Ethicaldigest

Bukan Hanya Kesemutan

Mendengar neuropati diabetik, hal pertama yang terlintas di benak kita adalah neuropati perifer. Padahal, lebih dari itu, ada keluarga besar gangguan neurologi di belakang neuropati diabetik, yang bisa tidak disadari oleh penderita. Tidak jarang, kasus neuropati diabetik terlewatkan. Meski pasien telah mengungkapkan, terkadang dapat dianggap sebagai komorbid atau penyakit terpisah dari diabetes yang dimiliki pasien.

Menurut Sekjen PERKENI dr. Em Yunir, SpPD, KEMD, lebih dari separuh diabetisi akan mengalami kerusakan saraf di seluruh tubuh. Meski demikian, gejala tidak dirasakan dalam waktu lama karena proses yang berlangsung lambat. Gejala yang paling sering dijumpai adalah rasa nyeri, kesemutan, kebas, atau geli pada tangan, lengan, kaki, dan tungkai. Sisanya dapat menimbulkan gangguan persarafan pada saluran cerna, jantung, kelamin, dan organ lain di seluruh tubuh.

Gangguan ini dapat sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Selain itu, komplikasi sekunder dari neuropati (jatuh, ulkus, aritmia jantung, ileus) dapat sangat berbahaya dan menyebabkan fraktur, amputasi, bahkan sampai kematian pada penderita diabetes.

“Neuropati dapat timbul kapan saja, dengan risiko meningkat seiring usia dan lamanya seseorang menderita diabetes. Mereka yang paling rentan mengalami neuropati adalah yang telah menderita diabetes selama lebih dari 25 tahun,” jelasnya. Neuropati juga sering dijumpai pada mereka yang memiliki kontrol gula kurang baik, dislipidemia, serta berat badan berlebih (overweight).

Pada tiap orang, proses dan penyebab terjadnya neuropati diabetik dapat berbeda. Meski demikian, pada dasarnya kerusakan saraf terjadi akibat kombinasi dari beberapa faktor, yaitu faktor metabolik (dari diabetesnya), faktor neurovaskuler yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah, faktor autoimun yang menyebabkan inflamasi pada saraf, cedera mekanis pada saraf, faktor keturunan, serta faktor gaya hidup yang tidak sehat.

Pengaruhi persarafan di seluruh tubuh

Selain neuropati perifer, neuropati diabetik dapat mengenai persarafan otonom dengan gejala berupa mual, kembung, gangguan berkemih, disfungsi seksual, sampai gangguan berkeringat. Neuropati juga dapat mengenai persarafan di jantung dan mempengaruhi tekanan darah, atau di retina dan mengakibatkan kebutaan. Lebih jauh, gangguan saraf otonom dapat menyebabkan hilangnya gejala-gejala hipoglikemia, sehingga respon tubuh untuk mengembalikan glukosa darah ke normal terganggu.

Gangguan pada nervus vagus dapat menyebabkan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba setelah duduk atau berdiri, sehingga pasien dapat merasa limbung atau seperti akan pingsan. Detak jantung dapat terus menerus cepat, tanpa menyesuaikan dengan aktivitas fisik dan fungsi tubuh yang normal. Pada saluran cerna, umumnya dapat terjadi konstipasi, diare dan gastroparesis. Gastroparesis ditandai dengan gejala mual, muntah, kembung, dan hilangnya nafsu makan. Glukosa darah juga dapat naik turun tidak terkendali, akibat gangguan penyerapan di usus.

Inkontinensia urin tidak jarang terjadi akibat neuropati diabetik. Sebaliknya, pengosongan kandung kemih dapat tidak sempurna sehingga mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih. Respon seksual dapat menurun perlahan dan menimbulkan disfungsi seksual.

Neuropati yang terjadi secara fokal, dapat mengakibatkan kelemahan tiba-tiba pada satu atau sekelompok serabut saraf, dengan gejala berupa nyeri atau kelemahan otot secara tiba-tiba. Mata bisa sulit fokus, penglihatan ganda, atau timbul nyeri pada belakang mata. Bell’s palsy juga dapat dilatarbelakangi oleh neuropati diabetes.