Ethicaldigest

Penatalaksanaan Abortus2

Hal terpenting dan utama pada penatalaksanaan abortus spontan, adalah dengan memperbaiki keadaan umum pasien. “Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup,” jelas Prof. Endy.

Pemberian antibiotika seperti sterptomisin 500 mg atau antibiotika spektrum luas lainnya sangat dianjurkan. Pada 24 jam sampai 48 jam setelah pemberian antibiotika, lalu terjadi lagi perdarahan dalam jumlah yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Pemberian infus dan antibiotik diteruskan sesuai kebutuhan dan melihat kondisi pasien.

Semua pasien abortus disuntik vaksin tetanus 0,5 CC secara intra muscular. Umumnya setelah tindakan kuretase, pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila terdapat komplikasi seperti perdarahan yang menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri, setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih berat. Sebelum kuretase dilakukan, keluarga terdekat pasien diharapkan sudah menandatangani surat persetujuan tindakan.

Terdapat berbagai metode bedah dan medis, untuk penatalaksanaan abortus spontan. Di antaranya dilakukan dilatasi serviks, diikuti evakuasi uterus yang meliputi kuretase dan aspirasi vakum. Dapat juga dilakukan aspirasi haid, laparotomi yang meliputi histeriotomi dan histerektomi.

Tindakan medis yang dapat dilakukan, meliputi pemberian oksitosin intravena, pemberian cairan hiperosmotik intraamnion (salin 20%, urea 30%), pemberian prostaglandin E2, F2α, dan analognya, pemberian antiprogesteron dalam hal ini mifepriston dan epostan.

Pada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat mungkin, dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri obat-obatan uterotonika dan antibiotika. Pada keadaan abortus kompletus di mana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika.

Untuk abortus tertunda, obat diberikan dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan. Kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan. Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan kepada penderita diberikan tonika dan antibiotika. Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis, lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeten, terapinya adalah operatif yaitu operasi Shirodkar atau McDonald.

Aborsi bedah sebelum 14 minggu dilakukan, mula-mula dengan membuka serviks. Kemudian mengeluarkan kehamilan dengan cara mekanis mengeluarkan isi uterus (kuretase tajam), dengan aspirasi vakum (kuretase isap) atau keduanya. Setelah 16 minggu, dilakukan dilatasi dan evakuasi. Tindakan ini berupa pembukaan serviks secara lebar, diikuti dekstruksi mekanis dan evakuasi bagian janin. Setelah janin dikeluarkan secara lengkap, digunakan kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan plasenta dan jaringan yang tersisa.

Batang laminaria sering digunakan untuk membantu membuka serviks, sebelum aborsi bedah. Alat ini menarik air dari jaringan serviks, sehingga serviks melunak dan membuka. Dilator higroskopik sintetik juga dapat digunakan. Trauma akibat dilatasi mekanis dapat diperkecil, menggunakan dilator higroskopik.

Penatalaksanaan Abortus