Ethicaldigest

Uji Diagnostik Nyeri Neuropatik

Ada beberapa modalitas diagnostik untuk mengidentifikasi nyeri neuropatik pada pasien secara cepat dan mudah. Di antaranya dengan kuisioner, LANS dan DN4 yang memasukkan komponen pemeriksaan fisik.

Pada keadaan normal, bila seseorang mengalami trauma, katakanlah dicubit, maka di bagian tubuh yang dicubit akan terjadi pelepasan berbagai zat-zat kimia seperti ion H+, bradikinin, kalium dan prostaglandin. Hal ini akan mengawali proses peradangan dan ujung-ujung saraf menjadi peka. Proses ini akan diteruskan ke otak melalui medulla spinalis. Bila trauma berlanjut, maka saraf yang peka menjadi lebih banyak dan lebih luas sehingga menimbulkan pelipatgandaan kepekaan ujung saraf. Bila perangsangan ini melewati ambang batas nyeri, yang bersangkutan akan merasakan nyeri.

Berbeda dengan proses nyeri yang normal ini, di mana proses nyeri dapat dipahami dengan baik, pada proses nyeri neuropatik banyak hal yang belum dapat dipahami. Seperti kata dr. Jani Tanumihardja, SpS, pada nyeri neuropatik, proses awal (trauma, infeksi, keganasan, tumor, degenerasi) dari rangsang nyeri seringkali sudah lama berlalu. Misalnya pada nyeri saraf paska Herpes Zooster, atau bahkan tidak terjadi secara kasat mata, misalnya akibat kencing manis, karena  pada dasarnya yang terjadi sejak awal adalah kerusakan saraf. Kerusakan saraf dapat terjadi di saraf tepi, medulla spinalis atau di otak. Akibat kerusakan ini, saraf akan melepaskan impuls yang tidak terkendali yang akan sangat menyiksa penderita.

Sampai saat ini, belum ada prosedur yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosis nyeri neuropatik. Penilaian pasien yang diduga menderita nyeri neuropatik, hanya ditujukan pada beberapa tujuan berikut:

  1. Menentukan apakah benar suatu nyeri neuropatik.
  2. Memastikan lokasi lesi saraf.
  3. Menentukan kausa.
  4. Menentukan dampak nyeri pada status fungsional.
  5. Menentukan dampak nyeri pada kondisi depresi, kecemasan, dan gangguan tidur.

Meski demikian, terdapat beberapa modalitas diagnostik yang dapat digunakan oleh dokter, untuk mengidentifikasi nyeri neuropatik pada pasien secara cepat dan mudah. Satu di antaranya adalah penggunaan kuisioner. Yang kedua adalah LANS dan DN4, yang memasukkan komponen pemeriksaan fisik. Perangkat penilaian ini tampaknya merupakan perangkat penilaian yang paling sederhana dan dapat diterapkan dalam praktik sehari-hari.

Nyeri yang muncul pada distribusi saraf (misalnya: radikular atau dermatomal), dan nyeri yang terjadi pasca kerusakan saraf (misalnya: hemiparaestesia pasca stroke, atau lesi allodinia pasca-herpes), harus dicurigai sebagai nyeri neuropatik. Beberapa kasus misalnya herpetic neuralgia), tidak memerlukan tes penunjang tambahan.

Pasien dengan nyeri terbakar dan kesemutan pada salah satu lengan atau tungkai, sering perlu menjalani pemeriksaan neurofisiologi (ENMG/ElektroNeuro-MioGrafi) untuk mengkonfirmasi, apakah nyeri berasal dari radikulopati saraf spinal atau suatu neuropati jebakan (misalnya: Carpal Tunnel Syndrome). Disestesia atau hipestesia ujung-ujung ekstremitas (glove and stocking distribution) menunjukkan suatu kondisi polineuropati. Pada beberapa kasus penyebabnya jelas, misalnya diabetes atau uremia. Namun pada kasus lain perlu dilacak secara sistematis untuk menentukan kausa (infeksi, metabolik, sindrom paraneoplastik, toksik). Pemeriksaan nyeri harus dilakukan berkala pada setiap kunjungan pasien,  untuk menilai perkembangan terapi dan memantau hasil pengobatan.

Saat pemeriksaan riwayat kesehatan pasien dilakukan, dokter dapat melakukan penilaian intensitas nyeri neuropatik. Salah satu metode pengukuran yang umum dijumpai, adalah dengan menggunakan visual analog scale dan verbal rating scale. Selain mudah diaplikasikan, penilaian ini terbukti bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan. Usahakan pemeriksaan tidak hanya di sekitar lokasi nyeri, tetapi lebih menyeluruh.

Jika pada hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik masih diragukan kepastiannya, dokter dapat melakukan beberapa test lain seperti electromyography, electroneurography dan juga melakukan test reflex responses.

