Ethicaldigest

Ini Sebabnya Kenapa Penyintas COVID-19 Tetap Perlu Divaksinasi

Program vaksinasi COVID-19 telah dilakukan di beberapa negara, Indonesia akan memulainya pada 13 Januari 2021 dengan menyasar kelompok umur antara 18-59 tahun. Program vaksinasi ini menimbulkan pertanyaan bagi para penyintas COVID-19: haruskah mereka ikut divaksin?

Menurut the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) – komite independen yang juga memberikan saran untuk CDC – menyatakan infeksi COVID-19 sebelumnya seharusnya tidak menghalangi seseorang untuk mendapatkan vaksin.

Dalam presentasinya di depan CDC pada 12 Desember 2020 komite tersebut mencatat bahwa dari uji klinis menunjukkan bahwa vaksinasi “aman dan mungkin manjur” untuk para penyintas COVID-19 dengan atau tanpa gejala.

Bukankah penyintas sudah memiliki imunitas terhadap virus corona?

Tidak selalu. Mengutip Health.com, Stephen Russell, MD, PhD, CEO dan co-founder Imanis Life Sciences di AS, menjelaskan kadar antibodi atau imunitas bisa sangat beragam pada mereka yang sembuh.

“Kadar antibodi penetral yang tinggi menawarkan perlindungan yang lebih baik untuk infeksi baru,” jelas dr. Russell. “Gejala infeksi yang lebih parah sering kali menyebabkan tingkat antibodi yang lebih tinggi, sementara infeksi ringan hanya memicu antibodi yang lebih rendah atau tidak terukur.”

Dengan kata lain, jika Anda adalah penyintas COVID-19 tanpa gejala atau bergejala ringan, sistem imun Anda mungkin belum mampu membentuk antibodi yang cukup. Pada sebuah anomali, hal yang sama mungkin bisa terjadi pada mereka dengan infeksi parah.

Studi yang diterbitkan di Frontiers in Immunology pada Mei 2020 menemukan bahwa infeksi COVID-19 begitu hebat pada pasien yang dirawat di rumah sakit menyebabkan respons kekebalan mereka ‘kelelahan’. Sehingga memori sistem imun terhadap virus SARS-CoV-2 tidak terbentuk secara memadai.

Lebih banyak bukti penelitian diperlukan untuk menentukan risiko infeksi ulang pada penyintas COVID-19, serta berapa lama kekebalan pelindung mereka bertahan.

Dr. Russell menambahkan bahwa perlindungan dan kekebalan terhadap COVID-19 dapat melemah dan akhirnya hilang seiring waktu. “Penurunan signifikan antibodi terlihat bahkan dalam beberapa bulan pertama setelah sembuh,” katanya.

Ini menunjukkan bahwa vaksinasi dapat bermanfaat, terlepas apakah Anda adalah penyitas dari COVID-19 ringan atau parah.

Ketika penyintas COVID-19 mendapatkan vaksinasi, kekebalan mereka secara efektif meningkat, yang berarti mereka diharapkan terlindungi lebih lama. Dan bahkan setelah orang divaksinasi, mereka mungkin membutuhkan dosis penguat tambahan untuk menjaga kekebalan mereka.

“Diskusi sedang berlangsung mengenai kemungkinan kebutuhan individu berisiko tinggi untuk menerima vaksinasi booster (penguat) setiap enam atau 12 bulan, tetapi lebih banyak data diperlukan sebelum kami memiliki kejelasan tentang pertanyaan ini,” terang dr. Russell.

Bagaimana jika kita positif COVID-19 saat mendapat vaksinasi?

Para ahli menyatakan – demikian juga yang disyaratkan oleh Kementerian Kesehatan RI – bahwa mereka yang mendapatkan vaksin haruslah negatif COVID-19.

Rekomendasi ACIP menyatakan vaksinasi harus ditunda sampai seseorang sembuh dari infeksi akut (jika memiliki gejala), dan ia telah menyelesaikan masa isolasi. Bagi kebanyakan orang, itu adalah 10 hari setelah munculnya gejala, dan tidak ada demam selama setidaknya 24 jam.

ACIP juga mencatat bahwa bukti saat ini menunjukkan bila infeksi ulang COVID-19 jarang terjadi dalam 90 hari setelah infeksi awal, sehingga mereka dengan infeksi akut yang terdeteksi dalam 90 hari sebelumnya dapat menunda vaksinasi hingga akhir periode ini. (jie)

Gambar: DoroT Schenk from Pixabay