Ethicaldigest

Penggunaan Statin pada SKA

Mantan penderita sindrom koroner akut memiliki angka kekambuhan yang tinggi. Meski banyak modalitas pengobatan, meliputi obat-obatan yang memodifikasi fungsi platelet dan kaskade koagulasi, penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE), beta-blocker dan prosedur intervensi, pasien SKA memiliki angka insiden kejadian koroner berulang yang tinggi, dibanding mereka dengan penyakit jantung koroner stabil.

Dalam penelitian Paradiso-Hardy dan kawan-kawan, angka rekurensi sangat tinggi dalam 30 hari setelah presentasi akut. Sedangkan dalam penelitian Roger dan kawan-kawan, hampir 20% pria dan 26% wanita meninggal dalam 1 tahun setelah mengalami infark miokard. Berdasar pengamatan ini, diperlukan strategi baru yang menargetkan mekanisme patofisiologis pada SKA.

Saat ini, penggunaan statin di awal perjalanan SKA telah meningkat. Beberapa penelitian, seperti penelitian dari Waters dan Hsue tahun 2001 dan Pepine tahun 2003, menunjukkan ada manfaat positif dari pemberian statin pada penderita SKA.

Dalam beberapa tahun terakhir, data dari penelitian-penelitian observasi dan acak terkontrol mendukung penggunaan statin pada penderita SKA untuk menurunkan kematian dan kejadian kardiovaskular. Karena itu, guideline  American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) menganjurkan penggunaan statin, sebelum pasien dipulangkan dari RS (level of evidence 1A).

Meski demikian, hasil-hasil metaanalisa dari Cochrane collaboration group menimbulkan perdebatan mengenai manfaat pengobatan statin pada penderita SKA. Penelitian Briel dan kawan-kawan, misalnya, tidak menemukan manfaat penurunan endpoin primer (kematian, IM atau stroke), atau endpoin sekunder individual dari awal terapi statin (<14 hari dari onset SKA). Hanya pada angina tidak stabil, pengobatan statin bermanfaat.

Cara kerja statin

Statin bekerja menurunkan kolesterol LDL. Manfaat lainnya, terlepas dari menurunkan kolesterol LDL, adalah pada penderita SKA, yang disebut efek pleiotropik. “Statin punya efek selain menurunkan kolesetrol LDL, yang disebut efek pleiotropik yang dapat memberi manfaat pada kardiovaskular,” ucap dr. Doni Firman, Sp.JP dari RS Jantung Harapan Kita, Jakarta. Penelitian-penelitian pada binatang menunjukkan bahwa statin meningkatkan produksi oksida nitrat dan ketebalan fibrous cap, sebagai akibat akumulasi kolagen, dan menurunkan jumlah sel-sel inflamasi, serta mediator inflamasi pada plak ateroma.

Efek pleiotropik statin yang dapat bermanfaat pada penderita SKA, meliputi kemampuan menurunkan aktivitas metalloproteinase matrix (MMP) pada plak aterosklerosis, interleukin-1, interferon gamma, interleukin-6 dan ligand CD40 larut, jumlah C-reactive protein (CRP), plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan kadar tissue factor (TF) yang menghambat onset dan progresi thrombus intrakoroner [Bustos et al. 1998].

Pada manusia, ada beberapa penelitian menggunakan angiografi mengevaluasi perubahan ketebalan plak dengan terapi statin. Pada penelitian Kawasaki dan kawan-kawan, pengobatan statin menurunkan komponen lipid plak koroner. Penelitian lain oleh Otsuka dan kawan-kawan tahun 2010 menunjukkan, pengobatan jangka panjang dengan statin sebelum onset SKA dengan elevasi ST dapat menurunkan insiden ruptur plak, dibanding tanpa statin.

Penelitian Observasi

Suatu analisa retrospektif Platelet Receptor Inhibition in Ischemic Syndrome Management (PRISM), didisain untuk menguji manfaat statin pada 1616 pasien dengan SKA. Pemberian statin menurunkan risiko kejadian SKA sebesar 51%, dan penghentian pemberian selama rawat inap dihubungkan dengan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular.

Dalam suatu analisa Global Use of Streptokinare or t-PA for Occluded Coronary Arteries (GUSTO IIb) dan penelitian Platelet Glycoprotein IIb/IIIa in Unstable Angina: Receptor Suppression Using Integrilin Therapy (PURSUIT), kematian akibat berbagai sebab pada 3653 pasien yang diberi statin, dibandingkan 17.156 yang tidak diberikan statin. Kelompok yang diberi terapi penurun lipid, memiliki angka kematian yang lebih kecil dalam 30 hari.

Yang terbaru, penelitian Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) melibatkan 20.000 pasien SKA. Penelitian ini membandingkan kelompok yang tidak diberi terapi statin, yang menghentikan terapi statin dan yang mendapat terapi statin. Pada kelompok yang menggunakan terapi statin, risiko IM atau kematian lebih rendah. Penggunaan statin sejak awal masuk rumah sakit sangat bermanfaat, dan pasien yang menghentikan terapi statin memiliki risiko yang lebih rendah, dibanding yang tidak pernah menggunakan statin.

