Ethicaldigest

Hubungan Kadar Gula Darah dan SKA

Menurut dr. Em Yunir, Sp.PD-KEMD, dari RS Ciptomangunkusumo, Jakarta, sindrom koroner akut merupakan sindrom klinis akibat sumbatan mendadak pada arteri koroner. Kondisi ini terjadi akibat rupture plak aterosklerosis. Ada berbagai manifesatasi klinis, mulai dari rasa nyeri yang sangat khas di dada sebelah kiri, menjalar ke leher dan sebagainya. “Ada juga gejala-gejala yang tidak khas. Misalnya, pada penderita SKA, nyeri dadanya sering tidak menonjol,” kata Kepala Divisi Endokrin dan Metabolik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUNI ini.

“Kalau kita lihat lebih lanjut, SKA banyak macamnya yaitu unstable angina pectoris, STEMI dan NONSTEMI. Hiperglikemi pada SKA, dapat terjadi akibat stress akut,” kata dr. Yunir. Stress akut sendiri dapat terjadi karena berbagai sebab. Bisa karena trauma, infeksi dan sebagainya. Stress akut akan menyebabkan respon neuroendokronologi, yang memicu stress metabolik. Kemudian merangsang pengeluran hormon-hormon kontraregulasi.

Hormon-hormon ini bekerja menghambat atau anti insulin. Sehingga, dalam kondisi ini akan terjadi penurunan jumlah insulin dan fungsi insulin. Akibatnya terjadi hiperglikemia. “Ini tidak saja terjadi pada orang yang diabetes, tapi juga pada orang normal,” katanya. “Makin tinggi kadar stress akut yang diterima, makin tinggi hormon yang dilepaskan. Akibatnya, kadar gula darah semakin tinggi. Peningkatan kadar gula darah ini, sesuai dengan lamanya stress akut berlangsung.”

Kalau kita lihat kasus hiperglikemia akut, ada kenaikan gula darah pada kondisi akut atau untuk merespon situasi akut. Ini bisa terjadi pada kasus sindrom koroner akut. Semakin berat sindromnya, semakin luas infark yang terjadi, semakin besar risiko hiperglikemianya,” kata dr. Yunir. Semakin tinggi  kadar gula darah pada saat pasien masuk, makin berat kondisinya, makin luas infark yang dialami.

Pernah dilakukan penelitian di IICU RSCM oleh dr. Khorinal selama 11 tahun, dari 2000-2011. Ada 1600 lebih pasien yang dilibatkan dalam penelitian. Tapi hanya 50 persen yang bisa diikuti, yaitu pasien yang memenuhi kriteria. Kriteria di sini adalah ada hasil pemeriksaan gula darah, dan dapat ditelusuri minimal 6 bulan. Dari 800 lebih yang dievaluasi, ternyata 43,5% hanya melakukan satu kali pemeriksaan gula darah dan 56,5% dapat dilakukan pemeriksana gula darah sampai 3 kali.

Hasilnya, sekitar 30% pasien dengan SKA mengalami hiperglikemi, dengan patokan gula darah >180 mg/dl. Sebagian besar dengan stemi, yaitu 48,3%. “Proporsinya, kalau kita lihat angka kematiannya, kelompok diabetes yang meninggal lebih besar 63%. Kalau pasien itu tidak ada riwayat diabetes walau mengalami hiperglikemia, angka kematiannya 43%,” kata dr. Yunir. “Kalau kita lihat lagi, kadar berapa yang sangat tinggi angka kematiannya? Tingginya kematian setara dengan kadar tingkat gula darahnya. Makin tinggi kadar gula darah, HR-nya semakin besar,” tambahnya.

RISIKO KEMATIAN PASIEN RAWAT DENGAN HIPERGLIKEMIA