Ethicaldigest

TSH pada Hipogonadisme 1

Terapi sulih hormon (TSH) dalam hal ini testosteron, telah diberikan kepada pria dengan hipogonadisme, selama puluhan tahun. Tujuannya untuk memulihkan kadar testosteron serum ke tingkat eugonadal, mengurangi tanda-tanda dan gejala hipogonadisme. Disfungsi seksual dan libido yang sangat rendah adalah beberapa gejala yang paling mudah reversible, dengan penggunaan terapi testosteron. “Terapi hormonal hanya diberikan, jika memang kadar hormon pasien rendah. Jika tidak, tak perlu diberikan,” ujar Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And dari FK Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

Pedoman konsensus disfungsi ereksi paling baru, menganjurkan untuk mengevaluasi axis HPG dengan melakukan pemeriksaan kadar testosteron, testosteron bioavailabel dan testosteron bebas pada pasien dengan disfungsi seksual dan berisiko, atau dicurigai menderita hipogonadisme. Pedoman ini menetapkan testosteron sebagai terapi lini kedua. Penelitian terbaru menunjukkan, perbaikan jangka pendek yang signifikan dalam fungsi ereksi, serta perbaikan jangka panjang dalam hasrat seksual dan kualitas hidup. Meski demikan, terapi ini memiliki kontraindikasi pada pasien-pasien tertentu.

Formulasi Testosteron

Saat menimbang pilihan pengobatan, penting untuk diingat bahwa tujuan terapi sulih testosteron adalah untuk meningkatkan konsentrasi testosteron dalam darah sampai tingkat normal, dan menyesuaikan pengobatan dengan kebutuhan individual pasien. “Kisaran kadar testosteron normal untuk pria, adalah 300-1000 ng/dl (AACE merekomendasikan 280-800 ng/dl). Biasanya, target terbaik untuk pemberian tosteron adalah mencapai nilai tengah kisaran normal, untuk menghindari puncak suprafisiologis yang berlebihan,” jelasnya.

Injeksi Intramuskuler

Testosteron suntik telah tersedia selama 50 tahun, dan biasanya merupakan pilihan pengobatan termurah. Testosteron ester, testosteron enanthate atau cypionate testosterone, bisa diberikan di klinik atau di rumah oleh pasien atau anggota keluarga. Karakteristik testosteron ester suntik: setelah suntikan, kadar testosteron serum naik sampai kadar suprafisiologis. Setelah itu, secara bertahap menurun sampai kisaran hipogonadisme pada akhir interval dosis.

Beberapa pasien menunjukkan variasi paralel dalam kelembutan payudara, aktivitas seksual, kestabilan emosi (marah atau depresi) dan kesehatan secara umum, ketika kadar testosteron berubah dari waktu ke waktu. Frekuensi suntikan biasanya satu kali setiap 2 minggu. Oskilasi pada kadar testosteron serum, bisa diturunkan dengan meningkatkan frekuensi suntikan menjadi sekali seminggu. Namun, dalam beberapa kasus, untuk mendapatkan konsentrasi testosteron dalam kisaran normal secara kontinyu, perlu penyuntikan dalam frekuensi yang lebih sering dalam dosis kecil. Fluktuasi suasana hati dan fungsi seksual, dapat ditekan dengan memberikan dosis rendah yang dititrasi ke atas.

Formulasi testosteron undecanoate, testosteron ester lainnya, sudah tersedia di Uni Eropa dan negara-negara lain. Ini adalah sediaan yang hanya memerlukan empat suntikan setahun, dan memiliki profil farmakokinetik yang superior dibandingkan formulasi testosteron injeksi lain.

Testosteron tempel

Sediaan ini digunakan pada malam hari, dan memberikan kadar testosteron plasma yang mendekati pola sirkadian normal. Skrotum memiliki kecepatan penyerapan 40 kali lipat lebih tinggi, dibanding lengan bawah. Produk testosteron temple pertama dilekatkan pada skrotum. Cara ini tidak begitu popular, karena skrotum harus dicukur dan kepatuhan tidak begitu baik. Testosteron tempel non-genital digunakan satu kali sehari di malam hari di punggung, perut, paha dan tangan bagian atas.