Ethicaldigest

Terapi Uveitis Imunologik, Manfaat Pemberian Imunosupresan

Terapi uveitis imunologik didasarkan pada pemberian imunosupresan. Menurut dr. Soedarman Sjamsoe, SpM, khusus pada kasus yang mengancam hilangnya penglihatan atau tidak adanya respon / terjadi komplikasi terhadap kortikosteroid, perlu dipertimbangkan pemberian imunosupresan. Imunosupresan umumnya digunakan untuk dalam terapi uveitis imunologik, uveitis rekuren atau kronis, sindrom uveitis, juga hipersensitif tipe IV. 

Siklofosfamid

Siklofosfamid merupakan alkylating agent, dengan efek penghambatan baik pada imunitas humoral maupun selular dan memiliki onset aksi yang cepat. Metabolit aktif mengalkilasi purin pada DNA dan RNA, menghasilkan cross-linking, penyimpangan pasangan basa, pemecahan cincin dan depurinasi.

Berbagai penelitian menunjukkan, penggunaan siklofosfamid dapat menimbulkan efek samping alopecia, leukopenia, hematuria, perdarahan cystitis, meningkatkan risiko keganasan (hematologi, kulit, kandung kemih) dan sterilitas (< 30% pada usia muda). Untuk itu, penggunaan siklofosfamid umumnya dibatasi untuk durasi 6 – 12 bulan, karena risiko keganasan sekunder meningkat pada peningkatan dosis maksimal. Karena banyaknya efek samping yang dapat terjadi, penggunaan siklofosfamid perlu dilakukan monitoring hematologi dan urinalisis.

Methotrexate

Methotrexate merupakan analog asam folat, inhibitor yang poten terhadap dihidrofolat reduktase, suatu enzim yang diperlukan untuk mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (FH4), yang diperlukan dalam sintesis purin dan timidilat.

Methotrexate menghambat enzim 5-aminoimidasol-4-karbosamid ribonekleotid (AICAR) transformilase, yang juga diperlukan dalam biosintesis purin.

Inhibisi AICAR transformilase akan mengakibatkan penumpukan AICAR dalam sel yang dapat menstimulasi pengeluaran adenosin. Seperti diketahui, adenosin merupakan penghambat poten bagi netrofil dan mempunyai sifat sebagai antiinflamasi. Methotrexate juga dilaporkan dapat menurunkan sintesis IgG, IgM dan IgA serta menghambat aktivitas IL-1, IL-2, IL-6, IL-8 dan tumor necrosis factor (TNF).

Ben (1990) dan Mauger (1994) melaporkan efek samping penggunaan methotrexate yaitu myelosuppressive, gangguan gastrointestinal berupa mual dan muntah, hepatotoksik, toksisitas sumsum tulang, pankreatitis akut, hepatotoksik, infeksi sekunder, keganasan sekunder, dan sterilitas alat reproduksi. Di antara efek samping tersebut, yang terberat adalah hepatotoksik yang lebih sering terjadi pada pemberian dosis rendah terus menerus, daripada dosis tinggi 2 – 3 x/minggu.

Mengingat banyaknya efek samping methotrexate, maka sebelum dan sesudah pemberian harus dilakukan pemeriksaan darah tepi, kreatinin, ureum dan fungsi hati. Suplementasi asam folat sangat dibutuhkan, mengingat mekanisme kerja yang menghambat pembentukan asam folat.

Siklosporin A

Siklosporin A digunakan, bila sudah refrakter atau intolerabel terhadap steroid dan sitostatika. Siklosporin A bekerja secara sangat selektif dalam menghambat sel T limfosit dan menekan respon awal terhadap antigen. Efek imunosupresif, diawali pembentukan kompleks heterodimer antara siklosporin A dengan protein reseptor sitoplasmik, cyclophilin. Kompleks ini kemudian mengikat calcineurin, lalu menghambat aktivitas enzim Ca2+stimulated serine/threonine phosphatase.

Selanjutnya, obat ini akan menghambat transduksi sinyal TcR dan aktivasi sel T. Obat ini juga mengatur pengurangan transkripsi dan ekspresi reseptor gen IL-2. Walau limfosit CD4 merupakan target utama siklosporin A, namun sel CD8 juga mengalami supresi. 

Siklosporin A umumnya digunakan sebagai agen tambahan pada penggunaan kortikosteroid, dibandingkan sebagai monoterapi. Itu karena dosis yang digunakan sebagai monoterapi, memiliki efek samping nefrotoksisitas yang cukup besar.

Publikasi Ahuja dan Shukla (2008) menyebutkan, beberapa efek samping yang paling umum terjadi pada penggunaan siklosporin A 10 mg/kgBB/hari, adalah parestesia dan hiperestesia (40%), hipertensi (24%), epigastric burning (20%), hipertrichorism dan gingivitis (20%). Untuk itu, pemberian siklosporin A sistemik harus dalam monitor yang ketat dengan memeriksa tekanan darah, kreatinin, ureum, fungsi hati (SGOT dan SGPT), elektrolit dan darah perifer.