Secara serupa, laporan dari Euro Heart Survey menguji hipotesa bahwa pemberian statin dalam 24 jam masuk rumah sakit dapat memperbaiki outcome. Karena penggunaan statin dalam jangka panjang dapat mempengaruhi efek, 2099 pasien yang sudah menggunakan statin dikeluarkan dari penelitian. Secara keseluruhan, 8197 pasien yang selamat 24 jam pertama dianalisa.

Sejumlah 1426 pasien mendapat terapi statin dalam 24 jam setelah masuk rumah sakit. Kematian akibat berbagai sebab, dalam 7 hari secara signifikan lebih rendah pada kelompok yang mendapat terapi statin lebih dini. Di hari ke 30, terapi statin sejak awal dihubungkan dengan penurunan kematian, meski tidak signifikan secara statistic.

Penelitian klinis acak

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian acak dilakukan untuk melihat manfaat pemberian statin sejak dini, pada pasien SKA. Dalam Myocardial Ischemia Reduction with Aggressive Cholesterol Lowering (MIRACL), 3086 pasien dengan SKA non ST elevasi diacak dalam 4 hari, untuk mendapat atorvastatin 80 mg/hari atau plasebo dan difollow up selama 16 minggu. Endpoin primer, kematian akibat berbagai sebab, IM, henti jantung yang mendapat resusitasi dan iskemi miokardial simptomatik berulang dengan bukti obyektif, yang membutuhkan perawatan terjadi pada 14,8% pasien atorvastatin dan 17,4% pasien plaebo.

Penelitian Pravastatin or Atorvastatin with Aggressive Cholesterol Lowering (PROVE-IT), telah memperluas hasil temuan penelitian MIRACL. Penelitian ini juga menemukan manfaat yang lebih besar dari terapi penurun lipid dengan atorvastatin 80 mg, dibandingkan terapi penurun lipid konvensional dengan pravastatin 40 mg. Total ada 4162 pasien rawat dengan SKA dalam 10 hari terakhir yang diacak mendapat terapi standar atau intensif dan difollow up rata-rata selama 24 bulan.

Endpoin primer terdiri dari kematian, IM, angina tidak stabil yang memerlukan perawatan kembali, stroke dan revaskularisasi (setidaknya 30 hari setelah randomisasi). Kejadian primer adalah 22,4% pada kelompok atorvastatin dan 26,3% pada kelompok pravastatin (HR 0.84, 95% CI 0.74–0.95,p = 0.005). Ini menunjukkan adanya penurunan relative 16% pada kelompok atorvastatin (penurunan risiko absolute, 3.9%; 95% CI 5–26%; p = 0.005). Penurunan kematian juga ditemukan pada kelompok atorvastatin (2,2% versus 3,2%, p = 0.07), dan diantara komponen endpoin primer, ada suatu pola konsisten dari manfaat atorvastatin dosis tinggi, dibanding pravastatin dosis standar.

Yang perlu diperhatikan, manfaat terapi statin didapatkan pada pasien-pasien yang telah mendapat terapi SKA: sekitar 75% pasien ditangani dengan strategi invasive dini, dan mayoritas pasien diobati dengan berbagai macam obat, termasuk terapi antiplatelet, beta bloker dan penghambat ACE.

Perspektif dalam Praktik Klinis

Dosis tinggi

Di antara penelitian besar yang menyelidiki terapi intensif dibanding terapi moderat dengan statis selama SKA, hasil penelitian PROVE-IT perlu mendapat perhatian, karena atorvastatin dosis tinggi dibandingkan dengan pravastatin 40 mg/hari. Manfaat pengobatan statin intensif dibanding dengan terapi standar, konsisten seiring berjalannya waktu pada semua subkelompok, yang meliputi pria dan wanita, dengan atau tanpa diabetes melitus.

Dengan kata lain, hasil dari PROVE-IT mendukung bukti bahwa suatu regimen statin penurun lipid intensif selama SKA memberi perlindungan lebih besar terhadap kematian, atau kejadian kardiovaskular mayor daripada regimen standar. Selain itu, dosis atorvastatin yang lebih tinggi memiliki profil keamanan yang setara dengan pravastatin, dalam dosis yang lebih rendah. Angka henti pengobatan adalah 21,4% pada kelompok pravastatin, dan 22,8% pada kelompok atorvastatin dalam 1 tahun.

Setidaknya, dua metaanalisa penelitian statin dosis tinggi yang mampu menunjukkan manfaatnya pada SKA. Satu metaanalisa oleh Bavry dan kawan-kawan tahun 2007, melihat 7 penelitian klinis yang mengacak pasien SKA menjadi kelompok terapi statin intensif, dan kelompok penurun lipid yang kurang intensif. Pasien yang dilibatkan sebanyak 9553 orang, yang mulai terapi statin dalam 12 hari masuk rumah sakit. Insiden kematian akibat berbagai sebab adalah 3,4% pada kelompok statin intensif, versus 4,6% pada kelompok penuruan lipid yang kurang intensif. Secara serupa, insiden mortalitas kardiovaskular pada kelompok statin intensif versus kelompok penurunan lipid yang kurang intensif, adalah 2,4% versus 3,3% (RR 0.74; 95% CI 0.58–0.93; p = 0.010).

