Ethicaldigest

Mencegah Ulkus Pasien Kritis 2

Karena keterbatasan H2RA (durasi kerja pendek, tachyphylaxis), PPI lebih sering digunakan dalam mencegah ulserasi terkait stress. Agen-agen ini secara signifikan menurunkan sekresi asam dengan menghambat pompa proton sel parietal, tahap akhir dari proses produksi asam. Karena mekanisme kerjanya, PPI dapat menekan asam secara mencolok. Penggunaan jangka panjang juga tidak menyebabkan toleransi. Selain itu, PPI memiliki aksi kerja panjang, sehingga tidak perlu diberikan melalui infus secara terus menerus.

Kekurangan PPI adalah banyaknya obat jenis ini yang tidak memiliki sediaan cair. Sementara berbagai penelitian pada sukarelawan sehat, menunjukkan bahwa bioavailbilitas omeprazole, lansoprazole dan pantoprazole oral adalah 49-85%. Di samping itu, dismotilitas saluran cerna, yang dapat mempengaruhi penyerapan di usus, banyak terjadi pada pasien penyakit kritis. Kedua masalah ini perlu dipertimbangkan, ketika bergantung pada sediaan PPI oral, untuk dapat menekan asam secara efektif. Karenanya, beberapa ahli mencoba mendisain sediaan PPI cair untuk mencari cara pemberian obat ini, bagi pasien yang kesulitan menelan.Penggunaan formula semacam itu pada pasien kritis telah dicoba, tetapi bukti-bukti mengenai efikasinya dalam populasi ini masih terbatas.

Beberapa tahun terakhir, Badan Obat dan Makanan Amerika Serikat, memberi persetujuan atas formula intravena pantoprazole untuk pasien dengan erosive esophagitis atau hipersekresi asam. Hal ini membuat pantoprazole sebagai PPI pertama yang tersedia dalam bentuk parenteral di Amerika Serikat. Persetujuan terhadap lansoprazole intravena, juga diberikan dalam beberapa tahun terakhir. Persetujuan atas omeprazol juga akan diberikan dalam waktu dekat. Obat-obatan ini akan memiliki peran penting dalam mencegah kerusakan mukosa terkait stress, meski bukti-bukti definitif untuk indikasi ini masih kurang.

Berbagai penelitian klinis telah mengevaluasi efikasi H2RA, untuk pencegahan perdarahan mukosa terkait stress. Beberapa meta analisa telah dilakukan, menggunakan data-data dari beberapa penelitian, tapi belum mendapatkan hasil yang konsisten. Sebuah meta analisa yang diterbitkan tahun 1996, mencoba memecahkan masalah inkonsistensi hasil penelitian dengan meninjau 63 penelitian untuk menilai efikasi terapi profilaksis dengan H2RA, dalam mencegah perdarahan saluran cerna dan menurunkan mortalitas pada pasien sakit kritis.

Dalam analisa ini, H2RA dihubungkan dengan penurunan perdarahan penting klinis (common OR, 0,44; 95% CI, 0,22 sampai 0,88) dan overt (common OR, 0,58; 95% CI, 0,42 sampai 0,79), dibandingkan plasebo dan tanpa terapi. Selain itu, H2RA dihubungkan dengan penurunan signifikan perdarahan over, dibandingkan dengan antasid (common OR, 0,44; 95% CI, 0,37 sampai 0,84). Ada tren penurunan mortalitas pada pasien menggunakan sukralfat, versus H2RA (common OR, 0,83; 95% CI, 0,62 sampai 1,09). Para peneliti menyimpulkan bahwa H2RA bermanfaat mencegah perdarahan over dan klinis.

Sebagai respon terhadap meta analisa tahun 1996, sebuah penelitian plasebo terkontrol, buta, multisenter membandingkan efikasi ranitidin dan sukralfat pada 1200 pasien yang menjalani pemasangan ventilasi mekanis. Pasien-pasien tersebut secara acak diberi plasebo intravena plus suspense sukralfat (1 g setiap 6 jam), yang diberikan melalui nasogastric tube (NGT) atau ranitidin intravena (50 mg setiap 8 jam) plus suatu suspense plasebo nasogatrik. Secara klinis, peradarahan penting terdokumentasi pada 1,7% pasien yang diobati dengan ranitidin versus 3,8% pasien, yang diobati dengan sukralfat (risiko relatif, 0,44; 95% CI, 0,21-0,92; p = 0.02). Tidak ada perbedaan angka mortalitas pada kedua kelompok.

Kadar pH Observasi
>3,5 Menurunkan kejadian perdarahan ulkus stress
>4,5 Pepsin di non aktifkan
~5 99,9% asam gastrik dinetralkan
<5-7 Abnormalitas pada waktu koagulasi, agregasi platelet, polimerisasi fibrinogen
>7 Menurunkan kemungkinan berulangnya perdarahan ulang ulkus peptikum
>8 Pepsin hancur

Cimetidine adalah satu-satunya obat yang saat ini disertujui FDA, untuk profilaksis ulkus stress. Persetujuan berdasar penelitian multisenter buta ganda prospektif oleh Martin et al, yang mengevaluasi efikasi pemberian cimetidine melalui infuse secara terus menerus, untuk mencegah peradarahan saluran cerna terkait stress pada pasien berpenyakit krotis. Seratus dan 31 pasien secara acak diberi plasebo atau cimetidine (300 mg dosis loading diikuti oleh 50 mg/jam-100 mg/jam). Pasien yang diobati dengan cimetidine, menunjukkan pH intragastrik > 4,0 selama 82% dari waktu versus 41% pada pasien yang diobati dengan plasebo ( p = 0.0001). Empat belas persen pasien mendapat cimetidine mengalami perdarahan saluran cerna, versus 33% pasien dari kelompok plasebo ( p = 0.009). Hasil-hasil ini terbukti konsisten bersamaan dengan berlanjutnya penelitian.

Efikasi PPI

Banyak data kuat, berkenaan penggunaan PPI dalam mencegah perdarahan mukosa terkait stress. Meski demikian, jumlah penelitian, terutama yang bersifat komparatif, masih terbatas. Suatu penelitian yang dilakukan Levy dan rekan-rekan, membandingkan efikasi omeprazole oral dan IV ranitidin pada 67 pasien ICU, yang dianggap berisiko tinggi mengalami perdarahan saluran cerna (ada luka bakar; koagulopati; gagal hati akut; gangguan neurologis mayor; gagal ginjal akut; gagal nafas; sepsis; syok dan/atau trauma).

Pasien secara acak diberi ranitidin melalui infuse secara terus menerus (50 mg bolus diikuti dengan 150 mg/hari), atau bolus intermitten (50 mg setiap 8 jam) atau omeprazole 40 mg/hari melalui oral, atau diberikan melalui nasogastrik. Perdarahan penting klinis dideteksi pada 6% pasien yang diobati dengan omeprazole, versus 31% pasien yang diobati dengan ranitidin ( p = 0.013). Perbedaan dalam perkembangan pneumonia nosokomial atau mortalitas, tidak terdeteksi antara 2 kelompok pengobatan. Para peneliti menyimpulkan, pemberian omeprazole oral pada pasien sakit kritis dimungkinkan dan lebih efektif dari pada pemberian ranitidin intravena.

Mencegah Ulkus Pasien Kritis