Ethicaldigest

Insufisiensi Adrenal Perburuk Kondisi Pasien 3

Insufisiensi adrenal reversible yang  diinduksi sepsis dan SIRS

Banyak bukti memperlihatkan adanya kecendrungan peningkatan risiko insufisiensi adrenal, pada pasien sepsis dengan penyakit kritis. Ini tampaknya akibat faktor supresif, yang dilepaskan selama inflamasi sistemik. Penting untuk mengenal pasien ini karena  tingginya mortalitas  jika  tidak  tertangani.

Inflamasi sistemik, seperti sepsis, dikaitkan dengan insufisiensi adrenal primer maupun  sekunder yang reversible jika inflamasinya dapat diobati. Bukti paling meyakinkan tentang  reversibilitas dari insufisiensi adrenal pada  sepsis, berasal dari penelitian  Briegel dan kawan-kawan.

Kriteria  diagnosis  digunakan  untuk menilai  seluruh  aksis HPA  selama sepsis. Dengan menggunakan kriteria  ini, dievaluasi 50 pasien syok septic; 25% mengalami insufisiensi adrenal, 17% mengalami kegagalan aksis HPA dan 19% resisten terhadap ACTH. Pasien sepsis yang hidup, kelenjar adrenalnya kembali berfungsi dan tidak memerlukan  terapi kortikosteroid jangka panjang.

Resistensi adrenokortikotropin dan kortisol

Pasien dengan infeksi sistemik (sepsis) mungkin megalami insufisiensi adrenal,  yang dikaitkan dengan resistensi terhadap ACTH. Pada penelitian pasien kritis, didapatkan 30% pasien  dengan  syok  septic  dan  25%  pasien  dengan penyakit kritis, pasien  terinfeksi HIV mengalami insufisiensi adrenal yang dikaitkan  dengan  resistensi ACTH. Kortikotropin eksogen  stress dose tidak meningkatkan kortisol serumnya. Tetapi, dosis farmakologis dari kortikotropin dapat meningkatkan kadar pada rentang nilai normal.

Ali dan kawan-kawan melaporkan, 40% penurunan jumlah reseptor  glukokortikoid  (GR)  pada  hati  tikus  yang mengalami sepsis. Penurunan hormone binding activity dihubungkan dengan turunnya mRNA GR. Menurunnya afinitas GR  dari mononuclear  pasien  sepsis  juga dilaporkan. Norbiato dan kawan-kawan melaporkan  resistensi  dari glukokortikoid pada pasien AIDS. Pasien dengan resisten kortisol, memiliki bukti klinis insufisnesi adrenal yang dikaitkan dengan penurunan afinitas dari GR, untuk glukokortikoid dan penurunan fungsi GR. Juga ditemukan terjadi gangguan kliren  dari  kortisol  dari  sirkulasi, pada pasien dengan penyakit  kritis. Penurunan kliren menunjukkan penurunan ambilan jaringan dan metabolisme kortisol.

Adrenal exhaustion syndrome

Pasien dengan penyakit kritis yang kronis, dapat mengalami insufisiensi adrenal saat berada di ICU. Ada penelitian observasi menemukan bahwa pasien yang memiliki fungsi adrenal yang normal saat masuk, dapat mengalami insufisiensi adrenal di kemudian hari.

Kemungkinan penyebabnya adalah respon inflamasi sistemik berkepanjangan. Insufisiensi adrenal mungkin akibat dari sekresi kronis dari sitokin sistemik, dan substan penekan aksis HPA yang lain. Hal ini menunjukkan pentingnya follow up  dari fungsi  adrenal  jangka  panjang,  pada  pasien dengan sakit kritis.

Insufisiensi adrenal  akut

Mempertimbangkan kemungkinan insufisiensi adrenal, merupakan hal penting  pada  pasien dengan penyakit  kritis.  Jika diagnosis  terlewatkan,  pasien  mungkin akan meninggal.  Insufisiensi adrenal seharusnya  dicurigai,  jika  ditemukan hipotensi yang resisten terhadap katekolamin. Terutama jika  pasien memiliki  hiperpigmentasi,  vitiligo,  pucat, rambut aksila dan pubis yang jarang, hiponatremia atau hiperkalemia. 

