Ethicaldigest

DuaTipe Dermatitis 2

Gejala Klinis

Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan berdasar klasifikasinya, yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronik. Dermatitis kontak iritan akut biasanya timbul akibat paparan bahan kimia asam atau basa kuat, atau paparan singkat serial bahan kimia, atau kontak fisik. Sebagian kasus dermatitis kontak iritan akut, merupakan akibat kecelakaan kerja. “Kelainan kulit yang timbul dapat berupa eritema, edema, vesikel. Dapat disertai eksudasi, pembentukan bula dan nekrosis jaringan pada kasus yang berat,” jelasnya.

Dermatitis iritan akut terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat peradangan. Bahan-bahan iritan ini dapat merusak kulit karena terkurasnya lapisan tanduk, denaturasi keratin dan pembengkakan sel. Manifestasi klinik tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lamanya kontak. Reaksinya dapat berupa kulit memerah atau coklat, terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula dan berbentuk pula yang purulent dengan kulit di sekitarnya normal.

DKI kronis disebabkan kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, bisa terjadi karena kerjasama bermacam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain akan mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung, dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Berdasarkan manifestasinya pada kulit, dapat dibagi dua stadium:

  1. Stadium 1. Kulit kering dan pecah-pecah. Stadium ini dapat sembuh dengan sendirinya.
  2. Stadium 2. Ada kerusakan epidermis dan reaksi dermal. Kulit memerah dan bengkak, terasa panas dan mudah terangsang, kadang timbul papula, vesikula, krusta. Bila kronik timbul likenikfiksi. Keadaan ini menimbulkan retensi keringat dan perubahan flora bakteri.

Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui, karena muncul lebih cepat sehingga penderita umumnya masih ingat apa  penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk membedakan dan melihat antara dermatitis akut dan kronik, diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.

Pada dermatitis kontak tidak memiliki gambaran klinis yang tetap. Untuk menegakkan diagnosis dapat didasarkan pada:

  1. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat. Anamnesis dermatologis terutama mengandung pertanyaan-pertanyaan: onset dan durasi, fluktuasi, perjalanan gejala-gejala, riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga, pekerjaan dan hobi, kosmetik yang digunakan serta terapi yang sedang dijalani.

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai, didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilicus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi. Perlu ditanyakan, apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang dari logam (nikel). Data dari anamnesis meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarga (misalnya dermatitis atopik) (Djuanda, 2007).

  • Pemeriksaan klinis. Hal pokok dalam pemeriksaan dermatologis yang baik adalah lokasi dan/atau distribusi dari kelainan yang ada, serta karakteristik setiap lesi, dilihat dari morfologi lesi (eritema, urtikaria, likenifikasi, perubahan pigmen kulit). Dapat juga dilakukan  teknik pemeriksaan khusus, dengan patch test.

Pemeriksaan fisik penting. Dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit, seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab- sebab endogen.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah, akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain, predileksi regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.

Untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit kulit akibat kerja, selain pentingnya anamnesa, juga banyak test lain yang dapat digunakan untuk membantu. Salah satu yang paling sering digunakan adalah patch test. Dasar pelaksanaan patch test sebagai berikut:

  1. Bahan yang diujikan (dengan konsentrasi dan bahan pelarut yang sudah ditentukan) ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup. Konsentrasi yang digunakan umumnya sudah ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian.
  2. Biarkan selama 2 hari (minimal 24 jam) untuk memberi kesempatan absorbsi dan reaksi alergi dari kulit, yang memerlukan waktu lama. Meskipun penyerapan untuk masing-masing bahan bervariasi, ada yang kurang dan ada yang lebih dari 24jam, menurut para peniliti, waktu 24 jam sudah memadai untuk semuanya, sehingga ditetapkan sebagai standar.

Kemudian bahan tes dilepas dan kulit pada tempat tempelan tersebut dibaca tentang perubahan atau kelainan yang terjadi pada kulit. Pada tempat tersebut mungkin terjadi dermatitis berupa: eritema, papul, oedema atau fesikel, bahkan bisa terjadi bula atau nekrosis.

DuaTipe Dermatitis