Ethicaldigest

Faktor Penyebab Insomnia 2

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia, di antaranya adalah rasa nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. Secara garis besar, faktor-faktor penyebab insomnia yaitu:

  1. Stres atau kecemasan. Didera kegelisahan yang dalam juga dapat menyebabkan insomnia. Umumnya karena memikirkan masalah yang sedang dihadapi, bisa karena pekerjaan atau masalah dalam keluarga.
  2. Depresi. Selain menyebabkan insomnia, depresi juga bisa menimbulkan keinginan untuk tidur terus sepanjang waktu, karena ingin melepaskan diri dari masalah yang dihadapi. Depresi bisa menyebabkan insomnia, sebaliknya insomnia bisa menyebabkan depresi.
  3. Penyakit kronis. Kelainan tidur (seperti tidur apnea), diabetes, sakit ginjal, artritis, atau penyakit kronik lain seringkali menyebabkan kesulitan tidur.
  4. Efek samping pengobatan. Pengobatan untuk suatu penyakit, juga dapat menjadi penyebab insomnia.
  5. Pola makan yang buruk. Mengonsumsi makanan berat saat sebelum tidur, bisa menyulitkan untuk tertidur.
  6. Kafein, nikotin dan alkohol. Kafein dan nikotin adalah zat stimulan. Alkohol dapat mengacaukan pola tidur.

Penyebab lainnya dari insomnia berkaitan dengan kondisi-kondisi spesifik, seperti: usia lanjut (insomnia lebih sering terjadi pada orang berusia diatas 60 tahun), wanita hamil, riwayat depresi. Insomnia kronis lebih kompleks dan seringkali diakibatkan faktor gabungan, termasuk yang mendasari fisik atau penyakit mental. Insomnia kronis dapat disebabkan faktor perilaku, termasuk penyalahunaan kafein, alkohol, atau obat-obat berbahaya lainnya.

Penatalaksanaan Umum pada Insomnia

Dokter Andri menyarankan untuk melatih kebiasaan tidur yang baik. Pertahankan waktu tidur yang teratur, gunakan kamar tidur hanya untuk tidur. Jaga agar ruangan gelap, tenang, dan dingin/sejuk. Kembangkan ritual tidur sekitar satu jam sebelum tidur. Bangun pada waktu yang sama setiap pagi. Olahraga teratur pada pagi hari, dan jangan dilakukan setelah makan malam. Hindari aktivitas mental yang terlampau bersemangat saat menjelang tidur malam.

Lakukan psikoterapi jika diperlukan. Cobalah teknik relaksasi: relaksasi progresif, biofeedback, self-hypnosis atau meditasi. Penggunaan sedatif-hipnotik hanya untuk waktu yang terbatas. Sebagian besar obat hipnotik, menjadi tidak efektif lagi setelah 2 minggu.

Upaya berikut ini mungkin dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia pada pasien, di antaranya mengkonsumsi makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju atau susu. Tripofan merupakan suatu asam amino dari protein yang mudah dicerna, dapat membantu agar mudah tidur. Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama. Hindari tidur di siang atau sore hari. Usahakan untuk tidur hanya apabila merasa sudah benar-benar mengantuk dan tidak pada waktu kesadaran masih penuh. Hindari kegiatan-kegiatan yang dapat membangkitkan minat sebelum tidur.

Hal lain yang kadang dilupakan oleh dokter adalah, memberi edukasi kepada pasien tentang bagaimana sleep hygiene yang baik. Seperti, beritahukan kepada pasien bahwa di tempat tidur tidak boleh melakukan kegiatan selain tidur. Disarankan juga, 1 jam sebelum tidur melepaskan semua gadget.

Menurut dokter Andri, selama ini banyak dokter dalam memberi terapi kepada pasien insomnia, tidak menggunakan obat yang tepat. Badan Penggawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) sampai saat ini hanya merekomendasikan 3 obat untuk kasus insomnia yaitu Zolpidem, Estazolam dan Ramelteon.

Yang ada di indonesia hanya Zolpidem dan Estazolam. Untuk saat ini, banyak dokter di sejumlah negara yang lebih merekomendasikan penggunaan Esilgan®. “Obat ini selain mampu menginisiasi tidur, juga bisa mempertahankan tidur penderita insomnia,” jelasnya. Sementara obat yang hanya menginisiasi tidur pasien, meski sudah mengkonsumsi obat tersebut, 2-3 jam setelahnya ada kemungkinan terbangun lagi. “Dengan Estazolam, masalah itu tidak terjadi,” jelasnya.

Sayangnya 9 dari 10 dokter, jika menghadapi pasien dengan gangguan tidur, umumnya  memberikan Alprazolam. Padahal di guideline, Alprazolam tidak pernah direkomendasikan untuk obat anti insomnia. “Obat ini hanya direkomendasikan sebagai obat anti cemas atau gangguan panik,” jelas dr. Andri.