Pengobatan dini statin

Penelitian klinis tidak didisain untuk menunjukkan, kapan manfaat statin mulai terlihat. Meski demikian, HR kumulatif untuk endpoin primer pada penelitian PROVE-IT menurun, dalam jumlah yang sama dari hari 15 sampai 4 bulan. Perbedaannya sangat signifikan di bulan ke 4. Menggunakan gabungan tiga endpoin, berupa kematian, IM dan perawatan ulang karena SKA, perbedaan antara kelompok pengobatan secara statistik signifikan di hari 30 dan menetap selama follow up.

Berdasar pertimbangan ini, Fabio Angeli dan kawan-kawan dalam publikasinya menduga bahwa keterlambatan pemberian statin, adalah salah satu alasan tidak terlihatnya manfaat pemberian statin pada beberapa penelitian. Karena, manfaat efek penurunan non lipid bisa  optimal jika diberikan sangat dini, dalam proses destabilisasi plak.

Angeli dan kawan-kawan melakukan meta analisa, yang dipublikasi tahun 2012. Mereka mengevaluasi dampak prognostic mortalitas 1 bulan dari terapi statin, yang diberikan dalam 72 jam pertama SKA. Ada 10 penelitian yang mereka analisa. Ke 10 penelitian tersebut dibagi menjadi 3 subkelompok berbeda, beradasarkan waktu inisiasi statin: pemberian sangat dini (24 jam) terdiri dari 5 penelitian, pemberian dalam 48 jam terdiri dari 3 penelitian dan pemberian dalam 3 hari pasca onset SKA terdiri dari dua penelitian.

Secara keseluruhan, 4030 pasien diacak mendapat terapi statin, dan 4022 pasien dimasukkan dalam kelompok kontrol (plasebo atau pengobatan standar): 66 dan 83 meninggal akibat berbagai sebab dalam kelompok statin dan kontrol, secara berurutan. Meski pengobatan dengan statin tidak memiliki efek signifikan pada mortalitas (OR 0,80, 95% CI 0,58–1,12; p = 0,194), analisa sub kelompok menunjukkan efek menguntungkan dari terapi statin, ketika diberikan segera mungkin (dalam 1 hari) setelah onset SKA (OR 0,63; 95% CI 0,41–0,99; p = 0,045). Tidak ada efek signifikan yang ditunjukkan statin dalam dua subkelompok lainnya, meski manfaat terapi statin pada kematian akibat berbagai sebab di hari 30 cenderung menurun, bersama lamanya pemberian statin.

Intervensi koroner dan trombosis

Efek pleiotropik statin berpotensi memberikan manfaat klinis, pada pasien yang menjalani coronary intervention (PCI) dengan mencegah kerusakan miokardial pasca procedural dan kejadian kardiovaskular. “Beberapa penelitian melaporkan bahwa pemberian statin sebelum dan setelah PCI, dapat menurunkan infark miokard periprosedural dan meningkatkan harapan hidup,” kata dr. Doni Firman, Sp.JP.

Walter dan kawan-kawan menyelidiki potensi interrelasi antara terapi statin, bukti inflamasi dalam darah, dan risiko berulangnya kejadian koroner pada 388 pasien yang menjalani pemasangan stent koroner. pasien dikelompokkan berdasar kadar CRP median (0,6 mg/dl) dan berdasarkan dilakukannya terapi statin. Berulangnya kejadian terjadi secara signifikan lebih sering pada pasien dengan kadar CRP tinggi tanpa terapi statin. Pada pasien yang menggunakan terapi statin, risiko berulangnya kejadian secara signifikan menurun pada pasien degan kadar CRP tinggi, sampai pada tingkat yang sama dengan pasien dengan kadar CRP di bawah 0,6 mg/dl.

Penelitian Atorvastatin for Reduction of Myocardial Damage During Angioplasty-Acute Coronary Syndromes (ARMYDA-ACS) mengindikasikan, pemberian atorvastatin dalam jangka pendek sebelum PCI dapat memperbaiki outcome pada pasien dengan SKA yang menjalani strategi invasive dini. ARMYDA-RECAPTURE menunjukkan, reloading dengan atorvastatin dosis tinggi memperbaiki outcome klinis pasien yang menjalani terapi statin kronis yang menjalani PCI.

Penelitian ESTABLISH menunjukkan, terapi penurunan lipid agresif sejak dini dengan atorvastatin selama 6 bulan, secara signifikan menurunkan volume plak pada pasien SKA. Persentase perubahan pada volume plak, menunjukkan hubungan positif signifikan dengan persentase penurunan kolesterol LDL, bahkan pada pasien dengan kadar LDl baseline rendah.

“Temuan ini mendukung strategi pemberian rutin atorvastatin dosis tinggi sejak dini sebelum intervensi, bahkan pada pasien yang sebelumnya telah mendapatn terapi statin kronis,” kata dr. Doni.