Ethicaldigest

Pengobatan Asma yang Lebih Baik Tingkatkan Pengendalian Penyakit

Global Asthma Report (2018) mencatat, lebih 330 juta orang di dunia hidup dengan asma; jumlahnya cenderung mening­kat. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesa­hat­an Kementerian Kesehatan RI (2018) mem­perkirakan, sekitar 4,5% populasi di Indonesia menderita asma dengan jumlah komulatif kasus sekitar 11.179.032 penderita.

Penyakit Tidak Menular (PTM), termasuk asma, berkontribusi memicu defisit anggaran BPJS Kesehatan sampai Rp. 28,5 triliun, pada akhir 2019. Penguatan peran Puskesmas dalam manajemen asma, diharapkan dapat membantu meningkat­kan efisiensi biaya dan pelayanan kese­hatan masyarakat.

Menurut dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, Kasubdit Penyakit Paru Kro­nis dan Gangguan Imunologi, Kemen­te­rian Kesehatan RI, hanya 3 dari 10 pen­derita PTM yang terdeteksi. Selebihnya tidak tahu dirinya sakit. Itu karena PTM tidak bergejala, sampai terjadi kompli­kasi. ”Dari tiga penderita PTM, hanya satu yang berobat teratur,” katanya dalam acara Healthy Lung.

Program Healthy Lung di tahun 2018 melakukan penelitian formatif (fase pertama), dan berhasil mengidentifikasi kesenjangan multidimensional dalam pengobatan asma di Puskesmas. Kesen­jangan antara lain pendidikan dokter umum tentang tatalaksana asma, distribusi pedoman asma dari Kemenkes, pendam­pingan klinis oleh pulmonolog, serta keter­sediaan obat-obatan dan infrastruktur.

Kini program Healthy Lung memasuki fase intervensi (fase kedua), bertujuan untuk mengatasi kesenjangan multidi­men­si. Diselenggarakan di 71 Puskesmas di 3 kota: Bandung (Jawa Barat), Bantul (Yog­ya­karta)  dan Banjar (Kalimantan Selatan).

“Kegiatan intervensi yang dilakukan menyasar penambahan ketersediaan infrastruktur dan obat-obatan, meningkat­kan pengetahuan dokter umum tentang terapi pengobatan terbaru asma, dan melakukan perbaruan SOP (standard ope­rational procedure) manajemen asma berdasarkan buku pedoman  Kemenkes. Termasuk, mengembangkan buku pandu­an edukasi, komunikasi dan konseling bagi pasien asma,” ujar Rizman Abudaeri, dari PT AstraZeneca Indonesia.

Program Healthy Lung telah meram­bah ke 126 pusat inhalasi, mendis­tribusikan 1300 jet nebulizer dan memberi pelatihan asma untuk 1800 praktisi perawatan kesehatan.

Ada peningkatan

Program intervensi yang diinisiasi sejak Januari 2019, berhasil meningkatkan pengetahuan  lebih dari 4000 pasien asma. Mereka dilatih untuk taat pada tatalaksana pengobatan. Terjadi peningkatan 0,6x jumlah pasien asma yang tetap datang ke Puskesmas.

Sayangnya, hanya sekitar 10% pasien asma yang tekontrol sempurna; 90% pasien masih tidak terkontrol atau terkon­trol sebagian. Juga ditemukan, sebagian besar pasien asma yang datang ke Puskes­mas berusia produktif; 20% usia sekolah (6-19 tahun), 46% usia kerja (20-55 tahun).

Menurut dr. Rosye Arosdiani Apip, MKom, Kabid P2P Dinkes Kota Bandung, Bandung, sebagai kota ke 3 dengan jumlah pasien asma tertinggi di Indonesia, mengalami perubahan positif di Puskesmas yang ditargetkan.

“Meningkatnya pelayanan selama program intervensi, membuat pasien yang menggunakan obat controller inhalasi menunjukkan status asma terkontrol, dibanding pasien dengan obat oral. Kami juga menemukan, pasien yang tidak dirujuk ke rumah sakit cenderung mening­kat. Hal ini sejalan dengan tujuan kami, untuk meningkatkan pengobatan asma di Puskesmas,” terangnya.

Project HOPE akan mengembangkan project learning, sebagai kelanjutan dari program intervensi. Project learning bertujuan untuk meningkatkan status ken­dali asma di Puskesmas, dan mengu­rangi rujukan pasien ke rumah sakit. 

“Hasil program intervensi diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah, untuk menyediakan solusi bagi pengo­batan asma di Puskesmas,” tutur Country Representative of Project HOPE Indonesia, Agus Soetianto, MIPH, MHM. (jie)