Ethicaldigest

Nyeri Perut pada Bayi, Salah Satu Gejala Kolik Infatil

Nyeri perut pada bayi bisa jadi petunjuk adanya kolik infantil. Ada banyak penyebab kolik pada bayi. Selain masalah refluks esofageal, kondisi lain seperti underfeeding dan overfeeding, juga dapat menyebabkan terjadinya kolik pada bayi. Dan pengenalan makanan padat pada bayi, bisa menjadi penyebab terjadinya kolik.

Bukti epidemiologi terbaru juga menunjukkan bahwa paparan asap rokok dan metabolitnya, berhubungan dengan kejadian kolik pada bayi. Ibu yang selama periode kehamilan merokok, atau yang sedang melakukan terapi pengganti nikotin (NRT), dikaitkan dengan semakin meningkatnya kejadian kolik pada bayi.

Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan kejadian kolik pada ibu merokok atau melakukan NRT, dengan ibu yang tidak merokok atau tidak sedang melakukan terapi NRT. Hasilnya ternyata cukup berbeda. Meski demikian, perokok pasif tidak dihubungkan dengan angka kejadian kolik pada bayi dalam penelitian tersebut.

Studi lain menghubungkan kejadian kolik pada bayi berat lahir rendah (BBLR). Studi lain lagi mengaitkan jumlah mikroflora di usus dengan kejadian kolik.

Nyeri Perut

Salah satu gejala dari kolik adalah nyeri perut pada bayi. Nyeri perut sendiri merupakan nyeri yang dirasakan di antara dada dan regio inguinalis. Acute abdominal pain didefinisikan sebagai: serangan nyeri perut berat dan persisten, yang terjadi tiba-tiba serta membutuhkan terapi untuk mengatasi penyebabnya.

Dalam tulisannya, Markum Appley mengatakan bahwa sakit perut berulang didefinisikan sebagai serangan sakit perut yang berlangsung minimal 3 kali, selama paling sedikit 3 bulan dalam kurun waktu 1 tahun terakhir, yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

Perkembangan dari anatomi rongga perut dan organ-organ visera mempengaruhi manifestasi, patogenesis dan klinis dari penyakit abdominal peritoneum dan persarafan sensoris viseral  penting untuk evaluasi acute abdominal disease.

Setelah 3 minggu perkembangan janin, usus primitif terbagi menjadi foregut, midgut, dan hindgut. Arteri mesenterika superior menyuplai dari ke midgut (bagian keempat duodenum sampai midtransversal kolon). Foregut meliputi faring, esofagus, lambung, dan proksimal duodenum, sedangkan hindgut terdiri dari kolon distal dan rektum. Serabut aferen yang menyertai suplai vaskuler, memberikan persarafan sensoris pada usus dan terkait peritoneum viseral.

Sehingga, penyakit pada proksimal duodenum (foregut) merangsang serabut aferen celiac axis menghasilkan nyeri epigastrium. Rangsangan di sekum atau apendiks (midgut) mengaktifkan saraf aferen, yang menyertai arteri mesenterika superior menyebabkan rasa nyeri di periumbilikalis, dan penyakit kolon distal menginduksi serabut saraf aferen sekitar arteri mesenterika inferior, menyebabkan nyeri suprapubik.

Saraf prenikus dan serabut saraf aferen setinggi C3, C4, dan C5 sesuai dermatom bersama-sama dengan arteri prenikus mempersarafi otot-otot diafragma dan peritoneum sekitar diafragma. Rangsangan pada diafragma menyebabkan nyeri yang menjalar ke bahu. Peritoneum parietalis, dinding abdomen, dan jaringan lunak retroperitoneal menerima persarafan somatik sesuai dengan segmen nerve roots.

Peritoneum parietalis kaya akan inervasi saraf, sehingga sensitif terhadap rangsangan. Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal akan menghasilkan sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus. Ketika peradangan pada viseral mengiritasi pada peritoneumparietal, akan timbul nyeri yang terlokalisir. Banyak “peritoneal signs” yang berguna dalam diagnosis klinis dari acute abdominal pain.

Inervasi dual-sensorik dari kavum abdomen yaitu serabut aferen viseral dan saraf somatik, menghasilkan pola nyeri yang khas yang membantu dalam diagnosis. Misalnya, nyeri pada apendisitis akut nyeri akan muncul pada area periumbilikalis, dan nyeri akan semakin jelas terlokalisir ke kuadran kanan bawah saat peradangan melibatkan peritoneum parietal. Stimulasi pada saraf perifer akan menghasilkan sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan terlokalisir dengan baik.

Rangsangan pada saraf sensorik aferen intraperitoneal pada acute abdominal pain, menimbulkan nyeri yang tumpul (tidak jelas pusat nyerinya), nyeri tidak terlokalisasi dengan baik, dengan onsetgradual/ bertahap dan durasi yang lebih lama. Nervus vagus tidak mengirimkan impuls nyeri dari usus. Sistem saraf aferen simpatik mengirimkan nyeri dari esofagus ke spinal cord. Saraf aferen dari kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari diafragma, kapsul lien, dan perikardium memasuki sistem saraf pusat dari C3 sampai C5.

Spinal cord dari T6 sampai T9 menerima serabut nyeri dari bagian diafragma perifer, kantong empedu, pankreas, dan usus halus. Serabut nyeri dari colon, appendik, dan visera dari pelvis memasuki sistem saraf pusat pada segmen T10 sampai L11. Kolon sigmoid, rektum, pelvic renalis beserta kapsulnya, ureter dan testis memasuki sistem saraf pusat pada T11 dan L1. Kandung kemih dan kolon rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2 sampai S4.

Pemotongan, robek, hancur, atau  terbakar biasanya tidak menghasilkan nyeri di visera pada abdomen. Namun, peregangan atau distensi dari peritoneum akan menghasilkan sensasi nyeri. Peradangan peritoneum akan menghasilkan nyeri viseral, seperti halnya iskemia. Kanker dapat menyebabkan intraabdominal pain, jika mengenai saraf sensorik. Abdominal pain dapat berupa viseral pain, parietal pain, atau reffered pain.

Visceral pain bersifat tumpul dan kurang terlokalisir dengan baik, biasanya di epigastrium, regio periumbilikalis atau regio suprapubik. Pasien dengan nyeri viseral mungkin juga mengalami gejala berkeringat, gelisah, dan mual. Nyeri parietal atau nyeri somatik yang terkait dengan gangguan intraabdominal, menyebabkan nyeri yang lebih inten dan terlokalisir dengan baik.

Referred pain merupakan sensasi nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi sumber stimulus yang sebenarnya. Misalnya, iritasi pada diafragma dapat menghasilkan rasa sakit di bahu. Penyakit saluran empedu atau kantong empedu, dapat menghasilkan nyeri bahu. Distensi dari small bowel dapat menghasilkan rasa sakit ke bagian punggung bawah. Selama minggu ke-5 perkembangan janin, usus berkembang di luar rongga peritoneal, menonjol melalui dasar umbilical cord, dan mengalami rotasi 180 derajat berlawanan dengan arah jarum jam. Selama proses ini, usus tetap berada di luar rongga peritoneal sampai kira-kira minggu 10, rotasi embryologik menempatkan organ-oragan visera pada posisi anatomis dewasa. Pengetahuan tentang proses rotasi semasa embriologis penting secara klinis, untuk evaluasi pasien dengan acute abdominal pain karena variasi dalam posisi; misalnya pelvic atau retrocecal appendix.

/Kolik Infantil, Tampilan Klinis dan Cara Mendiagnosa