Selain itu, insufisiensi adrenal bisa terjadi secara spontan karena perdarahan adrenal. Kemungkinan adanya thrombosis di vena adrenal, harus dipertimbangkan pada pasien dengan nyeri perut bagian atas, kekakuan perut, muntah, kebingungan, dan hipotensi arterial.

Pada pasien yang dicurigai, sampel  darah  untuk  pemeriksaan  kadar  kortisol  dan kortikotropin harus diambil. Dan segera beri terapi kortisol dosis tinggi. Kortisol plasma pada nilai normal, tidak berarti menyingkirkan insufisiensi adrenal pada pasien yang sakit sangat akut.

Berdasar hasil penelitian terakhir mengenai  kadar kortisol plasma pada pasien dengan sepsis dan trauma, nilai kortisol plasma lebih dari 25 ug per dL pada pasien yang memerlukan perawatan intensif menyingkirkan kemungkinan  insufisiensi adrenal. Meski demikian, nilai cut off yang aman belum diketahui.

Hiponatremia yang terjadi pada pasien dengan insufisiensi adrenal sekunder, mungkin  juga mengancam  nyawa. Hiponatremia (Na <120 mmol per liter) mungkin  menimbulkan  delirium,  koma,  dan  kejang. Pasien  ini mempunyai respon yang jelek, terhadap cairan NaCl tapi berespon  baik  (ekskresi  kelebihan  air)  terhadap hidrokortison.

Insufisiensi adrenal relative pada pasien sakit kritis

Insufisiensi adrenal relative cukup sering ditemukan pada pasien yang dirawat di ICU. Kondisi penuh stress mencakup nyeri,  demam,  dan  hipovolemia  yang memerlukan peningkatan  ACTH  dan  kortisol. 

Pada orang yang menjalani operasi, seperti laparotomi, akan terjadi peningkatan kortisol setelah tindakan operasi. Kadar kortisol kembali ke baseline,  dalam  24-48  jam. Selama  sakit  berat  kadar kortisol  serum  cenderung  lebih  tinggi,  dan  pada  satu penelitian ditemukan kadar  lebih  tinggi dari 50 ug/dl.

Pasien dengan ruptur aorta abdominal memiliki rerata kadar kortisol 27 ug/dl. Nilai yang sama ditemukan pada  penelitian  lain,  pada  pasien  penyakit  kritis  atau pasien  post  operasi. Kadar  kortisol  yang  lebih tinggi  dihubungkan  dengan meningkatnya mortalitas.

Di antara pasien dengan ruptur aorta abdominal, yang nonsurvival memiliki rerata kadar kortisol 37 ug/dl, jika dibandingkan dengan 24 ug/dl pada yang survival. Sesaat sebelum meninggal,  kadar  bahkan  lebih  tinggi  dan mencapai 260 ug/dl.

Pada sebagian besar pasien, kadar kotisol serum meningkat di atas 18 ug/dl, setelah stimulasi ACTH. Tapi, jika pasien memiliki  kadar  kortisol  baseline  yang  tinggi, peningkatan  berikutnya  biasanya  kecil. Peningkatan yang  kecil  ini  tampaknya  karena  aksis HPA  telah distimulasi maksimal. Tapi, ini  juga bisa  karena akibat  dari pengaruh kapasitas kortek adrenal untuk memproduksi glukokortikoid, dan kurangnya cadangan kortisol. Ada indikasi,  di mana  terbatasnya  respon  terhadap ACTH mungkin dihubungkan dengan tingginya mortalitas.

Konsep insufisiensi adrenal relative saat ini diperkenalkan, untuk menjelaskan kelompok pasien yang tidak punya faktor risiko. Atau memiliki bukti sebelumnya dengan insufisiensi adrenal dan yang selama sakit kritis memiliki serum kortisol total, yang dinilai tidak cukup untuk beratnya sakit mereka.

Insufisiensi adrenal relative didefinisikan sebagai keadaan, di mana pada pasien sepsis kadar kortisol basal >34 ug/dL dan peningkatan  kortisol  total <9  ug/dL,  setelah  stimulasi ACTH. Keadaan ini memiliki mortalitas 80%.

Insufisiensi Adrenal Perburuk Kondisi Pasien 2