Ethicaldigest

Terapi Insulin: Sliding Scale atau Basal Bolus Insulin?

Tastalaksana diabetes yang biasa dilakukan adalah mengelola aspek metabolik, yaitu bagaimana mengendalikan hiperglikemia pada pasien diabetes atau yang tanpa diabetes. “Pada kondisi seperti ini, kita berusaha untuk mensuplai insulin, supaya energi yang berasal dari glukosa mudah dicerna. Atau, mudah didapatkan,” ucap dr. Yunir.

Dengan memberikan insulin, glukosa mudah diuptake, digunakan untuk glikolisis, meningkatkan energi jantung, menurunkan konsumsi oksigen di otot jantung, sehingga akan terjadi efisiensi. Pada akhirnya menyebabkan otot jantung lebih baik.

Pemberian insulin memiliki pengaruh pada otot jantung. Insulin memperbaiki semua aspek yang diperlukan, pada saat rekoveri otot miokard. Insulin juga meningkatkan relaksasi miokardi, sehingga biogenesis riobosomal meningkat dan meningkatkan sintesis protein, meningkatkan VRGF untuk angiogenesis, menurunkan apoptosis dan meningkatkan peluang hidup sel. Juga meningkatkan mikrosirkulasi miokardial dan menurunkan resistensi arteri koroner, serta meningkatkan perfusi darah pada miokardium.

Ada aspek stress oksidatif, yang juga akan diturunkan oleh insulin. Kalau bisa ditekan dengan insulin, reaksi prooksidatif akan berkurang. Aspek protrombotik juga akan berkurang, sehingga akan terjadi perbaikan infark miokard pada otot-otot jantung.

American Diabetes Association (ADA) Standar of Medical Care tahun 2010 menyebutkan, insulin IV perlu digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia, untuk mencapai target di bawah 140 -180.

Sliding Scale only atau Basal/Bolus Insulin?

Apa yang perlu dilakukan pada waktu megendalikan gula darah? Dulu,  ada istilah sliding scale. Tapi, menurut dr. Em Yunir, kondisi ini tidak terlalu ideal. Kalau menggunakan sliding scale, akan terjadi fluktuatif  gula darah yang lebih tinggi (60-300 mg/dl), da menyebabkan episode hiperglikemia menjadi 3 kali lebih tinggi. Deviasi kadar gula darah juga lebih besar. Sehingga, sekarang tidak disarankan lagi menggunakan sliding scale pada kasus-kasus hiperglikemia pada stress akut.

Tahun 2004, penurunan kadar gula darah pernah ditargetkan antara 90-110. Tapi, beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka kematian, karena ada efek hipoglikemia. Maka, studi berikutnya menganjurkan target penobatan yang kurang agresif. Penelitian NICE Sugar Study, misalnya, menganjurkan target <180 mg/dl. Sementara penelitian Markovitz dan kawan-kawan menganjurkan 80-180mg/dl. ADA Standar of Medical Cera 2010 menanjurkan pada pasien sakit kritis 140-180, sedangkan pada pasien sakit non kritis kurang dari 140 untuk gula darah puasa, dan 180 untuk gula darah setelahnya.

Teknik pemberian insulin

Ada beberapa cara pemberian insulin, salah satunya dengan insulin IV continous. Insulin ini diberikan dalam dosis drip tertentu setiap jam, atau  disesuaikan sesuai kadar gula darah. Target pencapaian gula darah harus lebih ketat. “Dengan konsep ini, kita bisa mendapatkan target gula darah yang lebih baik dibandingkan basal bolus,” ujar dr. Yunir.

Mengacu pada konsensus Perkeni, kadar gula darah kita targetkan 150-200 dengan dosis drip. Syaratnya, kita harus melakukan pemeriksaan gula darah setiap jam atau dua jam, di mana target selanjutnya adalah melakukan dosis penyesuaian.

Pada saat pasien masuk, dosis drip ditentukan berdasarkan kadar gula darah pasien. Jika gula darahnya antara 150-200mg/dl, insulin diberikan dengan dosis 1 unit/jam; gula darah 201-300mg/dl insulin diberikan dengan dosis 2 unit/jam; gula darah 301-400mg/dl diberikan 3 unit/jam; gula darah lebih dari 400 diberikan 4 unit/jam. Targetnya adalah untuk mencapai gula darah 150-200mg/dl.

“Kalau targetnya tercapai, setiap satu jam bisa turun 50-100, dosisnya dipertahankan,” kata dr. Yunir. Kalau sudah mencapai target, dosis diturunkan 50% dari dosis terakhir. “Ini sangat dinamis. Kita harus melakukan penyesuaian setiap satu-dua jam,” tambahnya. Yang harus diingat, pada waktu memberikan insulin drip, ada beberapa risiko hipoglikemia yang harus diperhatikan. Makin tinggi dosis yang diberikan, risikonya lebih besar. Maka, harus lebih ketat pada waktu menggunakan algoritma ini.

Hiperglikemia dan Kerusakan Kardiovaskuler