Ethicaldigest
COVID19 anak

Perbedaan Karakteristik COVID-19 pada Anak dan Dewasa

Ada perbedaan karakteristik COVID-19 pada anak dan dewasa. Pada anak koinfeksi lebih sering terjadi dibanding pada dewasa.

Kasus infeksi COVID-19 pada anak biasanya ringan, tapi koinfeksi lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding pada orang dewasa. Ini terungkap dari analisis klinis, laboratorium, dan CT dada terhadap pasien anak rawat inap di Wuhan, Cina, yang dilakukan Wei Xia, MD, dari Universitas Sains dan Teknologi Huazhong, Wuhan, Cina, dan rekannya.

Di dalam publikasi di jurnal Pediatric Pulmonology,  mereka melaporkan bahwa CT dada diperlukan pada anak anak-anak dengan dugaan infeksi COVID-19. Gejala paling umum pada 20 pasien anak yang dirawat di rumah sakit antara 23 Januari dan 8 Februari 2020 adalah demam dan batuk, yang terjadi pada 60% dan 65% pasien. Koinfeksi terdeteksi pada delapan pasien (40%).

Manifestasi klinis mirip dengan yang terlihat pada orang dewasa, tetapi gejala keseluruhan relatif ringan dan prognosis keseluruhan baik. Yang perlu diperhatikan, 7 dari 20 (35%) anak memiliki penyakit bawaan sejak lahir yang terdiagnosa sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa anak-anak dengan penyakit lain mungkin lebih rentan terinfeksi.

Temuan laboratorium menunjukkan, 80% anak-anak mengalami peningkatan kadar prokalsitonin (PCT). Biasanya peningkatan ini tidak terlihat pada orang dewasa dengan COVID-19. PCT adalah penanda infeksi bakteri dan “[temuan ini] mungkin menyarankan bahwa pengobatan antibakteri rutin harus dipertimbangkan pada pasien anak,” tulis peneliti.

Sedangkan temuan CT dada pada anak-anak mirip dengan orang dewasa. “Manifestasi yang khas adalah ground glass opacity subpleural unilateral atau bilateral, dan konsolidasi dengan tanda-tanda halo di sekitarnya,” tulis Dr. Xia dan rekannya. Ditambahkan bahwa konsolidasi dengan tanda halo di sekitarnya menyumbang sekitar setengah dari kasus anak-anak dan harus dianggap sebagai “tanda khas pada pasien anak-anak.” inilah perbedaan karakteristik COVID 19 pada anak dan dewasa.

Kasus pada anak-anak “agak jarang” di awal wabah COVID-19 di Wuhan. “Kelompok anak-anak biasanya rentan terhadap infeksi saluran pernapasan atas, karena sistem kekebalan yang masih berkembang,” tulis para peneliti. Maka, dengan munculnya kasus anak di kemudian hari membuat peneliti bingung.

Mereka menulis bahwa rendahnya kemampuan deteksi menggunakan uji asam nukleat dari sampel swab yang diambil dari faringeal,  untuk membedakan virus corona dari patogen penyebab infeksi saluran nafas lainnya pada pasien anak menjadi masalah.

Untuk lebih mengenali tanda-tanda klinis dan foto hasil pencitraan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa dengan COVID-19, Dr. Xia dan rekan meninjau 20 kasus anak, termasuk 13 anak laki-laki dan 7 perempuan dengan usia mulai dari < 1 bulan hingga 14 tahun 7 bulan (median 2 tahun, 1,5 bulan).

Tiga belas anak memiliki kontak dekat dengan anggota keluarga yang terdiagnosa COVID-19, dan semua dirawat di bangsal isolasi. Sebanyak 18 anak-anak sembuh dan dipulangkan setelah tinggal rata-rata 13 hari, dan 2 neonatus tetap di bawah pengamatan karena hasil swab positif, sedangkan hasil CT negatif.

Para peneliti mengira bahwa perbedaan temuan pada neonatus mungkin disebabkan oleh pengaruh pengiriman sampel atau manifestasi CT spesifik pada neonatus.  Sehingga diperlukan lebih banyak sampel dari neonatus untuk klarifikasi lebih lanjut.

Dr. Xia dan rekannya menulis bahwa manifestasi CT dada dari pneumonia yang disebabkan oleh patogen berbeda bisa tumpang tindih. Dan, manifestasi pneumonia COVID-19 dapat tumpang tindih, dengan manifestasi pencitraan yang serius dan kompleks. Sehingga harus dilakukan pemeriksaan epidemiologis dan etiologi.

Para peneliti menyimpulkan bahwa pneumonia virus COVID-19 pada anak-anak umumnya ringan, dan bahwa perubahan karakteristik ground-glass opacities subpleural dan konsolidasi dengan lingkaran halo di dada CT memberikan “cara yang efektif untuk tindak lanjut dan mengevaluasi perubahan lesi paru-paru . “

“Dalam kasus di mana jumlah hasil uji asam nukleat COVID-19 positif tidak tinggi, deteksi dini lesi menggunakan CT mungkin diperlukan pasien anak-anak. Namun, diagnosis pneumonia COVID-19 menggunakan CT saja tidak cukup, terutama dalam kasus koinfeksi dengan patogen lain, “tulis Dr. Xia dan rekannya. “Oleh karena itu, skrining CT dada sejak dini dan follow up yang tepat waktu, dikombinasikan dengan deteksi patogen adalah protokol klinis yang ideal pada anak-anak.”

Dalam analisis retrospektif terpisah, Weiyong Liu, PhD, dari Rumah Sakit Tongji, Universitas Sains dan Teknologi Huazhong dan rekan menemukan bahwa patogen yang paling sering terdeteksi pada 366 anak di bawah usia 16 tahun, yang dirawat di rumah sakit dengan infeksi saluran pernapasan di Wuhan selama 7-15 Januari, adalah virus influenza A (6,3% kasus) dan virus influenza B (5,5% kasus), sedangkan COVID-19 terdeteksi pada 1,6% kasus .