Ethicaldigest

Risiko Penderita OSA

Hipoksemia pada penderita OSA memicu gangguan pada sistim kardiovaskular. OSA terbukti berhubungan dengan hipertensi, stroke, aritmia, aterosklerosis, gagal jantung dan diabetes.

Kondisi hipoksemia pada penderita OSA, bisa berdampak pada berbagai sistem tubuh manusia. Menurut dr. Rimawati Tedjasukmana, SpS, dampak neuropsikologis dari OSA antara lain: mengantuk berlebihan di siang hari (excessive daytime sleepiness/EDS), kurang konsentrasi dan daya ingat menurun, sakit kepala terutama di pagi hari, mudah tersinggung dan depresi.

Pada sistim kardiovaskular, OSA dapat memicu terjadinya  takikardi, hipertensi, aritmia, blokade jantung, angina, penyakit jantung iskemik, gagal jantung kongesti dan stroke. Sedangkan pada sistem metabolik, OSA berkaitan erat dengan obesitas dan diabetes mellitus tipe II.

OSA dan Hipertensi

Hubungan OSA dan hipertensi sangat erat. Terbukti, OSA atau kebiasaan mendengkur adalah faktor risiko yang bersifat independent terhadap hipertensi. Nieto FJ, et. al. (2003) dan Young T, et. al. (1995) melakukan studi pada 1069 pasien hipertensi dengan OSA. Hasilnya  menunjukkan, apnea-hipopnea index (AHI) merupakan faktor independent untuk prediksi terjadinya hipertensi.

OSA sering ditemukan pada pasien hipertensi yang refrakter terhadap pengobatan. Sebaliknya, kontrol hipertensi dengan terapi konvensional lebih sulit dilakukan pada penderita OSA, dibandingkan pada penderita hipertensi tanpa OSA. Studi Sjostrom et. al. (2002) dan Logan et. al. (2001) mendapatkan, lebih  30% pasien dengan hipertensi menderita OSA. Sebaliknya, lebih dari 80% pasien dengan hipertensi resisten obat memiliki OSA.

OSA dan Stroke

OSA sering ditemukan pada penderita stroke. Sebanyak 63% penderita stroke yang bertahan hidup akan mengalami gangguan ini. Penelitian Basseti (1999) menunjukkan, seseorang dengan sleep apnea kemungkinan terkena stroke 7x lebih tinggi dibanding mereka yang tanpa sleep apnea. Rasa mengantuk berlebihan dan keletihan karena apnea saat tidur,  dapat memperlambat proses pemulihan pasca stroke.

Ada sejumlah faktor risiko yang lazim ditemukan pada penderita OSA, juga pada penderita stroke. Antara lain hipertensi arteri, penyakit jantung koroner, usia tua, obesitas, merokok dan mengonsumsi alkohol berlebihan. Klar Yaggi, et. al. (2005) dalam penelitian terhadap 697 penderita OSA menyimpulkan, OSA berhubungan secara signifikan dengan risiko stroke dan kematian.

Peningkatan derajat keparahan OSA juga dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke.  Karena tingginya insidens OSA dan potensi efeknya terhadap morbiditas dan mortalitas, pemeriksaan untuk mendiagnosis dan terapi OSA dianjurkan dilakukan pada penderita stroke.

OSA dan Aritmia

Takiaritmia atau bradiaritmia dapat menyebabkan gangguan kardiovaskular pada pasien OSA. Aritmia yang terjadi pada penderita OSA umumnya berupa sinus bradikardi, sinus arrest dan blokade jantung komplit. Risko aritmia pada OSA, berkaitan dengan derajat keparahan apnea.

Sebuah studi dengan menggunakan pemeriksaan EKG pada 458 pasien menunjukkan, prevalensi aritmia 58% pada penderita OSA dan 42% pada pasien tanpa apnea. Umumnya aritmia terjadi pada orang dengan AHI lebih dari 40/jam. Mekanisme terjadinya aritmia pada penderita OSA, diduga melalui peningkatan tonus vagus yang dimediasi oleh kemoreseptor akibat apnea dan hipoksemia.

OSA dan Atheroskeloris

OSA diduga merupakan faktor risiko independent terjadinya atherosklerosis pada pembuluh darah arteri. Ohga, et. al. (1995) dan El Sohl, et. al. (2002) mendapat peningkatan kadar plasma dari molekul-molekul adhesi. Juga peningkatan ekspresi molekul-molekul adhesi pada leukosit. Perlekatannya pada sel-sel endotel, diduga berperan pada terjadinya disfungsi sel-sel endotel, pembentukan atherosklerosis dan bekuan darah.

OSA dan Gagal Jantung

Pada pasien gagal jantung, OSA yang tidak ditangani berkaitan dengan peningkatan risiko kematian sebagai faktor yang independent. Javaheri (2006) mengatakan, 50% dari pasien yang menderita gagal jantung kongestif memiliki OSA. Diduga, mekanismenya adalah OSA meningkatkan sensitivitas khemoreflek, hipokapnia dan pernafasan yang tidak terkontrol.

OSA dan Diabetes

Kadar oksigen darah yang fluktuatif dan periode micro arousal yang berulang, dapat mengganggu sistem metabolik pada pasien OSA melalui aktivasi sistem simpatis otak. Resnick, et. al. (2003) menyebutkan, 58% penderita diabetes juga menderita OSA. Penelitian menunjukkan, tatalaksana efektif terhadap OSA pada pasien DM tipe 2, secara signifikan dapat meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan kadar glukosa darah setelah makan dan menurunkan tekanan darah arteri. Studi Babu (2005) dan Becker (2003) menyimpulkan, terapi continous positive airway pressure (CPAP) dapat memperbaiki kontrol glukosa dan darah sensitivitas insulin dalam waktu 48 jam.

GANGGUAN NAFAS SAAT TIDUR