Ethicaldigest
nyeri osteoartritis kronis

Nyeri Osteoartritis Kronis: Mekanisme dan Tatalaksananya

Nyeri osteoartritis kronis dapat berlangsung lebih intens, yang sering tidak dapat disangka dan menyebabkan kelelahan emosional. Pada kondisi yang lebih berat, ciri nyeri neuropatik dapat terjadi, seperti perasaan terbakar dan seperti ditusuk jarum. Selanjutnya, perubahan mood, gangguan tidur dan kelelahan, merupakan bagian dari keadaan nyeri kronis, yang juga terjadi pada osteoarthritis.  Pada manusia, cabang  artikuler nervus tibialis yang menginervasi kapsul lutut meliputi 70-80% serabut C tidak bermyelin dan saraf simpatis (yang berhubungan dengan nyeri).  Nosiseptor banyak terdapat pada kapsul sendi, ligament, periosteum, meniscus dan tulang subkondral. Area paling sensitive adalah sinovium anterior, bantalan lemak dan kapsul sendi. Kartilago sendiri tidak bisa menstrasmisikan nyeri. Osteoartritis sesunguhnya bukan hanya penyakit pada tulang rawan, melainkan penyakit pada seluruh sendi. Selama progresi osteoarthritis, nosiseptor terpapar lingkungan biomekanis dari berbagai jaringan sendi. Sitokin, seperti IL-6, IL-17, IL1-beta dan TNF, serta mediator, seperti sitokin lain, kemokine, prostanoid, neurotropin, osida nitrat, kinin, lipid, ATP dan anggota jalur komplemen, merupakan komponen yang kemungkinan dapat memacu nyeri. Kerusakan jaringan dan proses remodeling juga dapat menyebabkan nyeri. Vaskularisasi osteokonderal dan meniscus dapat merupakan sumber nyeri, karena diikuti tumbuhnya serabut saraf tipe C dan saraf simpatis. Nyeri dapat semakin bertambah dengan adanya proses ini. Sensitisasi sentral nyeri dapat menyebabkan plastisitas sistim saraf sentral, yang menimbulkan aktivitas neuronal  spontan, berkurangnya ambang aktivasi dan ekspansi zona reseptif yang bermanifestasi sebagai hiperalgesia dan alodinia, bahkan  di area di luar zona pemicu awal. Sensitisasi sentral ini juga terjadi pada nyeri osteoarthritis. Disosiasi antara induksi mekanis dan nyeri osteoarthritis lutut spontan dapat berpengaruh terhadap emosi seseorang. Dapat disimpulkan bahwa nyeri kronis spontan melibatkan kondisi emosional, sehingga mempengaruhi nyeri osteoarthritis. Perubahan anatomis ini ternyata masih reversible, sehingga dimungkinkan untuk mengubah jalur ini. Penatalaksanan nyeri osteoarthritis kronis Penatalaksanan pasien dan pilihan pengobatan osteoarthritis, ditentukan oleh letak sendi yang mengalami osteoarthritis. Tujuan penatalaksaan osteoarthritis adalah mengurangi /mengendalikan nyeri, mengoptimalkan fungsi gerak sendi, mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari (ketergantungan pada orang lain), dan meningkatkan kualitas hidup. Juga menghambat progresifitas penyakit, serta mencegah terjadinya komplikasi. Pendekatan holistic dibutuhkan dalam penatalaksanan osteoarthritis. Rekomendasi penatalaksanaan osteoarthritis dikeluakan oleh American College of Rheumatology (ACR), European League Against Rheumatism (EULAR), American Geriatric Society (AGS), Academy of Orthopedic Surgeons. Osteoartritis Research Society International (OARSI) juga telah mengeluarkan rekomendasi. Walaupun terdapat perbedaan dari berbagai panduan tersebut, semua panduan bertujuan mengurangi nyeri osteoarthritis. Indonesian rheumatism association (IRA) tahun 2014 mengeluarkan rekomendasi mengenai penatalaksanan osteoarthritis. Disebutkan bahwa terapi osteoarthritis, dapat berupa terapi non farmaologis maupun farmakologis. Parasetamol merupakan analgetik yang banyak dipakai, dan dosis yang digunakan dapat mencapai 4 gram /hari. Obat ini direkoemndasikan oleh Indonesian Rheumatism Association mau pun American College of Rheumatology (ACR). Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) diberikan pada pasien untuk mengurangi inflamasi dan nyeri, di mana penggunaan topikal lebih dipilih dibandingkan penggunaan oral. Duloksetin dan tramadol kadang-kadang dapat menjadi pilihan, pada pasien yang sudah tidak mempan denga OAINS. Terapi kombinasi dengan berbagai obat yang mempunyai efek berbeda menjadi rasional, mengingat adanya berbagai jalur nyeri pada osteoarthritis. OAINS direkomendasikann oleh ACR pada tahun 2012, untuk penanganan osteoarthritis lutut, tangan dan panggul. Obat anti inflamasi non steroid harus dimulai dengan dosis analgesik yang rendah, dan dapat dinaikkan hingga dosis maksimal jika respon terapi tidak efektif pada dosis rendah (IRA 2014). IRA tahun 2014 mengeluarkan rekomendasi penggunaan OAINS. Dalam rekomendasi tersebut, dibahas mengenai klasifikasi, mekanisme keja, strategi pemilihan, efek samping, dosis serta kontraindikasi OAINS. Perlu diperhatikan mengenai efek samping gastrointestinal dan kardioaskuler, pada penggunaan OAINS. OAINS dengan inhibisi COX 1 dominan, cenderung mengakibatkan efek samping gastrointestinal. Sedangkan dengan inhibisi COX-2 dominan, cenderung mengakibatkan efek samping kardiovasjuler (IRA 2014). Terapi dengan injeksi intraartikuler merupakan pilihan pada pasien, yang tidak memberikan respon terhadap terap non farmakologis dan obat-obatan oral. Injeksi dapat berupa kortiksoteroid dan asam hyaluronan, platelet rich plasma, proloterapi, serta stem cell masih dalam penelitian. Rujukan ke orthopedic diperlukan pada kasus yang tidak dapat diterapi dengan cara konvensional. Penggunaan obat komplementer dan alternative dibutuhkan pada penatalaksnaan osteoarthritis. Kurkumonoid 30 mg tiga kali sehari terbukti setara dengan natrium diklofenak 25 mg sehari tiga kali, dalam mengatasi nyeri osteoarthritis. Tapi efek sampingnya lebih minimal. Masalah yang timbul dalam penatalaksanaan nyeri osteoarthritis, adalah mengenai keuntungan dan kerugian penggunaan obat anti inflamasi atau pengurang rasa sakit. Parasetamol dapat mengakibatkan kerusakan hati. OAINS dapat memiliki efek gastrointestinal, renal maupun kardiovaskuler. Timbul pertanyaan, apakah obat-batan tersebut hanya diminum saat dibutuhkan atau diminum terus menerus, untuk mengurangi peradangan. Penggunaan obat penghambat pompa proton yang digunakan bersama OAINS secara terus menerus, mesti memperhatikan gangguan fungsi ginjal, mengingat penghambat pompa proton mempunyai efek samping menurunkan fungsi ginjal. Penggunaan penghambat COX2 dapat menekan efek samping gastrointestinal. Penggunaan penghambat COX-2, walaupun aman bagi gastrointestinal, harus diperhitungkan bagi orang dengan risiko kardiovaskuler. Nyeri Osteoartritis: Nyeri Kronis yang Batasi Aktivitas Penderita