Ethicaldigest

Mikrobiota Usus dan Risiko Kanker

Pengaruh mikrobiota usus tidak terbatas pada saluran cerna. Studi menunjukkan, pemberian probiotik bisa bermanfaat dalam pencegahan dan pengobatan kanker.

Jumlah bakteri di tubuh manusia setara atau sedikit lebih  banyak daripada jumlah sel tubuh; meski tidak sampai 10x lipat seperti yang selama ini diyakini. Usus termasuk organ yang paling banyak dihuni bakteri dan mikroba lain. Kini dike­tahui, mikrobiota usus memberi ba­nyak pengaruh kesehatan terhadap pejamu (host).

Manfaat ini tidak terbatas pada kese­hat­an saluran cerna. Kini mulai diteliti hu­bungan antara mikroba penghuni usus de­ngan kanker. Seperti disebutkan oleh pe­neliti di Universitas California, Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat (AS) bahwa selama jutaan tahun, bakteri usus telah berevolusi menjadi tipe baik dan jahat. Bakteri bertipe baik memiliki manfaat anti­inflamasi, sedangkan yang jahat memicu inflamasi. Pada studi yang dilakukan UCLA ditemukan, bakteri tertentu mengu­ra­ngi kerusakan gen dan mengurangi in­flamasi, yang merupakan kunci bagi ber­bagai penyakit termasuk kanker.

Kanker adalah momok bagi dunia ke­sehatan secara global, terutama di negara berkembang. Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperkirakan, ada 14 juta kasus baru dan 8,2 juta kematian yang berhu­bung­an dengan kanker pada 2012. Angka ini diperkirakan naik 70% dalam dua deka­de mendatang. Sebagian besar kasus baru kanker dan kematian yang disebab­kannya, terjadi di Afrika, Asia serta Amerika Te­ngah dan Selatan.

Kanker terjadi akibat mutasi sel, di ma­na sel normal berubah sifat menjadi ganas. Penyebab mutasi ini belum dipahami de­ngan jelas. Namun, diduga turut dipe­nga­ruhi oleh respon inflamasi. Kemampuan mikrobiota usus memengaruhi inflamasi, bersifat sistemik. Dengan memahami  hubungan yang kompleks dan dinamis antara mikroba usus dengan sistem imun tu­buh manusia dan pola makan, bisa dike­tahui mekanisme pembentukan kanker. Sehingga di masa depan, mungkin bisa di­ketahui strategi pencegahan dan pe­ngo­batan kanker yang lebih baik.

Probiotik dan berbagai jenis kanker

Kanker kolorektal adalah jenis kanker yang paling banyak menyerang laki-laki dan perempuan di seluruh dunia. Ishika­wa, dkk (2005) meneliti manfaat pemberian serat dan L. casei Shirota strain, terhadap ke­kambuhan tumor kolorektal. Penelitian melibatkan 398 orang (laki-laki dan pe­rem­puan, usia 40-65 tahun), yang memiliki 2 tumor kolorektal atau lebih, tapi sudah diangkat. Pasien dengan 2 tumor kolorek­tal atau lebih, berisiko lebih tinggi menga­lami kanker kolon, ketimbang yang hanya satu tumor.

Mereka secara acak dibagi menjadi empat kelompok: yang mendapat bekatul gandum (kelompok A), mendapat probio­tik L. casei Shirota strain (kelompok B), mendapat bekatul dan probiotik (kelom­pok C), dan yang tidak mendapat bekatul maupun probiotik (kelompok D).

Bekatul gandum dipilih untuk mewakili serat pangan; sejumlah studi case-control menunjukkan bahwa serat dapat men­cegah kanker kolorektal. Namun laporan dari studi kohort skala besar gagal menun­jukkan hasil yang serupa. Adapun L. casei Shirota strain diketahui mengurangi ke­ru­sakan DNA yang disebabkan karsinogen kimia dalam studi lab, dan mencegah kar­sinogenesis dalam penelitian pada hewan. Pada manusia, dilaporkan bahwa lactobacilli mengurangi level mutagen di tinja.

Di akhir studi, 95 orang di kelompok A menyelesaikan studi; kelompok B 96 orang, kelompok C 96 orang, dan kelompok D 93 orang. Di akhir tahun kedua dan keempat studi, dilakukan kolonoskopi untuk melihat ada/tidaknya tumor.

Total peserta yang mendapat bekatul yak­ni 191 orang, dan yang tidak mendapat bekatul 189 orang. Hasilnya, setelah 2 ta­hun, tidak ada perbedaan dalam kemun­cul­an tumor berukuran >10 mm, antara pem­berian bekatul dan yang tanpa beka­tul. Namun setelah 4 tahun, tumor ini mun­cul pada 7 orang yang mendapat bekatul (3,7%), tapi tidak muncul pada kelompok tanpa bekatul.

Sedangkan total peserta yang men­da­pat probiotik berjumlah 192 orang, vs 188 yang tidak mendapat probiotik. Setelah 2 dan 4 tahun, kemunculan sedikitnya satu tumor lebih rendah pada peserta yang mendapat probiotik, ketimbang yang tidak mendapatkan, meski tidak signifikan. Namun untuk kemunculan tumor dengan atipia sedang atau berat, penurunannya signifikan pada mereka yang mendapat probiotik. OR (odds ratios)-nya 0,80 (2 tahun) dan 0,65 (4 tahun).

Manfaat probiotik juga diteliti pada kanker payudara. Toi M, dkk (2013) mengevaluasi efek dari minuman dengan kandungan L. casei Shirota strain dan iso­fla­von kedelai sejak remaja terhadap kan­ker payudara. Penelitian dilakukan ber­da­sar­kan studi populasi pada perempuan Jepang, dengan rentang usia 40-55 tahun.

