Ethicaldigest

Hipertensi Pada Wanita 2

Mekanisme patofisiologis

Mengapa perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada tekanan darah, bersifat multi faktorial dan belum sepenuhnya diketahui. Ada beberapa hipotesis termasuk peran penting dari hormon seks, rennin angiotensin system (RAS), stres oksidatif, endotelin, penambahan berat badan dan aktifasi simpatetik.

Wanita hipertensi premenopause dengan siklus menstruasi regular, tampak memiliki kadar estradiol plasma yang lebih rendah daripada wanita seusianya dengan tekanan darah normal. Fungsi protektif estrogen diperkirakan dapat menunda terjadinya penyakit kardiovaskular 10-15 tahun pada wanita.

Sebagai mana dikatakan Dubey dan kawan-kawan dalam publikasinya tahun 2002, estrogen alamiah dan progesteron alami melindungi vaskulatur dari cidera oksidatif dan inflamasi, serta mencegah terjadinya penyakit kardiovaskular. Estrogen meningkatkan kadar angiotensinogen dan menurunkan kadar renin, aktivitas angiotensin-converting enzyme (ACE), densitas reseptor AT1 angiotensin dan produksi aldosteron.

Menurut Fischer dan kawan-kawan (2002), estrogen juga mengaktifkan faktor yang melawan RAS dan memperbaiki fungsi endotel. Sementara, Yang dan Reckelhoff (2011) mengatakan adanya keterlibatan jalur penanda intraseluler yang baru dan adanya efek protektif estrogen terhadap kardiovaskular. Tapi, penelitian acak terkontrol gagal mengonfirmasi bahwa terapi sulih hormon memberikan kardioproteksi, dan bahkan berbahaya. 

Penelitian-penelitian Women’s Health Initiative saat ini, yang hanya dilakukan pada wanita post menopause berusia lebih muda menunjukkan bahwa pemberian terapi sulih hormon mendekati menopause menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Tapi, dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk mengungkap efek terapi pengganti hormon pada wanita.

Bukti-bukti epidemiologis dan eksperimental menyebutkan bahwa androgen dapat berdampak pada regulasi tekanan darah, dalam berbagai cara. Yaitu melalui aktifasi RAS, menurunkan hubungan tekanan darah dan natriuresis, meningkatkan endotelin dan stres oksidatif, dan melalui peningkatan lemak viseral.

Pengaruh perbedaan jenis kelamin pada aktifitas RAS bisa, setidaknya sebagian, menjelaskan perbedaan tekanan darah antara pria dan wanita. Kadar renin plasma yang lebih rendah dilaporkan pada wanita dengan hipertensi esensial, dibandingkan wanita dengan tekanan darah normal dan pada pria. Lebih lanjut, aktivitas renin plasma meningkat setelah menopause, dan up regulasi reseptor angiotensin II dan down regulasi reseptor angiotensin I setelah menopause, dapat mempengaruhi respon terhadap terapi.

Penelitian dengan memberikan infuse angiotensin II memperlihatkan interaksi antara jenis kelamin dan respon vaskular. Sementara Copenhagen City Heart Study, menunjukkan hubungan antara polimorfisme berbeda dari gen angiotensinogen dan tekanan darah tinggi hanya pada wanita. Juga ditunjukkan bahwa ACE, atau gen di dekatnya, bias menjadi gen kandidat spesifik seks untuk hipertensi.

Kadar endotelin dan stres oksidatif meningkat setelah menopause, dan dapat mempengaruhi tekanan darah melalui peningkatan reabsorbsi sodium dan vasokonstriksi.

Obesitas dan kelebihan berat badan lebih meningkat pada wanita post menopause daripada pada pria, dan dihubungkan dengan risiko hipertensi, mortaitas yang lebih besar daripada pria dalam usia yang sama. Bagaimana obesitas mendorong berkembangnya hipertensi masih menjadi perdebatan. Tapi, over aktivitas sistim saraf simpatetik, resistensi insulin, resistensi leptin, over aktifitas sistim rennin – angiotensin – aldosterone dan penurunan aktivitas peptide natriuretik telah diimplikasikan. Peningkatan aktivitas fisik dan penghindaran kelebihan berat badan, memiliki efek yang besar pada kesehatan wanita.

