Ethicaldigest

Mikosis Paru pada Pasien TB

Tingginya insiden TB di Indonesia, mendongkrak kasus mikosis paru. Batuk darah adalah salah satu gejala mikosis paru, yang kerap muncul pada pasien TB/bekas TB.

WHO Global TB Report 2018 memperkirakan, terdapat 842.000 insiden TB di Indonesia dengan mortalitas 107.000. Ini menjadikan negara kita menduduki peringkat tiga untuk kasus TB terbanyak di dunia, setelah India dan Tiongkok. Tingginya kasus TB makin mendongkrak jumlah populasi mikosis paru.

Pasien TB aktif maupun pasien bekas TB, rentan mengalami mikosis paru karena terjadi kerusakan jaringan paru, yang disebut sebagai kerusakan arsitektur pa­ru. “Ter­utama bila terjadi kavitas. Jamur yang menginfeksi biasanya jenis Asper­gillus,” ujar dr. Arifin Nawas, Sp.P(K), dari MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, Jakarta.

Saat konidia Aspergillus masuk mela­lui udara ke saluran napas, sampailah ke ka­vitas paru. Rongga kosong dalam ja­ringan paru ini merupakan area yang nya­man baginya, sehingga memiliki peluang untuk tumbuh di sana.

Perlahan, Aspergillus akan memben­tuk kolonisasi dan tumbuh makin besar, hing­ga memenuhi kavitas. “Bila dilihat melalui CT scan, ada gambaran halo sign. Inilah yang disebut bola jamur atau fungus ball,” ucap Dr. dr. Anna Rozaliyani, M.Biomed, Sp.P, Ketua Departemen Parasitologi FKUI, Jakarta.

Mikosis paru merupakan salah satu komplikasi dari TB paru. Fungus ball pa­ling sering dijumpai pada lobus bagian atas. Ini sesuai dengan naluri kuman TB, yang mencari tempat dengan oksigen pa­ling banyak. Akhirnya, kavitas banyak terjadi pada lobus atas.

Adapun, menurut dr. Arifin, kasus fungus ball dulu sering sekali dia jumpai di tempat praktik. Dalam satu bulan, bisa dua hingga tiga kasus fungus ball yang harus dioperasi. “Mungkin dulu pengobatan TB banyak yang tidak sempurna. Tapi, belakangan ini relatif jarang. Saya rasa, dokter sekarang sudah mengobati TB dengan jauh lebih baik sehingga TB bisa sembuh sempurna, dan tidak terjadi kavitas,” tuturnya.

Namun, kerusakan jaringan paru tidak ha­nya berupa kavitas. Bisa pula berupa ekta­sis dan bula paru. Dengan rusaknya arsi­tektur paru, pembersihan jalan napas di paru tidak berjalan sempurna. Akhirnya, jamur memiliki kesempatan untuk tumbuh. Miko­sis paru pada pasien TB aktif/bekas TB lebih sulit dikenali pada kasus tanpa kavitas.

Lagi-lagi, kewaspadaan sangat me­nen­tu­kan untuk melakukan diagnosis. Ha­rus diakui, kewaspadaan terhadap miko­sis belum terlalu kuat, mengingat negara kita endemik TB. Sering kali, kecurigaan mengarah ke TB pada pasien dengan batuk tak kunjung sembuh. “Biasanya, jarang langsung terpikir mikosis paru sejak awal. Jika pasien telah diberi pengobatan TB yang adekuat tapi kondisinya tidak membaik, perlu dipikirkan kemungkinan mikosis paru, selain kecurigaan terhadap TB resistan obat, kanker paru, dan lain-lain,” papar Dr. dr. Anna.

Batuk darah berulang merupakan salah satu gejala yang jamak ditemukan pada mikosis paru, dengan aspergilosis kronis. “Beberapa sejawat dokter umum mulai sadar dan tahu, batuk darah pada pasien TB atau bekas TB mungkin karena infeksi jamut. Tapi sering  kewaspadaan klinis muncul belakangan, ketika keluhan tidak membaik meski pasien telah diberi obat,” lanjut Dr. dr. Anna.

Mikosis paru yang terjadi pada pasien TB aktif, akan mempersulit pengobatan TB. (nid)