Ethicaldigest

Angioplasty, Lebih Baik 2

Angioplasty primer VS primary stent

Meski angioplasty primer lebih baik dari terapi trombolitik, masih memiliki kekurangan seperti disebut di atas berupa kejadian reoklusi dan restenosis, sehingga pasien terkadang harus melakukan tindakan angioplasty ulang. Untungnya, dalam beberapa tahun terakhir, pemasangan stent terbukti dapat mengurangi kejadian restenosis pada pasien.

Studi permulaan menunjukkan, pemasangan stent pada infark ternyata memberikan hasil yang lebih baik dari procedure angioplasty. Dari sini, penelitian kemudian dilanjutkan dengan penyelidikan secara acak dan membandingkan antara penggunaan stent dengan angioplasty, pada kasus infark jantung akut.

Sebuah metaanalisis yang dibuat tahun 2005, setidaknya melibatkan 4433 pasien infark jantung akut. Penelitain ini membandingkan penggunaan stent dengan angioplasty. Hasilnya, pemasangan stent secara bermakna dapat mengurangi kejadian reinfark dengan odds ratio (OR) mencapai 0,52, 95% Cl 0,31 – 0,87 pada 30 hari, dan OR 0,67, 95% Cl 0,45 – 0,98 pada satu tahun, dengan target vessel revascularization (TVR) 0,45, 95% Cl 0,34 – 0,60 pada 30 hari dan OR 0,47, 95% Cl 0,38 – 0.57 setelah 1 tahun.

Sebuah penelitian di Belanda juga menyelidiki manfaat primary stent, dibandingkan dengan angioplasty primer pada 227 pasien dengan infark jantung akut. Hasilnya menunjukkan, tindakan primary stent pada infark jantung akut aman dan efektif mengurangi kejadian reinfark pada pasien dengan nilai TVR yang lebih baik, di bandingkan angioplasty primer. Angioplasty lebih dipilih jika terdapat kontraindikasi terhadap clopidogrel, adanya left main disease atau multi vessel disease.

Direct stent

Direct stent merupakan procedure pemasangan stent tanpa predilatasi dengan balon lebih dulu. Keuntungan direct stent adalah mampu mengurangi waktu tindakan, mengurangi radiasi dan biaya yang harus dikeluarkan pasien. Dan pada pasien infark akut, direct stent dapat mengurangi embolisasi ke bagian distal, mengurangi kejadian no flow, serta memperbaiki perfusi ke bagian distal.

Efektifitas direct stent diperlihatkan oleh Loubeyre dan kawan-kawan pada 206 pasien dengan infark akut, yang mendapat direct stent. Walau pun aliran Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) grade 3 dicapai dengan kedua cara pemasangan stent, flow lebih rendah pada direct stent yaitu 12% berbanding 27%, dan segment ST yang membaik juga lebih besar yaitu 80% berbanding 62%.

Antoniucci juga mendapatkan hasil penelitian yang sama. Penelitian tersebut dilakukan pada 423 pasien dengan infark akut. Ternyata, kejadian no reflow jauh lebih sedikit dengan direct stent, yaitu 5,5% berbanding 12%. Mortalitas dalam satu bulan juga lebih rendah, yaitu 1% berbanding 8%.

Drug Eluting Stent

Drug eluting stent (DES) merupakan stent berlapis obat, yang dapat mencegah terjadinya restenosis. Dalam beberapa penelitian, DES sudah terbukti dapat mengurangi restenosis dan TVR. Studi RAVEL menunjukan, restenosis dapat dikurangi sampai 0%. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Lemos, DES dapat mengurangi TVR pada kasus infark yaitu 1,1% berbanding 8,2%, selama pemantauan 300 hari dan thrombosis tidak bertambah dengan procedure ini.

STRATEGY trial adalah penelitian yang membandingkan penggunaan Srolimus stent dengan Tirofiban dan Bare Metal Stent dengan GP IIb/IIIa inhibitor. Hasilnya menunjukkan, pada bulan ke-8 stent sirolimus mampu mengurangi restsnosis mencapai 9% berbanding 36%, dan TVR 7% berbanding 20%. Juga tidak terjadi kondisi subakut atau late thrombosi, dengan penggunaan Sirolimus mau pun Tirofiban. Penggunaan DES dilaporkan menurunkan kejadian restenosis 12 bulan, dibandingkan dengan hanya menggunakan Bare Metal stent (BMS).

Sebuah studi yang dilakukan secara acak, membandingkan antara pasien yang mendapat Paclitaxel eluting stent (PES) dengan BMS pada IKPP. Hasilnya, didapatkan pasien dengan PES secara signifikan lebih sedikit kejadian revaskularisasi ulang. Dengan angka kematian dan kejadian thrombosis selama 1 tahun sama pada kedua kelompok.

Terapi tambahan

Terapi tambahan diberikan pada waktu tindakan PCI primer, terdiri dari obat antiplatelet dan antitrombolitik untuk mengurangi komplikasi akibat terbentuknya thrombus. Berdasarkan consensus antara ACC (American College of cardiology) dan AHA (American Heart Association) task force tahun 2004, dan the seventh American College of Chest Physician (ACCP) mengenai terapi anti trombolitik, aspirin diberikan sesegera mungkin bila ada keluhan yang mencurigakan adanya infark jantung akut. Dimulai dengan dosis 162-325 mg aspirin (uncoated). Tablet pertama dikunyah untuk mencapai kadar yang cukup dalam darah.

Clopidogrel diberikan pada semua pasien yang akan dilakukan angioplasty, dosis 300 mg harus diberikan 6 jam sebelumnya, dilanjutkan dengan dosis 75 mg/hari. Dengan dosis 600 mg diharapkan efek antiplatelet yang maksimal sudah dicapai dalam waktu 2-3 jam.

GLP IIb/IIIa inhibitor dianjurkan pada infark jantung akut, yang akan dilakukan angioplasty primer, terutama yang dengan risiko tinggi. Tujuannya untuk memperbaiki reperfusi dan menurunkan berulangnya infark, serta mengurangi mortalitas jangka panjang.

Pada pasien yang akan dilakukan angioplasty primer, diberikan heparin secara intravena atau intera arterial sebesar 5000 – 10.000 unit untuk mencegah thrombosis. Selama procedure dianjurkan ACT (activated clotting time) sebesar 250 – 350 detik, dan bila akan diberi GP IIb/IIIa inhibitor dosis heparin harus dikurangi dengan target ACT hanya 200 – 250 detik. Penyekat beta dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark jantung akut. Penyekat beta bermanfaat untuk pasien yang dilakukan angioplasty primer, dan dianjurkan diberikan sebelum dilakukan tindakan. Studi CADILLAC menunjukkan, pasien yang mendapat penyekat beta mortalitasnya akan lebih rendah, yaitu 1,5% berbanding 2,8%. Penurunan mortalitas terutama akan lebih tampak terjadi pada pasien yang sebelumnya tidak mendapat terapi penyekat beta.

Angioplasty, Lebih Baik