Ethicaldigest

Evaluasi Dispepsia

Dispepsia adalah suatu kumpulan gejala. Meski bukti-bukti penting penyebab gejala bisa didapatkan dari riwayat kesehatan dan pemeriksaan, pola gejala saja tidak bisa membedakan dispepsia yang disebabkan masalah organik dari fungsional. Pada 50-60% kasus, tidak ditemukan penyebab dan pasien disebut mengalami dispepsia fungsional atau non ulkus.

Endoskopi gastrointestinal bagian atas adalah pemeriksaan diagnostik yang paling sering dilakukan pada penderita dispepsia. Pemeriksaan ini direkomendasikan American College of Phisician and American Gastroenterological Association, dalam mengevaluasi pasien dengan gejala-gejala “red flag” (pendarahan, anemia, penurunan berat badan, disfagia, cepat kenyang). Atau pasien refraktori terhadap, atau kambuh setelah, terapi empiris dengan terapi penekan asam.

Endoskopi saluran cerna bagian atas dapat mengidentifikasi 33-80% pasien dyspepsia, dengan penyebab organic. Sebagian besar berupa GERD dan ulkus peptic. Karena sejumlah besar pasien dispepsia mengalami ulkus paptikum bisa disembuhkan dengan terapi eradikasi H.Pylori, strategi menguji penderita dispepsia yang belum diketahui penyebabnya dengan terapi ini, menjadi cara diagnosis yang populer.

Terapi empiris dengan agen antisekresi, terutama proton pump inhibitor, diharapkan dapat memperbaiki pasien dispepsia dengan GERD dan penyakit ulkus peptikum. Selain itu, ada pendapat bahwa pasien dengan dispepsia fungsional menyerupai ulkus akan membaik dengan penekan asam. Saat ini telah dikembangkan bebagai modalitas diagnostic baru, untuk menyelidiki lebih jauh gejala dispepsia. Di antaranya adalah:

  • Skan Pengosongan Lambung. Skan pengosongan gastric fase solid tertunda pada 30- 50% pasien dengan dispepsia nonulkus. Bagimana pun, gejala-gejala yang dialami tidak berhubungan dengan tingkat terlambatnya pengosongan lambung. Selain itu, usaha untuk memperbaiki gejala dispepsia dengan menggunakan agen prokinetik mendapatkan hasil yang buruk.
  • Ultrasonografi. Ultrasonografi berguna menegakkan ukuran usus proksimal. Gilja dan kawan-kawan menemukan, setelah makan sop, pasien dengan dispepsia fungsional secara signifikan lebih simptomatik daripada subyek kontrol. Selain itu, usus proksimal lebih kecil pada subyek dispepsia daripada subyek kontrol. Hasil ini mendukung teori bahwa pasien dengan dispepsia fungsional, bisa mengalami akomodasi abnormal.
  • Ultrasonografi endoskopi. Dibandingkan dengan endoskopi dan ultrasonografi transabdominal, endoskopi ultrasonografi kurang sensitif dibanding endoskopi. Tetapi lebih sensitif dibanding ultrasonografi transabdominal.
  • Elektrogastrofi. Salah satu penyebab dispepsia adalah abnormalitas aktivitas mioelektrik gastric. Disaritmia listrik telah dihubungkan dengan tertundanya pengosongan gastrik, mual dan muntah. Serupa dengan elektrokardiografi, elektrogastrofi adalah teknik noninvasif yang merekam aktivitas mioelektrik gastric dari permukaan abdominal pada dinding abdominal. Sejumlah penelitian melaporkan, disaritmia gastrik lebih banyak terjadi pada pasien dengan dispepsia fungsional daripada sukarelawan sehat.
  • Barostat Gastrik. Barostat adalah alat yang digunakan untuk mengukur fisiologi gastric in vivo, tanpa menginterferensi fungsi gastrik. Pemeriksaan menggunakan barostat menunjukkan, beberapa pasien dengan dispepsia fungsional lebih sedikit mengalami relaksasi usus proksimal setelah uji makan daripada sukarelawan sehat. Selain itu, pasien-pasien ini cenderung lebih mengeluhkan mual, kembung, cepat kenyang, dan nyeri abdomen saat distensi gastric daripada sukarelawan sehat.
  • Uji minum. Berbagai uji minum telah dikembangkan, menggunakan air biasa atau minuman nutrisi yang dikonsumsi dalam waktu yang ditentukan. Jumlah cairan yang dicerna dinilai, dan gejala mual, nyeri, kembung, dan rasa penuh dicatat. Beberapa penelitian menunjukkan, pasien dispepsia fungsional mengalami rasa penuh dalam volume yang lebih rendah dan mengalami lebih banyak gejala daripada subyek kontrol sehat.
  • Pencitraan Single Photon Emission Computed Tomography. Pencitraan ini adalah teknologi yang relatif baru, yang dapat mengukur jaringan atau organ berbeda setelah menggunakan bahan radioaktif (misalnya 99mTc-pertechnetate). Bahan tersebut diserap mukosa gastric, sehingga membantu memperkirakan volume gastric. Cara ini memiliki hasil yang sama baiknya, dengan pengukuran volume intragastrik dengan barostat.
  • Manometri antroduodenal. Pada 1985, Malagelada dan Stangehellini melaporkan 104 pasien dengan dispepsia fungsional yang menjalani manometri antroduodenal. Sejumlah kasus dengan motilitas abnormal ditemukan, dengan temuan paling banyak berupa hipomotilitas antral. Sayangnya, tidak ditemukan pola dismotilitas yang spesifik untuk dispepsia dan tidak ada hubungan motilitas abnormal, dengan gejala-gejala yang dialami pasien. 

Patofisiologi Dispepsia