Ethicaldigest

Interaksi TB – HIV

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Intervensi yang dilakukan selama ini, berhasil mencegah dan mengendalikan tuberkulosis secara  bermakna. Tapi, munculnya epidemi HIV merupakan tantangan besar dalam upaya pengendalian TB secara global. Peningkatan prevalensi HIV di egional Asia Tenggara, yang 40 persen dari populasinya telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis  (MTB), jika tidak segera ditanggulangi dapat mengancam upaya pengendalian TB.

HIV meningkatkan epidemi TB dengan beberapa cara. Diketahui bahwa HIV merupakan faktor risiko paling potensial untuk terjadinya TB aktif, baik pada orang yang baru terinfeksi mau pun mereka dengan infeksi TB laten. Risiko terjadinya TB pada orang dengan ko-infeksi HIV/TBC, berkisar antara 5–10% /tahun. Sekitar 60% orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan  Purified Protein Derivative (PPD) positif, berkembang menjadi TB aktif semasa hidupnya, sedangkan pada PPD positif dan HIV negatif sekitar 10%.

TB dapat terjadi pada tahap awal infeksi HIV, ketika jumlah CD4 masih di atas 200 sel/µL. Kebanyakan kasus HIV dengan TB, memperlihatkan gambaran klinis TB paru yang khas. Namun, dengan meningkatnya supresi imun terkait HIV, gambaran klinis TB berubah dan lebih sulit didiagnosis. Selanjutnya, kemungkinan besar akan terjadi peningkatan kasus TB paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) negatif dan ekstra-paru.

Program nasional TB di negara-negara dengan beban HIV yang tinggi, melaporkan terjadinya peningkatan  case-fatality rate (CFR) sampai 25%, pada pasien dengan BTA positif dan 40–50%, pada pasien TB paru dengan BTA negatif. Di seluruh dunia terdapat 350.000 kematian akibat HIV dengan TB pada tahun 2000. Hal ini disebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan TB.

Pada akhir tahun 2005, kematian akibat AIDS mencapai 5500 jiwa. Survei yang dilakukan Puslitbangkes Kemenkes RI tahun 2003 menemukan, pasien-pasien dengan ko-infeksi HIV-TB di rumah sakit dan penjara di beberapa propinsi. Survei ini juga menemukan bahwa TB merupakan salah satu penyebab utama terjadinya infeksi oportunistik, di antara pasien-pasien AIDS di rumah sakit di Indonesia.

Melihat kecederungan epidemiologi TB dan HIV/AIDS di Indonesia sebagaimana diuraikan di atas, muncul kekhawatiran akan ancaman epidemi ganda (dual epidemics), seperti yang melanda beberapa negara berkembang terutama di benua Afrika. Epidemi HIV akan memperparah epidemi TB, karena HIV meningkatkan risiko terjadinya reaktivasi TB laten, dan lebih rentan infeksi baru TB karena imunitas yang rendah.

Infeksi HIV merupakan faktor risiko terpenting berkembangnya infeksi Mycobacterium tuberculosis menjadi penyakit TB. Risiko terkena penyakit TB pada penderita HIV positif meningkat 50%, dibanding mereka yang tidak terinfeksi HIV. Sampai saat ini, sepertiga kasus HIV positif di dunia mempunyai koinfeksi dengan TB.

Asia Tenggara menanggung beban TB global sebesar 40 persen, dengan estimasi  jumlah ODHA menduduki peringkat kedua setelah Afrika Sub-Sahara. Besarnya pengaruh HIV  terhadap epidemi  TB,  tergantung pada besarnya derajat populasi yang terinfeksi MTB yang juga terinfeksi HIV.

Afrika mempunyai derajat tumpang tindih yang tinggi, antara populasi terinfeksi HIV dan terinfeksi MTB pada kelompok umur 15 – 49 tahun. Sedangkan di Asia  Tenggara, derajat tumpang tindihnya lebih kecil karena prevalensi HIV-nya rendah, sehingga jumlah ko-infeksi HIV/TB juga lebih rendah.  Hal ini membuat pengaruh HIV  terhadap  epidemi TB lebih rendah, daripada di Afrika sub-Sahara.

Pada tahun 2000,  beban HIV/TB global menunjukkan bahwa 9% dari 8,3 juta kasus TB pada orang dewasa (15-49 tahun) diakibatkan infeksi HIV. Sekitar 1.8 juta kematian akibat TB, 12% diakibatkan oleh HIV.

TB merupakan penyebab kematian dari 11% pasien AIDS dewasa. Hampir 6 juta orang dewasa dengan HIV di Asia Tenggara, 40–50% terinfeksi TB. Angka ko-infeksi tertinggi terdapat di Afrika sub-Sahara; di Asia Tenggara yang juga tinggi misalnya, Myanmar dan Thailand.

Infeksi tuberkulosis vs penyakit tuberkulosis (TB aktif)

Istilah Infeksi tuberkulosis digunakan untuk menerangkan adanya organisme Mycobacterium tuberculosis dalam tubuh, tetapi bersifat dormant (tidur), dan tidak dapat menginfeksi orang lain. Sedangkan, istilah penyakit tuberkulosis digunakan untuk menerangkan bahwa orang tersebut sakit akibat infeksi TB dan dapat menularkan penyakit itu ke orang lain.

“Sekitar 10% orang dengan infeksi tuberkulosis akan menjadi penyakit tuberkuosis. Setiap orang dengan tuberkulosis aktif dapat meninfeksi 10-15 orang per tahun,” kata dr. Adria Rusli Sp.P dari FK Universitas indonesia. Lalu kapan, infeksi tuberkulsis menjadi penyakit?

Sebagian besar, dikaakan dr. Adria, terjadi dalam 2 tahun pertama setelah infeksi. Jika orang menjadi imunocompromised, seperti HIV, kanker, kemoterapi, diabetes yang tidak terkontrol dan malnutrisi, TB dapat menjadi aktif.  HIV merupakan faktor rsiko utama menyebabkan tuberkulosis aktif.

Angka progresi menjadi tuberkulosis aktif terjadi pada lebih dari 40% pada pasien dengan HIV, 5 % pada pasien tanpa HIV. Risiko reaktifasi infeksi tuberkulosis 2,5-15% seiap tahun pada pasien dengan HIV, kurang 0,1% setiap tahun pada psien tanpa HIV.

Tuberkulosis mempercepat perjalanan infeksi HIV. Pasien dengan koinfeksi tuberkulosis-HIV mempunyai viral load sekitar 1 log lebih bear daripada pasien tanpa tuberkulosis. Angka mortalitas pada koinfeksi TB-HIV 4 kali lebih besar dibandingkan pasien dengan hanya tuberkulosis saja.