Ethicaldigest

Diet Rendah Karbohidrat vs. Rendah Lemak

Suatu pola diet rendah karbohidrat dan banyak mengandung protein, diberikan kepada pasien diabetes yang menjalani program latihan fisik dan program penurunan berat badan. Diketahui, pasien dapat menurunkan kadar proinsulin dan glukosa setelah makan dan kadar trigliserida. Juga dapat memperbaiki fungsi diastolik LV. Ini adalah hasil penelitian terbaru yang dilaporkan Prof. Helene von Bibra (Technical University Munich, Germany) pada Kongres Prediabetes dan Sindrom Metabolik 2013.

Prof. Helen bersama beberapa rekan membandingkan diet rendah kabohidrat dengan diet rendah lemak. Diet ini didisain untuk meratakan kurva sekresi insulin dan glukosa, agar mereka dapat mengurangi penggunaan obat-obatan oral dan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Pola makan rendah lemak tampaknya tidak punya efek pada fungsi diastolic atau penggunaan obat-obatan dan tekanan darah. Di sisi lain, kedua pola makan ini menyebabkan penurunan berat badan, lingkar perut dan kadar kolesterol lipoprotein yang sama.

“Banyak pasien dengan resistensi insulin, diabetes dan keduanya, yang mengalami disfungsi diastolik subklinis, dengan implikasi prognosis berat jika menjadi simtomatis,” kata von Bibra. Sekitar 65% dari 32 pasien dalam penelitian ini memiliki fungsi diastolic yang tidak normal. Sebagaimana terlihat, hasil EKG menunjukkan kecepatan miokardial diastolic awal yang rendah. Pengukuran ini pada kebanyakan kasus menunjukkan normal setelah pola makan rendah karbohidrat, tapi tidak setelah pola makan rendah lemak.

Sebanyak 32 pasien diabetes kelebihan berat badan atau obesitas (indeks masa tubuh rata-rata 34) tanpa disertai penyakit jantung, dilibatkan dalam program rehabilitas untuk menurunkan berat badan. Program tersebut terdiri dari dua jam latihan aerobic/hari. Sekitar setengahnya menjalani diet rendah glikemik (25% karbohidrat, 45% lemak dan 30% protein). Setengahnya lagi menjalani diet rendah lemak (55% karbohidrat, 25% lemak dan 20% protein), selama tiga minggu. Kedua program diet ini memberikan jumlah kalori yang sama. Mereka yang menjalani pola makan rendah lemak, kemudian berganti dengan pola makan rendah glikemik selama 2 minggu berikutnya. Fungsi jantung dinilai menggunakan parameter EKG dan parameter metabolik setiap hari, sebelum dan setelah sarapan 400 kalori.

Di minggu ketiga, pasien yang menjalani pola makan rendah karbohidrat dapat menurunkan penggunaan obat antidiabetes oral konvensional sampai 86%. Mereka yang menjalani pola makan rendah lemak, hanya menurunkan 6% di akhir tiga minggu. Tapi, penggunaan obat kemudian turun sampai 57% di akhir minggu kedua, setelah fase diet rendah glikemik. “Dan mereka tetap mengalami perbaikan glukosa,” kata von Bibra. Obat-obatan lain, selain obat oral untuk diabetes, seperti obat antihipertensi, tidak berubah selama penelitian.

Pada kelompok yang menjalani diet rendah glikemik, tekanan darah sistolik rata-rata menurun dari 127 mm Hg menjadi 118 mm Hg (p<0.002) setelah tiga minggu. Tekanan diastolic juga turun (p<0.04). Tidak ada yang berubah setelah 3 minggu, pada mereka yang menjalani diet rendah lemak. Tapi, setelah mereka menjalani diet rendah glikemik ada perbaikan yang sama dengan yang menjalani diet rendah glikemik sejak awal.

Perubahan laboratorium dan EKG pada pasien diabetes yang kelebihan berat badan/obese yang menjalani diet rendah glikemik (n=16) dan rendah lemak (n=16).

Pencapaian fungsi diastolik mungkin tidak terlepas dari penurunan tekanan darah terkait. Von Bibra menduga, hal ini ada hubungnanya dengan perbaikan penggunaan energi miokardial saat menjalani diet rendah glikemik. Resistensi insulin dapat menyebabkan disfungsi diastolic melalaui beberapa jalur. Tapi, yang paling utama adalah defisiensi energi miokardial akibat disregulasi mikrovaskular, dan ketidakseimbangan oksidasi glukosa vs lemak di mitokondria.