Ethicaldigest

dr. Nugroho Setiawan, MS, SpAnd

Ia anak dari keluarga biasa. Namun orangtuanya sangat ingin anaknya menjadi dokter. Tidak ingin mengecewakan orangtua, kelahiran Yogyakarta, 6 Juni 1956 ini mendaftar masuk Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS). “Tahun 1982, saya lulus menjadi dokter,” jelas dr. Nugroho Setiawan, MS, SpAnd.

Bertugas sebagai dokter Inpres di Puskesmas Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, ia menjadi incaran banyak orangtua untuk dijadikan menantu. Awalnya, ia ingin menjadi dokter spesialis bedah. Untuk itu ia harus menanti hingga 3 tahun. Terlalu lama. Ia beralih ke andrologi yang masih jarang,  atas dorongan sahabatnya.  

Kini ia kerap menangani masalah seksualitas, khususnya di kalangan pria. “Misalnya masalah hipogonadisme,” ujarnya dalam dialog SMILe (Seputar Masalah Intim Lelaki) bersama PT Bayer Indonesia di Jakarta.

Hipogonadisme merupakan gejala klinis, di mana seorang pria mengalami kekurangan testosterone akibat testis gagal memroduksi testosteron fisiologis. Kondisi ini dapat dialami pria sejak lahir atau karena usia lanjut; ini yang paling banyak. Hipogonadisme dapat menggangu metabolisme tubuh dan dikaitkan dengan berbagai gejala yang dapat menyebabkan kematian.

Menurut penelitian di Inggris, saat ini sekitar 414.000 pria mengalami disfungsi ereksi, dan 462.000 menderita diabetes tipe 2 yang dapat menderita defisiensi testosteron (Testosterone Deficiency Syndrome/TDS). Kurang dari 5% pria yang terdiagnosa TDS. Banyak pria mengabaikan gejala-gejala seperti penurunan libido, disfungsi ereksi, mudah lelah, mudah berkeringat dan penambahan lingkar pinggang. Kondisi ini dianggap lazim, karena dikaitkan dengan penambahan usia pada pria. “Padahal, gejala tersebut menunjukkan, pria mengalami hipogonadisme atau defisiensi tostesteron.”