Ethicaldigest

Kekuragan Terapi Standar Hepatitis C

Ada enam genotip berbeda dan lebih dari 50 subtipe virus hepatitis C. Genotipe menunjukkan variasi nukleotida. Genotipe 1 paling banyak ditemukan di Amerika, diikuti genotipe 2 dan 3. Genotipe 4 paling banyak ditemukan di Timur Tengah, termasuk Mesir dan Afrika, sementara genotipe 5 banyak ditemukan di Afrika Selatan dan Genotipe 6 di Asia Tenggara. Variasi genotipe membantu dalam mengidentifikasikan pasien, yang kemungkinan besar memberikan respon terhadap pengobatan dan seberapa lama pengobatan diberikan. Keduanya penting dalam perencanaan pengobatan.

Terapi standar hepatitis C

Pengelolaan infeksi virus hepatitis C harus dilakukan secara individual. Metode untuk mencegah penularan dan pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan harus diutamakan. Pengobatan sangat dianjurkan dan harus dipertimbangkan pada pasien dengan infeksi viruis hepatitis C, dan kadar RNA virus hepatitis C yang terdeteksi, kadar aminotransferase yang tinggi dan bukti histologis penyakit liver progresif.

Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah komplikasi dan kematian karena virus hepatitis C, bersama dengan mengurangi kejadian berbahaya dan mempertahankan kualitas hidup pasien. Kesulitan dalam mencapai tujuan ini, dipersulit dengan lambannya perjalanan penyakit dan respon pengobatan yang berdasarkan parameter surrogate virologis versus outcome klinis jangka panjang. Normalisasi kadar aminotransferase serum, respon virologis dan perbaikan histologist, adalah beberapa outcome jangka pendek yang umumnya dipantau.

Kesembuhan virologis ditegakkan dengan sustained virologic response (SVR), yaitu tidak terdeteksinya RNA HCV serum dengan pemeriksaan PCR 24 minggu setelah penghentian terapi. SVR bisa menjadi prediksi terbaik respon jangka panjang. Kecilnya nilai early virologic response (EVR), dapat digunakan untuk memprediksi non responder dan kecilnya nilai SVR. Evaluasi virologic response (RVR) dapat digunakan untuk menilai durasi pengobatan berdasarkan genotipe.

Ada beberapa manfaat dari tercapainya SVR pada penderita, yaitu dapat meregresi fibrosis, menurunkan risiko terjadinya kanker hati, menurunkan angka kejadian komplikasi lain (termasuk liver failure, kematian terkait penyakit hati dan kematian yang tidak terkait penyakit hati), sertai memperbaiki kualitas hidup penderita.

Interferon alfa atau interferon alfa-2b adalah terapi pertama yang disetujui, untuk pengobatan HCV. Keterbatasan penggunaan nonpegylated interferon konvensional meliputi penyerapan cepat di jaringan subkutan, didistribusikan dalam volum besar, eliminasi ginjal dengan cepat, waktu paruh yang pendek dan konsentrasi puncak yang bervariasi. Kekurangan ini mengharuskan obat diberikan 3 kali seminggu. Penambahan polyethylene glycol (pegylated) dapat mengatasi masalah-masalah ini.

Ribavirin, suatu analog nukleosida sintetik oral, bekerja secara sinergis dengan pegylated interferon dan diberikan dalam dosis terpisah. Ribavirin tidak efektif atau tidak diindikasikan untuk diberikan sebagai monoterapi, untuk pengobatan virus hepatitis C. Kombinasi pegylated interferon dan ribavirin menjadi pengobatan yang direkomendasikan untuk virus hepatitis C.

Keamanan

Efek samping akibat pengobatan merupakan komplikasi yang paling sering dialami penderita. Efek amping dapat menyebabkam pengurangan dosis atau penghentian pengobatan. Efek samping yang paling sering terjadi (terjadi pada 20–40% pasien) meliputi gejala menyerupai flu (kelelahan, sakit kepala dan demam), efek pada saluran cerna (nausea, anoreksia, diare), dan efek kejiwaaan (iritabilitas, depresi dan insomnia).

Efek pada kejiwaan dapat diatasi dengan konseling dan pemeriksaan rutin. Selective serotonin reuptake inhibitors dapat digunakan untuk mengatasi depresi. Pemilihan agen harus mengarah pada disfungsi hepatika dan interaksi obat. Hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak normal, seperti neutropenia (jumlah neutrofil absolute < 1500 sel/mm3) dan anemia, juga dapat menuntun pada pengurangan dosis dan/atau penghentian pengobatan. Penggunaan granulocyte colony-stimulating factors biasanya tidak dibutuhkan, kecuali pada kasus sirosis tingkat lanjut.

FAKTOR RISIKO HEPATITIS C