Test elektrodiagnosis diketahui mampu mengidentifikasi kerusakan jaringan di sistem syaraf perifer. Juga dapat mendiagnosis proses mielinisasi serabut saraf dan jalur lemniscal pada pasien dengan kerusakan sistim saraf spesifik, seperti pada penderita diabetes neuropati atau wallenberg’s sindrom. Hasil elektrodiagnostik bisa saja menunjukkan diagnosis normal.

Test lain yang lebih selektif dan mampu memeriksa sistim nociceptive ,mungkin perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis nyeri neuropatik. Termasuk diantaranya biopsi kulit, autonomic test, microneurography, neuroimaging fungsional. Hanya saja alat diagnosis seperti ini hanya terdapat di fasilitas kesehatan yang spesifik, di kota besar.

Radiologi test, termasuk konvensional radiografi, CT scan dan MRI, dapat juga digunakan untuk melakukan diagnosis nyeri neuropatik. Biopsi kulit dilakukan untuk mendapatkan antibodi spesifik, yang menunjukkan masalah pada jaringan saraf. Kekurangan dari prosedur biopsi adalah karena harus dilakukan secara invasive, sehingga kebanyakan pasien enggan melakukannya karena takut. Apalagi biayanya lumayan mahal, karena harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah ahli untuk pengambilan jaringan.

Hal lain yang dapat dilakukan dokter adalah dengan memeriksa fungsi otonom, mencakup respon kulit simpatik, dan pengukuran fungsi sudomotor. Belakangan ini, pemeriksaan menggunakan gelombang suara digunakan sebagai pemeriksaan pendukung.  Dengan demikian penanganan penderita menjadi lebih terarah.

Konsep teoritis modern tentang terapi berbasis mekanisme, mengasumsikan bahwa gejala tertentu memprediksi mekanisme tertentu. Pendekatan ini membawa peringatan penting. Namun, penelitian eksperimental klinis menunjukkan bahwa gejala tertentu, mungkin dihasilkan oleh beberapa mekanisme fisiologis tertentu yang sama sekali berbeda, sehingga profil gejala khusus ketimbang gejala tunggal mungkin diperlukan untuk memprediksi mekanisme tersebut. Untuk menerjemahkan gagasan-gagasan ini ke dalam kerangka kerja klinis, penting untuk mengkarakterisasi fenotip somatosensori pasien setepat mungkin.

Pada tahun 2002, sebuah penelitian di Jerman tentang nyeri neuropatik dipublikasikan dengan tujuan membangun database pasien, yang menderita berbagai kondisi nyeri neuropatik dikarakterisasikan secara fenotip. Juga untuk melaksanakan kajian penelitian dan percobaan klinis pada pasien. Quantitative sensory testing (QST), sebuah protokol terstandard telah diperkenalkan, termasuk 13 parameter yang mencakup prosedur pengujian termal serta prosedur pengujian mekanis, untuk analisis fenotip sematosensori. Untuk menilai gejala positif atau negatif pada pasien, dibentuklah database yang sesuai dengan usia dan gender untuk data rujukan QST yang absolut dan relatif, untuk beberapa area tubuh pada subjek manusia sehat.

Saat ini, percobaan multisenter secara nasional terdiri atas profil kepekaan dari 180 subjek manusia sehat, dan lebih dari 1.000 pasien yang menderita berbagai jenis nyeri neuropatik. Untuk analisis genetik, sampel darah dari semua pasien dikumpulkan dan disimpan. Biopsi kulit untuk mengukur kepadatan serat saraf epidermal, diambil dari sub-kelompok pasien.

Pemetaan fenotipik yang tepat dengan QST, merupakan langkah penting dalam menentukan strategi pengobatan berbasis mekanisme untuk nyeri neuropatik di masa depan. Jika gejala berhubungan erat dengan mekanisme, penilaian klinis dari gejala tersebut dapat memberi gambaran, tentang interaksi antara mekanisme berbeda yang beroperasi di setiap individu pasien. Pengetahuan ini dapat mengarah pada sebuah pendekatan terapi poligramatik yang optimal, dengan obat-obatan yang mengatasi kombinasi mekanisme tertentu yang terjadi pada pasien.

Beberapa pendekatan tersebut sangat menarik, dan harus diteliti pada percobaan di masa depan. Pertama, profil QST terstandardisasi harus digunakan untuk mendeteksi fenotip sub-kelompok pada pasien yang menderita nyeri neuropatik, untuk mempelajari lebih lanjut tentang mekanisme patofisiologis. Kedua, fenotip sub-kelompok yang diklasifikasikan secara akurat harus dimasukkan ke dalam bukti dari konsep percobaan. Terakhir, protocol QST yang disederhanakan harus dapat dilakukan pada percobaan multisenter yang lebih besar.

Nyeri Neuropatik