Ethicaldigest

Pasien Diabetes Berhak Makan Enak

Jangan ubah gaya hidup pasien, tapi bentuk gaya hidup yang baru. Pasien tetap berhak makan enak, termasuk makan durian. Peran dokter untuk mengedukasi pasien.

Bagi mayoritas masyarakat Indonesia, nasi putih dan teh/kopi manis adalah bagian dari keseharian. Dalam merawat pasien diabetes, kebiasaan seperti ini harus diakui sedikit menyulitkan. Pasien diabetes harus membatasi asupan gula sederhana. “Sederhananya, gennya tidak bisa memproduksi cukup insulin. Ya, jangan dikasih banyak karbohidrat. Baiknya sesedikit mungkin, sehingga sudah cukup dengan insulin yang terbatas,” ujar Dr. dr. Aris Wibudi, Sp.PD-KEMD, Ketua Perkumpulan Edukator Diabetes Indonesia (PEDI).

Nasi putih terutama yang pulen, sangat cepat meningkatkan glukosa darah. Nasi putih juga telah kehilangan kulit ari, yang kaya akan vitamin B kompleks. Ada pilihan beras yang lebih sehat, misalnya beras tumbuk, beras merah, beras ungu, sampai beras hitam.

Beras yang berwarna seperti ini merupakan karbohidrat kompleks. Dibandingkan nasi merah, nasi putih lebih cepat menaikkan kadar gula darah, tapi indeks glikemi (IG) kedua jenis nasi tersebut tidak jauh berbeda. “Nasi merah tampak lebih sehat karena kandungan seratnya lebih banyak, membuat lebih cepat kenyang, sehingga orang tidak mengonsumsinya sebanyak nasi putih,” ujar Dr. dr. Aris.

Harus diakui, beras yang berwarna kurang populer di Indonesia. Umumnya, masyarakat lebih menyukai nasi putih yang pulen. Tidak perlu memaksa pasien untuk beralih ke beras berwarna. Salah-salah, pasien tidak mau makan sampai kekurangan nutrisi atau hipoglikemia. Atau sebaliknya, mungkin saja ia jadi makan terlalu banyak karena menganggap nasi merah ‘aman’. Padahal, asupannya juga tetap tidak boleh berlebihan.

Alangkah baik seandainya pasien mau mencoba nasi merah, atau minimal beras putih yang masih mengandung kulit ari. Bila ini tidak memungkinkan bagi pasien, Dr. dr. Aris memberi tips sederhana, “Setiap kali makan nasi, selalu sertakan sayur dua kali lipat dari porsi nasi.” Untuk mudahnya, kembali ke pembagian piring makan: ¼ nasi, 1/2 sayur, dan ¼ lauk.

Ini berlaku untuk semua sumber karbohidrat sederhana lainnya seperti mie, bihun, atau pasta. Untuk mie ayam misalnya. “Pastikan mie seperempat mangkuk, ayam seperempat mangkuk, dan sayurnya setengah mangkuk,” ujarnya.

Boleh juga menyarankan pasien untuk mengeksplorasi sumber-sumber karbohidrat selain nasi dan mie. Misalnya jagung, singkong, ubi, talas, sagu hingga sorgum. Ini merupakan kekayaan pangan lokal Indonesia, yang kandungan nutrisinya tak kalah dengan pangan ‘super’ seperti kinoa (quinoa), yang beberapa tahun belakangan banyak digandrungi masyarakat kelas menengah.

Gula vs pemanis

Secara umum, asupan kalori pasien diabetes harus dibatasi, tak boleh berlebihan. Ini kesulitan lain di Indonesia: tak afdol rasanya sarapan tanpa menyeruput secangkir teh atau kopi manis. Tidak ada ketentuan pasti, berapa banyak gula yang boleh dikonsumsi pasien diabetes dalam sehari. Umumnya, batasannya adalah jumlah karbohidrat total. Sebagian ahli menyatakan, sebaiknya sumber karbohidrat dari gula maksimal 1 sdt (5 gr) saja dalam sehari.

Selain membutuhkan insulin untuk memasukkannya ke sel, gula mengandung kalori. Bila konsumsinya berlebihan, asupan kalori dalam sehari bisa terlalu banyak. Sebenarnya, ada pemanis alternatif yang rendah, bahkan nol kalori.

Dr. dr. Aris menyayangkan, umumnya pasien diabetes takut mengonsumsi pemanis selain gula. “Mereka lebih permisif terhadap gula, tapi takut dengan pemanis buatan. Padahal, batas asupan pemanis alternatif dalam sehari jauh lebih banyak daripada gula; dihitung berdasarkan berat badan,” ungkapnya.

Untuk aspartam misalnya, maksimal 50 mg/kg berat badan (BB) berdasarkan ketentuan FDA. Maka bila BB pasien 60 kg, maksimal ia mengonsumsi 3.000 mg aspartam dalam sehari. Padahal, sekaleng soda saja hanya mengandung 200 mg aspartam. Artinya, rerata konsumsi aspartam dalam sehari jauh di bawah batas maksimal. Dengan kandungan kalori hanya 0,04 kkal/g, tambahan kalori dari asupan aspartam boleh dibilang tidak signifikan. Tingkat kemanisannya 160-200 kali gula, sehingga cukup digunakan sedikit saja  pada minuman. Sayangnya, sakarin tidak tahan panas, dan kerap meninggalkan rasa pahit di mulut.

