Ethicaldigest

Pengaruh Probiotik Terhadap Hemoroid dan Kanker

Secara umum, rerata usia harapan hidup perempuan di dunia lebih tinggi ketimbang laki-laki; termasuk di Indonesia. Hormon estrogen yang melindungi pembuluh darah dan jantung sebelum masa menopause, merupakan salah satu factor. Alasan lain, perempuan lebih banyak makan di rumah sehingga lebih sehat dan lebih jarang yang merokok. Di sisi lain, perempuan—terutama ibu—sering terlalu memperhatikan kesehatan anggota keluarga dan lupa memperhatikan kesehatan diri sendiri. Beberapa penyakit mengintai, mulai dari yang ringan seperti hemoroid, hingga yang mematikan seperti kanker payudara dan serviks.

Perempuan terutama yang sudah melahirkan, lebih berisiko terhadap wasir atau hemoroid. Selama kehamilan, terjadi peningkatan kadar hormon progesteron dalam tubuh. Hal ini membuat kontraksi otot yang berperan dalam transportasi makanan di usus melambat, sehingga makanan berada di saluran cerna lebih lama. Terjadil konstipasi. Kemungkinan terjadi konstipasi lebih besar lagi akibat konsumsi zat besi, yang dianjurkan selama masa kehamilan. Sementara itu, konstipasi merupakan salah satu factor pemicu munculnya hemoroid. Belum lagi, tekanan pada daerah panggul dan anus ibu yang meningkat karena perut membesar. Risiko hemoroid makin meningkat bila proses persalinan kurang lancar. Misalnya, ibu mengejan terlalu kuat atau salah cara /waktu mengejan.

Mengenai kanker, Organisasi Kesehatan Dunia WHO memprediksi bahwa kasus kanker per tahun akan meningkat dari 14 juta pada 2012 menjadi 22 juta dalam 2 dekade mendatang. Di Indonesia, kanker payudara dan kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak pada perempuan. Insiden kanker payudara diperkirakan 36,2/100.000 penduduk. Ada pun berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2010, kasus rawat inap mau pun rawat jalan kanker payudara adalah yang tertinggi di seluruh RS di Indonesia, yakni 12.014 kasus atau 28,7%, disusul kanker serviks sebanyak 5.349 orang (12,8%) dari total pasien kanker.

Mengobati hemoroid dan kanker bukan hal mudah, apalagi bila sudah stadium lanjut. Idealnya tentu melakukan pencegahan sebelum terjadi penyakit, atau mengobati sedini mungkin ketika penyakit masih stadium awal. Selain dengan pengobatan /pencegahan konvensional, mengonsumsi probiotik untuk memodifikasi bakteri penghuni usus sangat berpengaruh. Hasilnya telah terbukti secara ilmiah, didukung berbagai penelitian.

Probiotik vs hemoroid

Salah satu cara mencegah/mengatasi wasir yakni dengan mengobati konstipasi. Namun tidak semua obat pencahar aman bagi ibu hamil. Secara umum, ibu terlebih dahulu dianjurkan untuk mengonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung serat, konsumsi air minum yang cukup dan tetap bergerak. Sayangnya, hal ini tidak selalu berhasil. Rekomendasi obat pencahar harus selalu diperhatikan dengan teliti, jangan sampai membahayakan ibu dan janinnya.

Probiotik merupakan salah satu cara aman untuk membantu mengatasi konstipasi selama kehamilan, yang  bekerja dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Hal ini akan merangsang gerak peristaltik usus normal, sehingga sembelit bisa diatasi. Aman dikonsumsi saat hamil karena tidak mengandung zat yang memaksa usus bekerja mengeluarkan sisa makanan sehingga tidak memicu kontraksi rahim.

Manfaat probiotik untuk mengatasi konstipasi telah banyak diteliti. Misalnya yang dilakukan oleh Tilley L, dkk (2014). Penelitian melibatkan 120 orang dengan keluhan feses keras. Mereka dibagi menjadi dua kelompok secara acak. Selama delapan minggu, satu kelompok mendapat probiotik berupa susu fermentasi yang mengandung L. casei Shirota strain untuk dikonsumsi setiap hari, dan kelompok lain mendapat plasebo. Semua partisipan mengisi kuesioner untuk menilai kepadatan feses, dan koloni L. casei Shirota strain pada feses dinilai. Hasilnya, pengerasan feses berkurang drastic selama konsumsi probiotik. Pemeriksaan juga menemukan, kandungan L. casei Shirota strain hidup meningkat selama konsumsi probiotik, dan menurun setelah konsumsi dihentikan.

Penelitian oleh Sakai T, dkk (2014) menemukan manfaat tambahan probiotik, yakni mengatasi hemoroid, bila dikonsumsi oleh ibu pasca partum. Sebanyak 40 perempuan yang melahirkan secara normal, secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mendapat sebotol susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain, dan kelompok lain mendapat plasebo. Masing-masing minuman dikonsumsi setiap hari selama enam minggu pasca partum. Para partisipan mengisi buku harian mengenai frekuensi BAB, kepadatan feses dan insiden hemoroid. Mereka juga menjawab kuesioner yang berhubungan dengan gejala terkait konstipasi dan kualitas hidup selama periode studi.