Risiko kardiovaskular

Hipertensi adalah satu faktor risiko penting penyakit kardiovaskular pada wanita. Ada faktor-faktor risiko spesifik pada wanita yang dapat berkontribusi pada risiko penyakit kardiovaskular. Preeklamsia diketahui dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi di masa depan empat kali lipat, dan meningkatkan risiko penyakit jantung kongestif, disbanding wanita hamil tanpa komplikasi.

Diketahui juga bahwa preeklamsia adalah faktor risiko untuk penyakit ginjal tahap akhir, meski risiko absolutnya rendah. Aspek penting lainnya dari hipertensi pada kehamilan, adalah meningkatnya risiko memiliki bayi dengan berat lahir rendah. Karena berat lahir rendah adalah faktor risko penyakit jantung kongestif, hipertensi pada kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan generasi yang akan datang.

Lebih lanjut, penyakit otoimun seperti systemic lupus erythematosus dan rheumatoid arthritis, juga dihubungkan dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular. Viskositas darah keseluruhan erat kaitannya dengan tekanan darah dan hipertrofi ventikular kiri, dan dianggap sebagai suatu determinan risiko kardiovaskular.

Viskositas darah lebih rendah pada wanita, sebelum atau sesudah menopause, daripada pria. Aktifasi sistim saraf simpatetik pada saat stres, dapat meningkatkan viskositas darah secara berbeda pada pria dan wanita. Saat stres, fungsi platelet terpengaruh pada pria dengan hipertensi, tapi tidak pada wanita hipertensi.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa fungsi sistolik dan diastolik ventrikular kiri, bergantung pada jenis kelamin. Bagaimana jenis kelamin dapat mempengaruhi adaptasi jantung terhadap overload tekanan kronis, belum sepenuhnya diketahui. Tapi, peningkatan respon hipertrofik terhadap overload tekanan kronis, dihubungkan dengan ejeksi fraksi LV yang lebih tinggi pada wanita, disbanding pada pria.

Suatu percobaan pada tikus mengindikasikan, hipertrofi miokardial terkait dengan estrogen. Tetapi, kadar testosteron tidak mengubah respon hipertrofik.  Dalam satu penelitian oleh Gerdts dan rekan, wanita memiliki fungsi LV yang lebih baik. Obesitas, terutama pada wanita, dapat meningkatkan efek hipertensi pada LVH. Penjelasan lain mungkin adanya perbedaaan pertumbuhan LV dari tahun pertama kehidupan sampai remaja. Karenanya, hipertrofi jantung relatif pada pria dapat berkontribusi pada penurunan hypertrophic reserve, dan menyebabkan penurunan kemampuan untuk menurunkan stres dinding, dan menurunnya kapasitas untuk mempertahankan fungsi sistolik normal.

Mikroalbuminuria adalah penanda risiko kardiovaskular dan ginjal. Selain itu, menjadi penanda kerusakan organ target pada hipertensi esensial. Ekskresi albumin berhubungan dengan tingkat tekanan darah, meski masih dalam kisaran normo albuminuria. Dalam suatu penelitian berbasis populasi berskala besar yang dilakukan Romundstad dan kawan-kawan, hubungan antara mikroalbuminuria dan kematian akibat berbagai sebab terlihat lebih kuat, pada pria yang diobati disbanding wanita.

Ini penelitian pertama yang menunjukkan hubungan yang lebih kuat antara mikroalbuminuria, suatu penanda fungsi endotel, dan mortalitas total pada pria hipertensi daripada wanita hipertensi. Temuan ini juga menunjukkan bahwa wanita hipertensi dapat menoleransi mikroalbuminuria lebih baik dari pria.