Pemanis sakarin tidak mengandung kalori. BPOM menetapkan batas konsumsi harian sakarin maksimal 5 mg/kg BB. Namun menurut FDA, konsumsi aman sakarin yakni 50 mg/hari. Mempertimbangkan rasa manis sakarin 300-500 kali gula, penggunaannya sedikit sekali dibanding gula. Seperti aspartam, sakarin tidak tahan panas, dan kerap meninggalkan rasa pahit di mulut.

Pemanis yang tahan panas misalnya sukralosa. Tingkat kemanisannya 600 kali gula, dan tidak mengandung kalori. Batas konsumsi sukralosa maksimal yakni 15 mg/kg BB.

Belakangan, stevia mulai naik daun, meski sebenarnya sudah lama pemanis stevia ditemukan. Sebagian orang merasa lebih aman mengonsumsi stevia, karena berasal dari tanaman, seperti halnya gula tebu. Stevia tidak mengandung kalori dan karbohidrat, sehingga tidak menaikkan gula darah. Dengan rasa manis 300 kali gula, maka cukup digunakan sedikit saja. Keunggulan lainnya, stevia tahan panas (hingga 200oC) dan tidak meninggalkan rasa pahit. Bahkan, rasa manisnya mirip dengan gula tebu. Lembaga regulasi pangan dunia JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additive) menetapkan, batas maksimal konsumsi harian stevia 5 mg/kg BB.

Pasien harus diingatkan untuk tetap bijak dan tidak berlebihan mengonsumsi makanan /minuman manis, sekalipun menggunakan pemanis alternatif.

Pentingnya edukasi

Pengelolaan diabetes agar gula darah terkontrol, sangat dibutuhkan peran serta pasien. Menurut Dr. dr. Aris, “Pasien harus menjadi dokter bagi dirinya sendiri. Dokter hanya bisa mengedukasi, pasien yang memutuskan.”

Peran edukator sesungguhnya sangat penting, untuk membantu pasien memberdayakan dirinya sendiri. Bila pasien mampu mengendalikan diabetesnya, komplikasi bisa dihindari, sehingga beban biaya pengobatan yang ditanggung pemerintah akan sangat berkurang. Dr. dr. Aris menilai, RS Fatmawati termasuk yang sangat baik dalam memfasilitasi pasien untuk berkonsultasi dengan edukator. Peran edukator di RS tersebut sangat dihargai.

Hingga kini, PEDI telah melatih sekitar 3.000 edukator di seluruh Indonesia. Terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, ahli gizi, perawat, farmasis, hingga psikolog. Dr. dr. Aris menyayangkan, belum semua RS menyadari pentingnya peran edukator diabetes.

Dokter tidak boleh bosan mengedukasi pasien. Berdasarkan pengamatannya di RS Fatmawati dan RSPAD Gatot Subroto, pada pasien yang rutin mengikuti program edukasi diabetes dan senam diabetes, angka kaki diabetes 0%. “Di RSPAD, pasien dengan kaki diabetes umumnya lebih dari enam bulan tidak mengikuti edukasi, dan berasal dari luar (rumah sakit lain),” ujar Dr. dr. Aris.

Pasien memang harus membatasi asupan karbohidrat dan lebih bijak memilih makanan. Bukan berarti sangat ketat diatur, hingga tidak boleh makan ini-itu. “Pasien diabetes itu mikirin penyakitnya saja sudah stres. Kalau dibebani lagi dengan aturan makan yang terlalu ketat, tambah stres,” ujar Dr. dr. Aris.

Pendekatan yang dilakukan Dr. dr. Aris adalah membuat pasien memahami dirinya sendiri; mana makanan yang kurang baik untuknya. Salah satu caranya, dengan meminta pasien untuk memotret makanannya, seperti telah disebutkan sebelumnya.

Ia berpendapat, pasien diabetes berhak makan enak. Bahkan, ia membolehkan pasien makan durian. Secara teori, IG durian 55, lebih rendah daripada nasi putih (65). Yang jadi masalah, orang susah berhenti kalau sudah makan durian.

Untuk itu, Dr. dr. Aris memberi tips untuk pasien, “Sebelum makan durian, makan dulu sayur mentah 200 gr, satu buah ketimun, dan satu buah tomat yang besar.” Dengan cara ini, pasien sudah keburu kenyang, sehingga tidak mampu melahap durian banyak-banyak. “Sayur bisa menghambat penyerapan gula, sehingga dampak kenaikan gula darah berkurang,” imbuhnya.

Yang pasti, ingatkan pasien untuk memelihara kestabilan kadar gula darah. “Yang terbaik adalah, tiap kali makan, kandungan zat yang menyebabkan kenaikan gula darah hampir selalu sama,” jelasnya. Asupan/porsi karbohidrat pada masing masing sarapan, makan siang, makan malam, dan snack diupayakan sama setiap hari. Hal ini akan mempermudah pengobatan.

Selain itu, “Kemampuan pasien diabetes untuk mengelola gula sudah terganggu. Bila asupan makanannya berubah-ubah, akan menyebabkan fluktuasi gula darah yang lebar. Ini harus dihindari.” Berbagai penelitian menemukan, gula darah yang berfluktuasi dapat memicu berbagai komplikasi, termasuk serangan jantung.

Pada pasiennya, Dr. dr. Aris tidak mengatakan akan mencoba mengubah gaya hidup pasien. “Melainkan, membentuk gaya hidup baru. Intinya sama, tapi secara psikologis, kata-kata ini lebih mudah diterima pasien,” pungkasnya.