Ditemukan, kelompok probiotik memiliki skor kuesioner yang lebih baik secara keseluruhan dibanding kelompok plasebo. Dalam kelompok probiotik, dua hingga empat orang mengalami hemoroid dalam 3 minggu perawatan. Namun di minggu 4 angka ini turun, dan tidak ada yang mengalami hemoroid di minggu 5-6. Sedangkan pada kelompok plasebo, rerata 4 orang mengalami hemoroid sejak awal, dan tidak ada perubahan yang jelas hingga minggu 6. Juga tidak ada efek yang signifikan dalam kepadatan feses dan frekuensi BAB. Disimpulkan bahwa susu fermentasi dengan L. casei Shirota strain dapat memperbaiki gejala konstipasi, memberikan rasa puas mengenai pola BAB, dan mendukung pemulihan hemoroid yang lebih cepat pasca persalinan.

Keamanan konsumsi probiotik selama kehamilan banyak dibahas di Kanada. Antara lain oleh Jackie Elias, dkk (2011), yang dimuat di jurnal ilmiah www.ncbi.nlm.nih.gov. Studi tersebut adalah jawaban untuk pertanyaan dari Motherisk Team di Hospital for Sick Children, Toronto, Kanada, yang mengumpulkan berbagai pertanyaan dari warga. Elias dan timnya menelaah berbagai penelitian mengenai keamanan probiotik selama kehamilan dan menyusui. Pada penggunaan selama kehamilan, tidak ditemukan adanya peningkatan insiden keguguran atau malformasi. Tidak pula terdapat perbedaan signifikan pada berat badan bayi, usia gestasi dan insiden seksio. Disimpulkan bahwa probiotik tidak menimbulkan masalah keamanan pada ibu hamil dan menyusui. Pada umumnya, probiotik tidak diabsorbsi secara sistemik, sehingga sangat jarang menimbulkan infeksi, serta tidak ditransfer ke bayi dan air susu ibu (ASI).

Gregor Reid, peneliti di Canadian Research and Development Centre for Probiotics juga sering mendapat pertanyaan serupa. Ia menyimpulkan, konsumsi probiotik selama kehamilan memiliki rekam keamanan yang sangat baik. Namun dalam artikelnya yang dipublikasi di http://cid.oxfordjournals.org, ia menekankan pentingnya pemilihan probiotik yang tepat, yang sesuai dengan definisi dari Organisasi Kesehatan Dunia WHO. Ini berarti bukan sembarang produk yogurt atau pseudoprobiotic, yang sering kali kandungannya tidak mencukupi untuk bisa memberi manfaat bagi mereka yang mengonsumsi.

Pada kanker

Terhadap kanker, L. casei Shirota strain mengoptimalkan aktivitas sel NK (natural killer) yang bertugas membasmi sel-sel kanker. Juga mengendalikan IL-6 yang berperan dalam perkembangan tumor. Ditemukan bahwa administrasi L. casei Shirota strain dapat menghambat produksi IL-6 hingga hampir 40%. Pengaruh positif L. casei Shirota strain terhadap sel NK, terlihat melalui studi oleh Nagao F, dkk (2000). Sebanyak 9 relawan sehat diberi susu fermentasi dengan L. casei Shirota strain, selama 3 minggu. Tampak bahwa sel NK mereka meningkat secara signifikan dalam 3 minggu setelah konsumsi probiotik dimulai, dan tetap tinggi selama 3 minggu berikutnya. Peningkatan utamanya sangat bermakna pada mereka dengan aktivitas sel NK rendah.

Toi M, dkk (2013) menilai efek minuman yang mengandung L. casei Shirota strain dan isoflavon pada kacang kedelai, terhadap insiden kanker payudara. Studi melibatkan 306 pasien kanker payudara dan 662 orang sebagai kontrol, dengan rentang usia 40-55 tahun. Hasilnya, konsumsi minuman dengan L. casei Shirota strain dan isoflavon secara regular sejak usia remaja, berbanding terbalik dengan insiden kanker payudara pada perempuan Jepang. Studi oleh Verhoeven V, dkk (2012) menunjukkan pengaruh probiotik terhadap lesi pra kanker akibat infeksi HPV. Sebanyak 54 perempuan dengan diagnosis lesi HPV stadium rendah melalui pap smear, dievaluasi dan diikuti selama 6 bulan. Sebagian perempuan menerima minuman probiotik setiap hari, dan sebagian lainnya tidak menerima apa-apa (kelompok kontrol). Pap smear dan status HPV kembali dilakukan 6 bulan kemudian. Pada kelompok probiotik, abnormalitas sitologis hilang hampir dua kali lipat (60% vs 31%). Dan HPV hilang pada 29% orang di kelompok probiotik, dibanding 19% di kelompok kontrol.