Ethicaldigest

Pleiotropik Statin Cegah Oksidasi Lipid2

Dampak klinik dari efek antioksidan atorvastatin

Seperti diungkap pada Summary of the Expert Symposium at the 53rd Annual Scientific Sessions of the American College of Cardiology 2004, clinical endpoin atau hasil akhir penelitian klinis dari banyak penelitian statin, disepakati dibagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah hasil akhir klinis yang lemah (soft endpoin) pada ateroslerosis, seperti perubahan ketebalan dinding arteri atau intima media thickness (IMT) dan volum lipid pada lesi aterosklerosis di arteri. Kedua adalah hasil akhir klinis yang kuat (hard endpoin), adalah angka atau jumlah dari kejadian kardiovaskuler, seperti infark miokard atau stroke atau hasil akhir klinis yang paling kuat dari semuanya adalah jumlah angka kematian karena kardiovaskuler.

“Kalau kita bandingkan statin satu degan lainnya, hanya dengan menggunaan parameter turunnya kadar LDL dalam darah atau Hs CRP sebagai penanda inflamasi, parameter-parameter ini tidak memiliki hubungan yang kuat dengan mortalitas,” terang dr. Hananto. Karena itu, pemahaman mengenai kerja statin pada penyakit pembuluh darah, khususnya aterosklerosis, harus bermula dari tingkat sekuler dan harus mempunyai hubungan yang kuat pada hasil penelitian kohort pada tingkat populasi, yang lebih dikenal sebagai hasil akhir klinis yang kuat (hard endpoin), yaitu morbiditas dan mortalitas.

Salah satunya adalah penelitian, yang melibatkan populasi diabetes dengan jumlah pasien 2383, yang dikenal sebagai penelitian CARD. Penelitian ini menunjukkan, pemberian atorvastatin 10 mg dapat menurunkan angka stroke 48%, angka infark miokard akut 36% dan angka kematian 27%.

Penelitian kohort yang cukup terkenal adalah Anglo-Scandinavian Cardiac Outcome Trial-Lipid Lowering ARM (ASCOT-LLA). Penelitian ini menggunakan atorvastatin dengan jumlah pasien sebanyak 10.305, dengan kadar kolesterol total di atas 200mg/dl, dan diikuti selama 5 tahun. Tapi, penelitian ini dihentikan kurang lebih setelah 3,5 tahun, karena telah terjadi perbedaan bermakna antara kelompok yang diberi atorvastatin dan kelompok placebo.

Hal yang mendasari penghentian penelitian pada 3,5 tahun pengamatan, adalah adanya 100 kejadian penyakit kardiovaskuler primer pada kelompok atorvastatin, dibanding 154 pasien pada kelompok placebo. Atas dasar ini, penelitian ini dihentikan hazard ratio 0,64[95% Cl 0,5-0,83], p=0,0005).

Hasil akhir penelitian ini adalah adanya penurunan angka stroke yang fatal dan tidak fatal sebesar 27% (hazard ratiom 0,73 [0,56-0,96], p=0,024), penurunan angka kejadian koroner total sebesar 29% [0,59-0,86], p=0,0005), dan penurunan angka kumulatif insiden endpoin primer infark miokard non fatal dan penyakit jantung koroner fatal sebesar 36% (HR=0,64[Cl 0,50-0,83], p=0,0005.

Pemakaian statin jangka panjang

Statin dapat menyebabkan penurunan kadar koenzim Q10. Maka, pemakaian statin jangka panjang perlu diimbangi dengan penggunaan Koenzim Q10. Karl Folkers dan kawan-kawan tahun 1990 menyatakan, tidak hanya pada binatang percobaan kadar koenzim Q10 menurun pada pemberian statin jangka panjang. Pemberian pada manusia memberi efek yang sama. Karena itu, menurut Folker, penggunaan statin jangka panjang pada pasien penyakit jantung koroner dengan kadar kolesterol LDL yang tinggi, perlu disertai dengan pemakaian koenzim Q10.

Telah banyak dibuktikan bahwa lovastatin dapat menurunkan kadar olesterol, melalui penghambatan terhadap enzim HMG-KoA reduktase. Tapi penghambatan ini ternyata juga menghambat biosintesis intrinsik koenzim Q. Folkers dan kawan-kawan membuktikan, pemakaian lovastatin jangka panjang tidak hanya menurunkan kadara kolesterol LDL, tapi juga menurunkan kadar koenzim Q10.

Dengan pemberian koenzim Q10 100 mg /hari, pasien kardiomiopati iskemik mengalami perbaikan ejeksi fraksi dan peningkatan kelas fungsional secara bermakna. Dan, kadar koenzim yang semula rendah karena pamakaian statin jangka panjang, dapat ditingkatkan dan dipertahankan dalam batas normal.

SA Mortensen dan kawan-kaan melakukan penelitian acak, terhadap 45 pasien berusia 30-75 tahun dengan hiperkolesterolemia. Pasien secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok mendapat lovastan atau pravastatin. Penelitian berlangsung selama 18 minggu. Dalam penelitian ini terlihat adanya penurunan kolesterol yang bermakna, baik pada pasien yang menggunakan lovastatin  ataupun pravastatin. Di sisi lain, ditemukan  ada penurunan koenzim Q10 yang signifikan.  Karena itu, walau pun statin efektif dan cukup aman, pada pemakaian jangka panjang perlu hati-hati karena adanya penurunan koenzim Q10. Perlu mengimbangi pemakaian statin jangka panjang dengan pemakaian koenzim Q10.

Pleiotropik Statin Cegah Oksidasi Lipid