paru akhir-akhir ini mengalami peningkatan. Data National Cancer Institute, sebanyak 221.200 penduduk AS terdiagnosis kanker paru. Dari jumlah tersebut, 158.040 akan meninggal tahun 2016 ini.

Kanker paru-paru adalah jenis kanker yang paling sering menyerang laki-laki Indonesia. Berdasarkan data Globocan atau International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2012, di Indonesia terdapat 25.322 kasus kanker paru-paru yang menimpa pria dan 9.374 kasus menimpa wanita.

Merokok adalah penyebab utama kanker paru-paru. Yang paling berisiko terkena kanker paru-paru adalah perokok aktif; sekitar 80-90 persen kanker paru-paru dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Bukan berarti perokok akan terkena kanker paru-paru. Orang yang tidak merokok  mungkin terserang kanker paru-paru, meski lebih rendah jumlahnya. Selain rokok, beberapa penyebab kanker paru-paru adalah menghirup arsenik, radiasi dan polusi udara. Kanker paru-paru umum terjadi pada orang lanjut usia.

NSCLC merupakan tipe kanker paru yang paling sering ditemukan. Tumor ini mampu memberikan DNA tersendiri dalam darah pasien. Hal ini memungkinkan untuk mendeteksi mutasi secara lebih spesifik, melalui sampel darah pasien. Pengujian DNA tumor menggunakan sampel darah, juga sering disebut sebagai “biopsi cair.”

Menurut Alberto Gutierrez, PhD, Direktur Invitro Diagnostik dan Radiologi FDA, biopsi cair memungkinkan dilakukan dokter dalam mengidentifikasi mutasi tumor spesifik pasien, tanpa prosedur invasive. Dengan Cobas EGFR Mutation Test v2, mutasi NSCLC spesifik seperti ekson 19 atau ekson 21 (L858R) dapat dideteksi melalui sampel darah pasien, sehingga terapi menggunakan Traceva lebih memberi manfaat.

Jika melalui test ini tidak ditemukan mutasi, biopsi tumor dapat dilakukan melalui prosedur laboratorium. Sejauh ini Cobas EGFR Mutation Test memberi hasil positif, yang memungkinkan dilakukan pada pasien yang sakit parah atau yang tidak dapat melakukan pengujian EGFR di laboratorium.

Tarceva disetujui sejak tahun 2004 oleh FDA untuk stadium lanjut NSCLC, yang gagal dengan rejimen kemoterapi standard. Dan pada 2013, FDA memberi persetujuan pada Tarceva sebagai lini pertama pengobatan pasien NSCLC dengan mutasi EGFR exson 19, atau mutasi subsitusi L858R. Beberapa efek samping Tarceva meliputi diare, kelelahan, dyspnea, batuk, mual dan muntah. Tarceva tidak direkomendasikan dikombinasikan dengan komoterapi berbasis platinum. Cobas EGFR Mutation Test v2 diproduksi Roche Molecular Systems, California, AS. Sementara Tarceva diproduksi oleh Astellas Pharma Technologies Oklahoma.