Ethicaldigest

Liraglutide Injeksi Harapan Baru Pengobatan DM di Indonesia

Saat ini, banyak jenis obat yang ditemukan untuk mengontrol gula darah penderita diabetes mellitus (DM). Diawali ditemukaannya insulin pada tahun 1920, selanjutnya metformin dan sulfoniurea (SFU) pada tahun 1960, hingga kemudian muncul berbagai obat baru pada tahun 1990 seperti alpha glucosidase inhibitors, rapid acting insuline, basal insuline, tiazolidinedion (TZD), meglitined, GLP-1 receptor agonist, pramlintide, DPP-4, bromocriptine dan SGLT-2 inhibitor.

“Pengendalian gula darah penderita diabetes menjadi tantangan tersendiri, bagi kalangan medis. Munculnya obat baru dengan mekanisme kerja yang baru, memberi variasi tersendiri dalam managemen pasien diabetes mellitus yang lebih baik,” ujar Prof. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD-KEMD, Fellow of American College of Endocrinology (FACE).

Belum lama ini, perusahaan farmasi ternama Novo Nordisk Indonesia memperkenalkan terapi baru pasien DM yaitu Liraglutide. Liraglutide merupakan obat injeksi, yang digunakan untuk mengurangi tingkat gula dalam darah (glukosa) penderita DM tipe 2. Liraglutide termasuk kelas obat yang disebut incretin mimetics, karena obat ini meniru efek incretin dalam tubuh. Inkretin, seperti halnya human glucagon like peptide-1 (GLP-1), merupakan hormon yang diproduksi dan dilepaskan ke dalam darah oleh usus untuk merespon makanan.

GLP-1 meningkatkan sekresi insulin dari pankreas, memperlambat penyerapan glukosa dari usus, dan mengurangi mekanisme aksiglukagon (glukagon, hormone yang meningkatkan glukosa yang diproduksi oleh hati). Mekanisme aksi ini akan mengurangi tingkat glukosa dalam darah. GLP-1 juga diketahui mampu mengurangi nafsu makan penderita DM. Beberapa literatur menyebutkan, selain  mampu mengontrol kadar gula darah obat ini mampu mengurangi berat badan penderita DM.

Pencegahan hipoglikemia dan kenaikan berat badan adalah tujuan terapi diabetes melitus yang penting, mengingat hasil penelitian ACCORD (Action to Control Cardiovascular Risk in Diabetes) menunjukkan, peningkatan mortalitas pada pasien DM tipe 2 akibat hipoglikemia.

“Dalam menangani pasien DM tipe 2, saat ini dokter harus memilih untuk mengontrol kadar gula darah (glikemi) saja atau mengendalikan progresivitas penyakit saja. Padahal keduanya dibutuhkan oleh pasien,” jelas Prof. Dr. Achmad Rudijanto, SpPD-KEMD, Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). “Dengan Liraglutide, ada solusi alternatif pengobatan yang dapat memperlambat perkembangan penyakit, dengan memaksimalkan fungsi pankreas serta membantu pasien mengontrol gula darah seperti yang diinginkan, tanpa penambahan berat badan atau bertambahnya risiko hipoglikemia.”

Terapi GLP-1 pada pasien DM tipe 2, dapat memperlambat perkembangan penyakit karena hormon itu bermanfaat memperbaiki dan mencegah penurunan fungsi sel beta pankreas, yang memroduksi insulin.

“Kami selalu mencari cara baru untuk merevolusi pengobatan diabetes menjadi lebih baik, demi meningkatkan kualitas hidup pasien,” ujar Dr. Poppy Kumala, Clinical Medical Regulatory & Quality Assurance Head, PT Novo Nordisk Indonesia. “Kami bangga dapat menghadirkan Liraglutide sebagai pilihan terapi bagi penderita DM tipe 2 di Indonesia.”

Angka prevalensi diabetes melitus tipe 2 bertumbuh dengan pesat di dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini, 9,1 juta masyarakat Indonesia hidup dengan diabetes melitus, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi diabetes melitus terbesar kelima di dunia. Pada tahun 2035, sebanyak 14,1 juta masyarakat Indonesia diprediksikan akan mengidap diabetes. Penyakit ini dapat terus memburuk apabila tidak dimonitor dan dikelola dengan baik sepanjang waktu, serta dapat mengakibatkan komplikasi serius seperti kebutaan, gagal ginjal dan amputasi.

Liraglutide telah tersedia di lebih dari 75 negara. Penelitian secara nyata mengukuhkan manfaat obat ini pada penurunan gula darah dan berat badan yang dialami penderita DM tipe 2 secara acak pada uji klinis. Dengan dosis sekali sehari, Liraglutide tersedia dalam kemasan alat berbentuk pena (pre-filled pen). Tingkat keamanan dan efikasinya telah diteliti luas secara klinis.