Ethicaldigest

Antisipasi Keloid dan Hipertrofik Scar 1

Keloid dan hypertrophic scar merupakan respon yang tidak normal dari proses penyembuhan luka atau trauma. Dapat dicegah dengan penggunaan silicone gel sheeting.

Istilah parut atau scar berasal dari bahasa Yunani eskhara, yang berarti keropeng. Dalam pengertian sederhana, parut merupakan tanda bekas luka. Secara klini,s parut adalah cacat alami yang ditinggalkan akibat proses penyembuhan luka. Dalam proses tersebut, didapatkan perubahan struktur dari kulit berupa hilangnya pori, rambut dan kelenjar yang disertai perubahan warna kulit, hipopigmentasi atau hiperpigmentasi.

Idealnya, luka yang terjadi hanya terbatas pada lapisan dermis cenderung tidak menimbulkan parut karena masih terdapat komponen epitelial dari kelenjar keringat, kelenjar minyak dan folikel rambut. Hal tersebut memungkinkan terjadi penyembuhan tanpa parut. Luka dalam waktu yang relatif singkat akan tertutup epitel dan bisa dikatakan sembuh secara  sederhana. Tetapi pada luka yang melewati atau lebih dalam dari seluruh ketebalan kulit (full thickness), akan sembuh dengan meninggalkan parut.

Klasifikasi

Secara klinis, parut atau bekas luka dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

  • Parut normal

Tipis, lunak, berwarna pucat, tidak ada keluhan nyeri atau gatal. Luka yang sesuai dengan garis kulit, umumnya membentuk parut normal. Secara umum dapat kita sebut sebagi parut yang baik.

  • Parut abnormal

Tebal menonjol, keras, berwarna kemerahan atau kecoklatan disertai rasa gatal dan nyeri. Parut abnormal bisa dalam bentuk parut hipertrofik atau keloid.

Patofisiologi

Parut hipertrofik dan keloid merupakan suatu parut produk proses penyembuhan luka yang tidak normal. Menurut dr. Priscilla, SpBP-RE, dari RSU Bunda Jakarta, telah berabad-abad lamanya diketahui bahwa keloid dan bekas luka hipertorpic (hypertrophic scar), merupakan respon yang tidak normal dari proses penyembuhan luka atau trauma. Meski telah diketahui morfologi antara keduanya selama beberapa tahun lalu, ada temuan-temuan baru yang membedakan histology antara keloid dan bekas luka hipertropik.

Keloid dan bekas luka hipertrofik ditandai dengan akumulasi berlebih, dari kolagen dan penurunan lisis. Keloid tumbuh melampaui batas-batas luka, dan cenderung tidak mengalami perbaikan secara sepontan. Semantara bekas luka hipretrofik, umumnya tetap dalam batas luka aslinya dan cenderung untuk terjadi regresi secara spontan.

Secara lebih terperinci, bekas luka hipertrofik adalah jaringan parut berlebih dan merupakan produk dari penyimpangan penyembuhan luka. Ditandai dengan penebalan parut yang timbul beberapa minggu setelah luka. Penebalan jaringan parut pada parut hipertrofik, berada dalam batas luka dan eritema. Parut hipertrofik kemungkinan besar timbul, bila epitel belum menutupi luka lebih dari seminggu.

Suatu pengamatan mendapatkan, 33% insiden parut hipertrofik terjadi pada luka yang sembuh antara 4-21 hari, semantara 71% insiden parut hipertrofik terjadi pada luka bakar yang sembuh lebih dari 21 hari. “Parut hipertrofik berhubungan dengan kekuatan regangan yang berlawanan dan menimbulkan tension. Biasanya, terjadi pada permukaan persendian fleksor,” tambahnya.

Ada pun keloid, dapat dikatakan sebagai suatu kelainan kulit akibat proliferasi abnormal di lapisan dermis. Keloid merupakan hasil dari respon penyembuhan luka yang berlebihan. Keloid berhubungan dengan deposisi kolagen yang berlebih, pada jaringan parut. Karakteristik keloid ditandai dengan pertumbuhan parut ke atas dalam (elevasi ) dan lateral ke arah jaringan sehat, melampaui batas luka dan umumnya tidak  mengalami regresi.

Istilah keloid berasak dari bahasa Yunani, chele, yang berarti cakar kepiting (crab claw). Hal ini berkenaan dengan lesi yang tumbuh masuk ke area jaringan normal. Keloid dapat timbul di seluruh bagian tubuh, tetapi dipredileksi pada daerah bahu, telinga, punggug dan dada. Lokasi tersering timbulnya keloid pada daerah kepala leher. Pada lobulus telinga terjadi sekitar 55% dan hampir semuanya disebabkan tindik (lubang telinga). Urutan berikut yang tersering adalah deltoid (21%), sternal (7%), dan retroaurikuler ( 5% ).

Koonin tahun 1964 mengemukakan hipotesis bahwa keloid banyak timbul pada bagian tubuh yang memiliki konsentrasi melanosit tinggi. Keloid sangat jarang terjadi pada daerah telapak kaki dan tangan, karena daerah tersebut konsentrasi melanositnya rendah. Keloid dapat timbul di atas satu tahun setelah trauma. Trauma yang dapat menimbulkan keloid meliputi pembedahan, laserasi, tattoo, luka bakar, injeksi, gigitan, vaksinasi, dan luka karena benda tumpul.