Ethicaldigest

Kanker Ketiga Terbanyak

Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak. Pemicunya antara lain pola makan tinggi lemak, tinggi kalori, rendah serat dan faktor gen.

Kanker merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Jumlah penderitanya tidak sebanyak penyakit diabetes atau jantung, tetapi beban ekonomi yang diderita penderita kanker dan keluarganya sangatlah besar. Ditambah lagi, tingginya risiko kematian pada penderita kanker.

Berdasar data Cancer Journal of Clinician tahun 1994, penyakit kanker menduduki urutan kedua sebagai penyebab kematian, setelah penyakit jantung. Kemudian, data tahun 2012 menunjukkan bahwa sekitar 8,2 juta kematian di seluruh dunia, akibat penyakit kanker.

Dari semua jenis kanker, kanker kolon atau kanker usus besar termasuk kanker dengan jumlah penderita terbanyak. American Cancer Society memperkirakan, kanker kolon menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus dan kematian di negeri itu. Diduga ada 136.830 orang (laki-laki 71.830 dan wanita 65.000) terdiagnosa kanker kolorektal, dan 50.310 meninggal tahun 2014.

American Cancer Society juga memperkirakan, ada 90% kasus baru kanker kolrektal dan 93% kematian terjadi pada pasien di atas usia 50 tahun. Usia median kanker kolon adalah 69 tahun pada laki-laki dan 73 tahun pada wanita. Sedangkan pada kanker rektum, usia median 63 tahun pada laki-laki dan 65 tahun pada wanita.

Bagaimana di Indonesia? Menurut Taiwan Cancer Registry Annual Report tahun 2005, Globocan 2002 dan IARC, angka kejadian kanker kolorektal di Indonesia serupa dengan kejadian di Thailand dan Vietnam. Riset Kesehatan Dasar 2013  memperlihatkan, ada 1,4% orang di Indonesia yang mengalami kanker kolorekal; prevalensi tertinggi ada di Bali, Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Suatu penelitian di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2001-2009 mengenai distribusi usia penderita kanker kolorektal menunjukkan, kejadian kanker terbanyak pada usia 50-59, dan kedua pada usia 40-49. Jadi, pada usia produktif. “Tidak seperti di luar negeri, puncak kejadian kanker kolorektal di Indonesia ternyata pada usia 50-59 tahun,” kata dr. Benny

Data dari instalasi deteksi dini dan promosi kesehatan RS Kanker Dharmais dari tahun 2010 – 2013, ada kecenderungan peningkatan angka kasus baru dan kematian akibat kanker kolorektal. Jika tahun 2010, ada 82 kasus baru dan 9 kematian, tahun 2011 ada 131 kasus baru dan 14 kematian. Tahun 2012 ada 135 kasus baru dan 22 kematian dan 2013 ada 136 kasus baru dan 32 kematian.

Faktor-faktor risiko

“Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya kanker kolorektal,” kata dr. Benny Philippi, Sp.BD dari Mochtar Riady Cancer Center (MRCC) Siloam Hospital Semanggi, Jakarta. Pertama adalah konsumsi lemak yang tinggi. “Kalau kita makan lemak yang tinggi, tubuh akan mengeluarkan banyak empedu. Sementara, empedu dalam usus besar tidak baik, karena bisa berubah menjadi empedu sekunder yang merupakan produk karsinogenik, yang bisa merangsang munculnya kanker,” kata dr. Benny.

Faktor kedua adalah pola makan rendah serat. Pola makan rendah serat dapat membuat ampas di usus kurang. Sehingga, gerakan usus tidak lancar karena tidak ada sampahnya. “Coba saja anda makan daging doang, nanti buang air besar akan terasa susah dan lengket,” ucap dr. Benny.

Pola makan berkalori tinggi juga menjadi penyebab kanker kolorektal. “Makanan berkalori tinggi dalam tubuh, akan diubah menjadi lemak. Lemak yang berlebihan tidak baik. Orang yang obesitas bisa mendapat banyak penyakit, termasuk kanker,” jelas dr. Benny.

Risiko lain adalah faktor genetik. Kelainan genetik yang sudah dikenal adalah familial adenomatosus poliposis. “Dalam keluarga dengan kelainan genetik ini, ditemukan banyak kolitis,“ kata dr. Benny. Kelainan genetik lainnya adalah sindroma lynch/hereditary non polyposis.

Faktor risiko lain adalah inflamasi /infeksi. Di negara seperti Indonesia, kita masih dihadappan pada masalah diare kronis, seperti amubiasis atau penyakit cacingan yang menyebabkan diare kronis. Ini bisa menjadi penyebab kanker, karena usus tergerus terus menerus oleh inflamasi, kemudian berubah menjadi keganasan. Kalau di luar negeri, karena kolitis ulseratifa, karena penyakit otoimun atau penyakit Chron.

Yang tidak kalah penting adalah riwayat kanker sebelumnya. Seseorang dengan riwayat kanker payudara, kanker ovarium, kanker uterus dan radiasi perut bagian bawah, berisiko mengalami kanker kolorektal di kemudian hari.

Berapa besar peran faktor keturunan berperan? Jika dilihat risiko sporadik ada pada 75-80% kasus, familial adenomatous poliposis pada 1-2%, hereditery non poliposis colorectal cancer pada 3-5% dan riwayat keluarga pada 10-15%. “Kita tidak masukkan riwayat keluarga dalam risiko herediter ,karena riwayat keluarga ini mencakup pola hidup yang berlaku dalam keluarga pasien.

Skrining dilakukan dengan tes darah samar feses, yang tidak kelihatan oleh mata. “Kalau positif, dilakukan sigmodiskopi dan kolonoskopi diperiksa ususnya, dari bawah sampai permulaan usus besar,“ ucap dr. Benny. Kolonoskopi adalah standar baku pemeriksaan kanker kolorektal.