Dilakukan analisa terhadap 306 kasus kan­ker payudara dan 662 perempuan tan­pa kanker payudara. Pola makan, pola hi­dup dan faktor risiko lainnya diselidiki de­ngan kuisioner dan wawancara. OR kon­sum­si L. casei Shirota strain dan iso­fla­von kedelai untuk insiden kanker payu­dara, dinilai secara independen dan secara ber­sama-sama menggunakan regresi logistik.

OR dari konsumsi L. casei Shirota strain (>4x seminggu vs <4x seminggu) yakni 0,65 dan signifikan secara statistik. Adapun analisis dari hubungan antara konsumsi kedelai dan insiden kanker pa­yu­dara menunjukkan, makin tinggi kon­sum­si isoflavon, kesempatan terjadinya kanker payudara makin rendah. Interaksi L. casei Shirota strain – isoflavon tidak signi­fikan, tapi ditengarai ada interaksi biologis di antara keduanya. Konsumsi L. casei Shirota strain dan isoflavon rutin se­jak masa remaja, berbanding terbalik dengan insiden kanker payudara pada perempuan Jepang.

Adapun Verhoeven V, dkk (2012) me­ne­­liti manfaat probiotik terhadap lesi pra kan­ker yang terkait dengan infeksi HPV (Human Papilloma Virus), penyebab kan­ker serviks. Sebanyak 54 perempuan dengan diagnosis lesi HPV+ melalui peme­rik­­­saan Pap smear, diikuti selama 6 bulan. Se­­bagian perempuan diberi probiotik be­ru­pa susu fermentasi dengan L. casei Shi­rota strain sekali sehari, selama periode stu­­­di (kelom­pok intervensi). Sedangkan ke­­lompok kontrol tidak mendapat pengobatan.

Setelah 6 bulan, kembali dilakukan pe­meriksaan status HPV dan Pap smear. Pa­da kelompok intervensi, pembersihan sel-sel yang abnormal terjadi sebesar 60%, di­banding 31% pada kelompok kontrol. HPV hilang pada 19% dari kelompok kon­trol dan 29% di kelompok probiotik. Studi pilot ini menunjukkan bahwa probiotik mendukung pembersihan abnormalitas sitologis yang terkait dengan HPV. Bila dikonfirmasi, hal ini akan mewakili pilihan yang benar-benar baru, untuk mena­ta­lak­sana prekursor kanker serviks.

Studi oleh Naito, dkk (2008) menge­va­luasi, apakah pemberian probiotik L. casei (Yakult Honsha, Jepang) secara oral dapat meningkatkan pencegahan dari rekurensi kanker kandung kemih. Seba­nyak 207 pasien yang secara klinis didiag­nosis kanker kandung kemih superfisial dari Agustus 1999 – Desember 2002, diikutsertakan sebagai kandidat studi dan men­jalani reseksi transuretral. Diikuti de­ngan instilasi intravesikal berupa 30 mg epi­rubicin/30 ml salin, dua kali seminggu.

Sebanyak 102 partisipan mendapat pe­ngo­batan dengan tambahan 6 instilasi intravesikal epirubicin, selama periode 3 bulan setelah reseksi transuretral (ke­lom­pok epirubicin). Sedangkan 100 partisipan men­dapat kemoterapi epirubicin intrave­sikal dengan jadwal yang sama, plus admi­nistrasi oral L. casei 3 gr selama 1 tahun (ke­lompok epirubicin plus L. casei). Selan­jutnya, dinilai rekurensi, progresi penya­kit, prognosis dan reaksi yang berlawanan dari obat.

Hasilnya, survival rate bebas reku­ren­si 3 tahun lebih tinggi pada kelompok epi­ru­­bi­cin plus L.casei (74,6% vs 59,9%). Di­sim­pul­kan bahwa instilasi intravesikal epiru­bi­cin plus L. casei oral merupakan pe­ng­o­­bat­an baru yang menjanjikan, untuk men­­cegah rekurensi setelah reseksi trans­u­retral pada kanker kandung kemih superfisial.

Secara umum, konsumsi L. casei Shirota strain memodulasi sistem imun. Di antaranya, meningkatkan aktivitas sel NK (natural killer) yang bertugas membasmi sel tumor/kanker. Banyak studi yang meneliti manfaat L. casei Shirota strain terhadap peningkatan sel NK. Misalnya yang dilakukan Dong, dkk (2013); Reale M, dkk (2012); serta Takeda dan Okumura (2007). Menariknya, studi-studi ini juga menemukan bahwa pening­katan sel NK secara signifikan, terjadi pada mereka de­ngan aktivitas sel NK rendah. Ini me­nun­jukkan bahwa L. casei Shirota strain meng­aktifkan sel NK secara optimal sesuai kebutuhan, tidak berlebihan.

Studi oleh Hullmar, dkk (2014), menye­but­kan, mikrobiota usus berkontribusi ter­hadap kanker atau pencegahan kanker dalam beberapa cara. Antara lain, memfer­men­tasi serat pangan dan zat pati tertentu sehingga tubuh mendapatkan nutrisi atau sumber energi, yang sebelumnya tidak bisa diak­ses. Mikroba tertentu memeta­bo­lisme zat asing (xenobiotic), yang bisa bermanfaat atau sebaliknya, merugikan. Beberapa mi­kroba memperbarui sel-sel epi­tel usus dan me­melihara keutuhan mu­kosa, serta meme­ngaruhi perkembangan dan aktivitas sistem imun. (nid)