Ethicaldigest

Manfaat Antioksidan dalam Pencegahan Penyakit Jantung

Stress oksidatif  adalah istilah umum untuk menjelaskan kerusakan oksidatif di dalam sel, jaringan atau organ, yang disebabkan oleh reactive oxygen species (ROS). “Kerusakan ini bisa mempengaruhi satu molekul tertentu atau organisme secara keseluruhan,” kata dr. Antonia Anna Lukito, Sp.JP dari FK Universitas Pelita Harapan, Tanggerang.

Untuk mengatasi dampak buruk proses oksidatif yang terjadi dalam sel, tubuh sebenarnya memiliki cara untuk mencegah kerusakan. Yaitu dengan mengurangi kerusakan oksidatif, mekanisme proteksi fisik terhadap kerusakan, dan yang paling penting adalah mekanisme pertahanan antioksidan.

Antioksidan internal

Antioksidan merupakan pilihan lini pertama untuk mengatasi stress oksidatif. “Sistim pertahanan antioksidan internal atau endogen, mencakup jaringan molekul ensimatik dan non enzimatik antioksidan, yang biasa didistribusikan dalam sitoplasma dan berbagai organel sel,” jelas dr. Antonia.   

Dan Dr. dr. Faisal Baraas, Sp.JP, dalam bukunya berjudul “Kardiologi Molekuler” menjelaskan antioksidan enzimatik utama yang ada di dalam tubuh, adalah superoksida dismuntase, glutathione peroksidase dan katalase. Enzim- enzim ini memiliki fungsi yang sangat dominan di lini pertama dalam menetralkan radikal superoksida, agar tidak sampai terbentuk radikal hidroksil yang sangat reaktif.

Antioksidan enzimatik ini dikenal sebagai antioksidan primer, karena berfungsi mencegah pembentukan radikal bebas lebih lanjut. Antioksidan yang bersifat non enzimatik, ada yang bisa larut dalam air, seperti vitamin C, sistein dan sebagainmya. Ada pula yang bisa larut dalam lemak, seperti vitamin E, beta karoten, Co-Q10, flavonoid dan sebagainya.

Antioksidan non enzimatik ini disebut sebagai antioksidan sekunder, karena berfungsi menangkap radikal bebas yang sudah ada dan menetralisisrnya. Ada pula antioksidan yang disebut metal binding protein, seperti albumin, seruloplasmin, feritrin dan sebagainya.

Superoksida dismuntase berfungsi mengubah radikal superoksida menjadi hidrogen peroksida. Katalase yang banyak terdapat dalam peroksisom, akan menyebabkan dekomposisi hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen kembali.

Glutathione perioksida sendiri bertindak sebagai katalisator dalam reaksi perubahan glutathione tereduksi menjadi gklutathione teroksidasi, dimana atom hidrogen lepas dari ikatan –SH dan membentuk ikatan disulfide. Transferin akan mengikat zat besi bebas (Fe3+), sehingga tidak terbentuk Fe2+ yang sangat aktif dalam reaksi fenton.

Antioksidan eksternal

Tidak semua antioksidan internal mampu menetralisir radikal bebas. Makin tua usia seseorang, makin menurun kemampuan antioksidan internal dalam tubuhnya. Sementara produksi radikal bebas oksigen, cenderung makin meninggi. Itu sebabnya dibutuhkan tambahan suplementasi antioksidan, berupa beberapa vitamin  antioksidatif tertentu dan zat-zat antioksidan lainnya.

Di antara berbagai antioksidan eksternal, seperti vitamin C, vitamin E, beta karotein, koenzim Q10, berbagai flavonoid dan lainnya, ternyata vitiamin E dan vitamin C paling banyak diteliti sampai saat ini, dan tampakya masih tetap kontroversial.