Ethicaldigest
liputan tips dan trik pengobatan tiroid

Tips Trik Pengobatan Penyakit Tiroid

Sekitar dua pertiga wilayah Indonesia, terdiri dari lautan. Di negara kita yang merupakan penghasil garam, semestinya tidak ada tang berpenyakit gondok atau tiroid. “Itu yang saya pikirkan, ketika sekolah di Jerman,” kata dr. Med. Benny Santosa Sp.PD-KEMD. Ternyata, kasus gondok di Indonesia sangat banyak. Sekitar 75% kasus endokrin di Indonesia, terkait dengan diabetes. Sisanya, adalah kasus tiroid.

Dari bentuknya, penyakit tiroid terbagi dua,  difuse dan nodular. Dari segi fungsi, terbagi menjadi hipotiroid, hipertiroid dan normal. “Sedangkan, dari segi patologi terbagi menjadi benign dan malignan,” terang dr. Benny dalam simposium ilmiah bertajuk “Is There Something New Within Endocrine Related Disease,” di RS Gading Pluit, Kelapa Gading, Jakarta, 26 Oktober 2019.

Disampaikan dr. Benny, sebagian besar penyebab penyakit tiroid adalah nodul ringan ( 95%), mencakup hiperplastik nodul (85%), adenomas (15%) dan kista (<1%). Sedangkan 5% lainnya adalah karsinoma, seperti karsinoma papilarry, karsinoma sel folicular dan hurtle, karsinoma medullary dan anaplastik.

Ada beberapa macam modalitas pengobatan untuk gangguan tiroid. Pada hipotiroid, terapinya menggunaan tiroid sintetis, seperti levotiroksin. Sedangkan untuk hipertiroid, terapinya dengan obat anti tiroid,  radioaktif iodin dan operasi.

Pada beberapa kondisi, penggunaan obat tiroid lebih dianjurkan. Yaitu pada wanita hamil, mereka dengan active Grave’ Ophthalmopathy (GO) dan pasien yang memiliki kemungkinan besar mengalami remisi, yaitu berjenis kelamin wanita, penyakit jinak, gondok berukuran kecil dan Trab negatif atau titer rendah.  

Pada kondisi-kondisi lain, operasi lebih dianjurkan dibanding modalitas pengobatan lain. Yaitu mereka dengan GO aktif, pasien dengan paralisis periodik, terkonfirmasi atau terduga mengalami malignansi tiroid, memiliki satu atau lebih nodul berukuran besar dan mengalami hiperparatiroid primer sebelumnya yang butuh operasi.

Radioaktif iodin sendiri lebih dianjurkan bagi pasien-pasien komorbid dengan risiko operasi yang tinggi dan/atau harapan hidup yang pendek, punya penyakit hati dan berisiko mengalami efek samping terhadap obat anti tiroid. Modalitas ini juga lebih dianjurkan pada pasien yang sebelumnya pernah menjalani operasi di leher atau iradiasi eksternal, pasien dengan  paralsis periodik dan pasien dengan hipertesi paru kanan atau gagal jantung kongestif, dan tidak memiliki akses dokter bedah.

Terapi obat untuk mengatasi hipotiroidisme adalah terapi pengganti hormon, dengan Levotiroksin atau Liotironin. Sedangkan pada hipertioroid adalah obat anti-tiroid, seperti thionamide, radioiodine dan/atau pembedahan. Obat anti tiroid yang saat ini digunakan adalah thionamide (Methimazole, Propylthiouracil, Carbimazole). Obat ini menghambat pembentukan hormon tiroid dengan, cara menghambat enzim tiroid peroksidase sehingga mencegah penggabungan iodium ke residu tirosin dari tiroglobulin.

Berdasar panduan pengobatan, ada beberapa langkah pemberian dan monitoring terapi. Pertama, dosis MMI awal bergantung pada kadar Ft4 baseline, gejala, ukuran kelenjar dan TT3. Kedua, setelah 2 – 6 minggu setelah pemberian dilakukan pemeriksaan kadar Ft4 dan TT3 serum, bergantung pada tingkat keparahan tirotoksikosis. Ketiga, jika kadar tiroid menjadi normal , turunkan kadar dosis MMI 30-50%. Ulangi pemeriksaan Ft4 dan TT3, dalam 4 – 6 minggu. Ulangi langkah tiga, hingga tercapai eutiroid dan dosis minimal. Lakukan evaluasi klinis dan laboratorium  setiap 2-3 bulan. JIka pasien membutuhkan MMI jangka panjang (>18 bulan), lakukan pemeriksaan klinis dan laboratorium setiap 6 bulan.

Untuk pemberian levotiroksin, ada faktor-faktor yang menentukan dosis, yaitu berat badan pasien, lean body mass,  status kehamilan, usia, etiologi dan tingginya kadar TSH. Pada orang dewasa sehat, levotiroksin diberikan dosis penuh. Sedangkan pada orang berusia lanjut, dosisnya dikurangi 20-25% per kilogram berat badan. Sementara wanita membutuhkan dosis yang lebih tinggi.

Dosis penuh levotoroksin rata-rata sekitara 1,6 mikrogram/kg berat badan perhari. Jika target TSH belum tercapai, dosis dapat ditingkatkan sampai 4.0 mikrogram/kg berat badan perhari. Ada kondisi-kondisi tertentu yang meningkatkan kebutuhan dosis levotiroksin,  antara lain gastritis karena H. pylori, gastritis atropik dan penyakit celiac.