Ethicaldigest

Hiperglikemia Postprandial vs Puasa

Berbagai bukti menunjukkan bahwa hiperglikemia puasa dan postprandial, penting dalam terjadinya komplikasi kardiovaskular penderita diabetes. Bahkan, menurut Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji Sp.PD-KEMD, “Hiperglikemia adalah faktor risiko utama terjadinya komplikasi kardiovaskular pada penderita diabetes, selain dislipidemia, hipertensi, obesitas dan merokok.”

Penelitian DECODE memperlihatkan, hiperglikemia puasa dan post prandial berkontribusi pada peningkatan risiko berkembangnya infark miokard. “Meski demikian, risiko hiperglikemia postprandial lebih tinggi dibandingkan hiperglikemia puasa,” ucap Prof. Sarwono. Penelitian DECODE menunjukkan bahwa hiperglikemia post prandial, berhubungan dengan peningkatan risiko kematian, sementara hiperglikemia puasa tidak.

NIDDM policy group dalam penelitian mengenai insiden infark miokard dan mortalitas pada pasien diabetes, menunjukkan bahwa semua faktor risiko (tekanan darah, trigliserida, hiperglikemia puasa dan post prandial) berhubungan dengan peningkatan risiko infark miokard. Tapi, untuk kematian kardiovaskular hanya tekanan darah, trigliserida dan hiperglikemia post prandial yang memiliki hubungan konsisten.

Honolulu Heart Program—Post Challenge Glucose Level and CHD Risk juga menunjukkan, makin tinggi glukosa darah 1 jam setelah makan (post challenge blod glucose), makin tinggi tinggi kejadian koroner. Menurut Prof. Sarwono, ini mendukung bukti bahwa hiperglikemia post prandial lebih penting dalam terjadinya penyakit kardiovaskular.

Woerle HJ dan kawan-kawan mempelajari dampak glikemia puasa dan postprandial pada kendali glikemia secara keseluruhan, pada pasien diabetes tipe 2. Mereka menunjukkan pentingnya glikemia postprandial, untuk mencapai HbA1c target. Pada kondisi hiperglikemia puasa dan postprandial, kontribusi hiperglikemia puasa meningkat tajam (60%), dibanding hiperglikemia postprandial (40%). Meski demikian, pada pederita diabetes yang terkontrol baik, kontribusi relative hiperglikemia postprandial lebih dominan (80-90%).

Bukti-bukti terbaru menunjukkan, hampir 2 dari 3 pasien dengan penyakit kardiovaskular simptomatik memiliki homeostasis glukosa yang tidak normal. Pasien-pasien ini sering tidak terdeteksi hanya berdasarkan pemerikaan gula darah puasa, tetapi oleh peningkatan gula darah setelah makan atau saat dilakukan uji toleransi glukosa oral.

Hiperglikemia setelah makan sering terjadi, bahkan pada orang dengan kontrol glukosa yang baik, dinilai dengan hemoglobin A1c (HbA1c) dan kadar glukosa darah puasa. Berbagai penelitian populasi memperlihatkan bahwa kadar glukosa darah puasa sebesar 90 mg/dl, dapat dihubungkan dengan kadar glukosa 2 jam setelah makan >200 mg/dl.

Di awal diabetes tipe 2, bahkan saat glukosa puasa dan HbA1c berada dalam kisaran normal, hiperglikemia postprandial menyebabkan komplikasi makrovaskular. Seperti infark miokard dan stroke, serta komplikasi mikrovaskular. Penelitian juga menunjukkan bahwa gangguan toleransi glukosa saja, dapat memicu progresi aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular.

Patofisiologis hiperglikemia postprandial ditandai oleh puncak-puncak kadar gula darah, yang menginduksi stress oksidatif. Bersama dengan advanced glycation end products (AGEs) larut dan produk peroksidasi lipid, stress oksidatif bekerja sebagai aktivator kunci upstream kinases, yang mengarah pada disfungsi endotel dan ekspresi gen inflamasi.