Ethicaldigest

GERD Q, Alat Identifikasi GERD yang Mudah Digunakan

Penyakit panas pada bagian perut atau Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) umum terjadi pada populasi di negara-negara Barat. Laporan dari Amerika Serikat mengungkapkan, satu dari lima orang dewasa di Negeri Paman Sam itu menderita gejala reflux (panas pada bagian perut, dan/atau regurgitasi) sekali seminggu. Sekitar  40% dari populasi menderita gejala tersebut sekali dalam sebulan.

 “Kita sepakat, ada kecendrungan bahwa kejadian penyakit GERD meningkat di masyarakat,” kata dr. Ari F. Syam, Sp.PD-KGEH, pada Indonesian Digestive Disease Week 2015, di Jakarta. “Hal ini berhubungan dengan perubahan gaya hidup, yaitu gaya hidup yang menyebabkan obesitas,” tambahnya. Survey yang dilakukan di Indonesia termasuk RISKESDAS menunjukkan, masyarakat Indonesia punya kecenderungan untuk mengalami obesitas. Dampak dari obesitas adalah GERD.

Data dari RS Ciptomangunkusumo, Jakarta, oleh Lelosutan tahun 1998 menyebutkan, esofagitis terjadi pada 22,8% pasien yang menjalani endoskopi bagian atas untuk indikasi dispepsia.

Penelitian lain oleh Ari F. Syam tahun 2002, melibatkan 1718 pasien  dengan endokopi saluran cerna bagia atas  menemukan, 13,3% pasien memiliki lesi esofagitis di esophagus. Prevalensi refluks esofagitis dalam penelitian ini cenderung meningkat, bersamaan dengan waktu dan peningkatannya terjadi secara dramatis.

“Tahun 2006, kita melakukan survey terhadap 1.639 di 5 wilayah Jakarta. Ternyata gejala paling dominan adalah regurgitasi, sebesar 18,4%, diikuti heartburn 7,3%. Ini menunjukkan, ternyata kasus GERD banyak terdapat di masyarakat,” tutur dr. Ari.

Manifestasi Klinis GERD

Karakteristik gejala klinis GERD adalah epigastrik atau ketidaknyamanan retrosternal. Ketidaknyamanan biasanya dideskripsikan sebagai rasa panas pada perut, terkadang disertai dysphagia, mual, atau regurgitasi. Jika regurgitasi terjadi saat tidur, pasien akan merasakan rasa pahit empedu di lidah atau hipersalivasi.

 Penyakit ini juga dapat menyebabkan berbagai gejala ekstraesophageal atipikal, seperti rasa sakit dada nonkardiak, suara serak, laringitis, batuk akibat aspirasi, bahkan bronchietasis atau asma. GERD biasa terjadi perlahan, dan kadang menyebabkan episode akut atau mengancam jiwa. Dengan alasan ini, kebanyakan pasien GERD membutuhkan pengobatan medis.

Patofisiologis

Esophagus dan perut dipisahkan oleh suatu zona bertekanan tinggi, yang dihasilkan kontraksi tonik otot lunak tertentu pada Lower Esophageal Sphincter (LES). Pada individu normal, batas fungsi ini terjaga, kecuali untuk alur antegrade yang berhubungan dengan menelan dan alur retrograde, yang berhubungan dengan sendawa dan muntah. Alur menyeberangi LES hanya terjadi jika tonus LES tidak ada atau sangat pendek (kurang dari 3 mmHg). Reflux gastro-esophageal asam pada pasien GERD, terjadi dengan tiga mekanisme, yakni:

  1. Reflux spontan saat relaksasi LES tidak tepat.
  2. Alur retrograde terjadi sebelum rekoveri tonus LES setelah menelan.
  3. Peningkatan tekanan intraabdominal mengatasi batas  yang lemah dari hipotensi LES kronis.   

GERD Q

Dalam praktik sehari-hari, diagnosis GERD ditegakkan berdasarkan gejala yang muncul,  melakukan investigasi dengan memantau kadar pH, melakukan endoskopi dan PPI tes. Meski demikian, ada beberapa keterbatasan. “Kita tahu pada beberapa pasien, kerusakan mukosa dapat dengan mudah didiagnosa dengan endoskopi. Tetapi gejala GERD sering tidak ditemukan pada pasien,” ujar Prof. dr. Aziz Rani, Sp.PD-KGEH dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia.

Sementara itu, hubungan kerusakan mukosa dan frekuensi gejala juga tidak begitu jelas. “Karena itu, kita perlu mencari cara, bagaimana menegakkan diagnosis berdasarkan gejala,” tambahnya.

Ada beberapa kuisioner yang telah dikembangkan, yaitu RDQ, GSRS dan GIS. Yang terakhir adalah Gerd Q, untuk menilai dampak gejala dan memonitor respon pengobatan. “GERD Q adalah suatu alat komunikasi sederhana, yang dikembangkan untuk dokter untuk mengidentifikasi dan menatalaksana pasien dengan GERD,” kata dr. Ari. GERD Q dibuat dari 3 kuisioner berbeda tervalidasi (RDQ, GIS dan GSRS), yang dievaluasi dalam penelitian DIAMIOND. 

Ada satu publikasi oleh dr. Marcellus Simadibrata dan kawan-kawan di Medical Journal of Indonesia, yang menyatakan bahwa GERD Q valid dan bisa digunakan untuk kondisi di Indonesia.

Pengobatan GERD, Menurunkan Asam Lambung dengan PPI