Ethicaldigest

dr. Didid Winnetouw

Bagi dokter tersedia 2 jalur: fungsional dan struktural. “Saya lebih tertarik di struktural atau managerial,” jelas dr. Didid Winnetouw, Kepala RSU Bunda Jakarta. Maka, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, ini merasa nyaman-nyaman saja ketika dulu tugas di Puskesmas Pantai Amal, Tarakan, Kalimantan Timur.

“Di Tarakan banyak warga pendatang, sehingga saya tidak punya masalah dalam berkomunikasi,” jelasnya. Daerah penghasil minyak dan gas bumi itu terletak di ujung utara Indonesia, dan hanya perlu waktu 2 jam dengan speed boat untuk sampai ke Malaysia. “Tahun 2000, di sana harga air minum Rp. 25 ribu/galon. Di Jakarta, harga Rp.15 ribu orang sudah berteriak,” paparnya.

Puskesmas di Tarakan dekat pantai. Saat kunjungan, ia kadang harus menginap karena air pasang. “Waktu berangkat daratan masih kelihatan, waktu pulang air sudah tinggi.” Ia “beruntung” karena meski di desa, tidak pernah dibayar dengan hasil kebun atau hasil laut. Mayoritas penduduk di sana tergolong mampu.

Balik ke Jakarta, ia sempat menjadi klinisi di IGD dan kemudian ICU. Garis tangan membawanya ke jalur struktural, dengan menjadi Kepala RSU Bunda Jakarta. “Ini tahun ketiga dan saya menikmati,” paparnya. 

Pernah bertugas di kemiliteran dengan pangkat terakhir Letnan Satu, ia berharap produk-produk yang ditawarkan di RS tempatnya mengabdi bisa terus dikembangkan, sehingga dapat memberi  pelayanan  kesehatan yang lebih baik kepada masyarakat. Di sela kesibukannya, ia menyempatkan diri memelihara kucing yang menjadi hobynya. Di rumahnya ada 11 kucing jenis Persia dan Exotic. “Saya sempat ikut pelatihan memelihara kucing. Kebetulan, anak dan istri juga suka kucing,” jelasnya. Namun, urusan memandikan dan menjaga kebersihan kucing dan kandang, menjadi tugasnya. Tak jarang, ia membawa binatang peliharaannya itu ke kantor. Baginya, memelihara kucing membuatnya bisa rileks. “Pokoknya lebih adem dengan piara kucing.”