Ethicaldigest

dr. Cut Putri Arianie, MHKes

Indonesia berada pada masa transisi demografi, teknologi, ekonomi, budaya dan perilaku. “Semua mengarah pada bertambahnya angka penderita penyakit tidak menular (PTM), termasuk gagal ginjal,” ujar dr. Cut Putri Arianie, MHKes, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI.

Terjadi peningkatan usia harapan hidup; wanita 71 tahun, pria 68 tahun. Teknologi membuat banyak hal mudah dilakukan, membuat kita kurang aktif bergerak. Peningkatan pendapatan per kapita, memicu budaya kuliner. “Semua itu berkaitan dengan faktor risiko gagal ginjal,” ujarnya dalam peringatan World Kidney Day 2019 di Jakarta. Empat besar PTM (kardioserebrovaskular, diabetes, kanker, gagal ginjal) memiliki faktor risiko sama: merokok, obesitas, tekanan dan gula darah tinggi, kurang aktivitas fisik dan pola makan tidak sehat. “Kalau sudah gagal ginjal, seumur hidup perlu obat dan kata WHO, hanya 30% yang bisa dikendalikan.”

Perlu perubahan perilaku untuk mengendalikan faktor risiko. “Sehari minimal 30 menit melakukan  aktivitas fisik. “Jujur, itu sulit. Meski di kantor ada sarana naik tangga, kami tidak sampai 3000 langkah berjalan sehari; sedangkan yang disarankan minimal 10 ribu langkah. Bisa ditebus dengan week end warrior, menjadi 150 menit seminggu. Tanpa perubahan perilaku dan niat yang kuat, sulit mencegah PTM.”  

Untuk mengurangi faktor risiko, Kemenkes berupaya lewat promosi kesehatan di media. Juga membentuk agent of change di setiap populasi masyarakat. Upaya deteksi dini ditingkatkan, supaya mampu dilakukan oleh Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), seperti Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu). Kader diberi pelatihan pengukuran tekanan darah, gula darah dan indeks massa tubuh. Target Kemenkes, 1 desa, 1 Posbindu.

“Seharusnya pemerintah daerah membiayai upaya deteksi dini. Ada Permendagri No. 100/2018, tentang Standar Pelayanan Minimal. Disebutkan, salah satu indikator bidang kesehatan adalah pelayanan hipertensi sesuai standar.” (jie)