Ethicaldigest

Dampak Konsensus Baru ACC/AHA

Akhir 2017, American College of Cardiologi (ACC) dan American Heart Association (AHA) mengeluarkan guideline baru penanganan hipertensi. Ada klasifikasi baru, dengan menetapkan 130 mmHg sebagai nilai cut point hipertensi. Sebelumnya, selama 15 tahun, setelah keluar JNC VII, digunakan nilai 140mmHg.

Definisi baru ini menyebabkan hampir setengah populasi dewasa Amerika Serikat (46%) masuk kategori hipertensi. Dampak terbesar adalah pada orang berusia muda. Selain itu, prevalensi hipertensi akan meningkat 3x lipat pada pria usia kurang dari 45 tahun dan 2x pada wanita usia kurang dari 45 tahun.

Bagi Ketua Indonesian Society of Hypertension (InaSH), Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S, hal ini cukup kontroversial. Penurunan nilai cut point, dipandang dari segi kebijakan, akan berdampak pada prevalensi dan pengadaan obat.

“Banyak guideline hipertensi di dunia. Ada yang dikeluarkan Amerika, Eropa dan Jepang. Indonesia punya guideline sendiri. Sebelum guideline terbaru dari Amerika ini keluar, guideline-guideline yang ada itu berbeda-beda,” kata dr. Yuda. Misalnya, guideline penangan hipertensi pada lansia. Satu guideline mengatakan, untuk usia 60 tahun, nilai cut poinnya 150mmHg. Di guideline lain tetap 140mmHg.

“Sebenarnya, tidak ada cut poin untuk hipertensi. Yang harus disadari, makin tinggi tekanan darah, makin tinggi risikonya,” kata dr. Yuda. Mengenai nilai cut point di guideline-guideline hipertensi, ada dasar ilmiahnya dan hanya ditekankan pada akademik saja. “Dalam praktik sehari-hari,  kita tidak ajarkan: oh ini baru 139mmHg, tidak apa-apa. Kita ajarkan, kalau bisa 125mmHg akan lebih baik. Kalau 120mmHg, semakin baik,” kata dr. Yuda.

Nilai cut point baru menjadi masalah, jika digunakan sebagai dasar suatu kebijakan. Misalnya, untuk menentukan prevalensi dan kebijakan pengadaan obat. Menggunakan nilai cut point yang ditentukan Amerika, yaitu 130 mmHg, akan menjadi masalah. Tujuan akhir menggunakan cut, sebetulnya adalah membuat kebijakan yang kaitannya panjang, karena prevalensi akan meningkat dan sebagainya.

Setelah guideline Amerika keluar, sampai saat ini belum terlihat perubahan guidline-guideline lain. Eropa dikabarkan akan keluar pertengahan tahun ini. “Akan ikut Amerika atau tidak, saya tidak tahu,” kata dr. Yuda. Namun, dari hasil diskusi dengan ahli hipertensi Korea, mereka menggunakan nilai cut poin yang sama dengan Indonesia. Tapi, pada kelompok khusus, terapinya akan lebih agresif.

Intinya, Indonesia tetap menggunakan nilai cut point yang sama dengan konsensus sebelumnya. Tapi pada kelompok khusus, misalnya penderita hipertensi dengan diabetes atau kardiovaskuler, pengobatan akan lebih agresif. “Saya membayangkan, ke depan pengobatan hipertensi di Indonesia akan lebih agresif,” tutup dr. Yuda.