Ethicaldigest

Alat Bantu untuk Mendengar

Gangguan pendengaran akibat rusaknya saraf pendengaran di koklea tidak bisa dikoreksi dengan obat atau tindakan operasi. Pasien membutuhkan alat bantu agar tetap bisa mendengar.

Gangguan pendengaran akibat penyakit kronis biasanya berupa sensosineural, di mana terjadi kerusakan pada saraf pende­ngar­an di koklea. Umumnya, gangguan ini progresif dan permanen, serta tidak bi­sa dikoreksi dengan obat maupun operasi. “Gangguan pendengaran yang dapat di­per­baiki dengan obat-obatan atau tindak­an operasi hanyalah jenis gangguan konduktif,” ujar Dr. dr. Siti Faiza Abiratno, Sp.THT-KL, M.Sc dari Kasoem Balance Hearing & Speech Center, Jakarta. Misal­nya kerusakan di gendang telinga, masa­lah pada telinga tengah akibat infeksi, dan ke­lainan tulang pendengaran (otosklerosis).

Anatomi dan fisiologi koklea sangat kompleks. “Sehingga, gangguan pende­ngaran akibat terganggunya fungsi saraf di koklea sulit diperbaiki. Kecuali pada ka­sus tuli mendadak,” lanjutnya. Yang bisa di­lakukan untuk mencegah penurunan pen­dengaran lebih lanjut adalah dengan me­natalaksana penyakit atau underlying factor yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran.

Opsi bagi pasien penyakit kronis yang sudah mengalami gangguan pendengaran sensosineural yakni pemasangan alat ban­tu untuk mendengar (hearing device). Pe­milihan alat bantu tergantung dari jenis dan derajat gangguan dengar yang diala­mi oleh pasien. Berikut ini beberapa di antaranya.

  • Alat bantu dengar konvensional. Vi­brasi suara ditangkap oleh mikrofon; di­ubah menjadi sinyal listrik, diampli­fikasi, lalu diteruskan ke earphone yang dipasang di kanal telinga. Alat ini tersedia dalam berbagai perbedaan karakteristik; pemilihannya bergan­tung pada derajat gangguan pende­ngar­an, serta lingkungan tempat pasien tinggal.
  • Bone anchored hearing aid (BAHA). Alat ini cocok bagi pasien dengan atresia aural atau gangguan drainase kro­nis pada telinga sehingga tidak bisa memakai alat bantu dengar konven­sional. BAHA terdiri atas tiga bagian: prosesor suara, abutment, dan implan titanium. Prosesor menangkap suara dari mikro­fon, lalu mengamplifikasi dan mengubah­nya menjadi vibrasi. Abutment atau ko­nek­tor mentransfer vibrasi suara dari pro­se­sor ke implan. Selanjutnya, implan titanium yang ditanam pada tengkorak di bagian belakang telinga mengantarkan vibrasi tersebut langsung ke telinga da­lam, tanpa melewati telinga luar dan te­ngah. Selanjutnya, koklea mengubah si­nyal suara menjadi sinyal neural, dan me­ne­ruskannya ke otak. BAHA bisa dipa­sang selama koklea pada salah satu atau ke­dua telinga masih utuh dan bisa men­dengar dengan setidaknya level moderat.
  • Implan telinga tengah. Implan ini ter­diri atas dua bagian: bagian ekster­nal (mikrofon dan prosesor), dan bagian in­ternal (transduser) yang ditanam di te­linga tengah. Suara yang ditangkap lalu diubah menjadi vibrasi mekanik, la­lu ditransmisikan ke transduser. Se­lan­jutnya, vibrasi diteruskan ke tu­lang-tulang pendengaran, atau ke membran koklea. Implan telinga tengah diperun­tukkan bagi pasien dengan gangguan pendengaran moderat atau berat. Juga bisa dipertimbangkan keti­ka pasien tidak bisa memakai alat ban­tu dengar konvensional, atau bila alat ban­tu de­ngar konvensional tidak efektif.
  • Implan koklea. Implan koklea adalah pilihan bagi pasien dengan gangguan pendengaran berat akibat kerusakan telinga dalam, dan tidak mendapat manfaat optimal dari alat bantu dengar lain. Pada implan koklea, prosesor suara yang dipasang di belakang teli­nga bertugas menangkap sinyal sua­ra, lalu mentransmisikannya ke pene­ri­ma yang ditanam di bawah kulit di be­­lakang telinga. Alat penerima ini ke­mu­dian mengirimkan sinyal ke elek­tro­da yang ditanam di koklea. Sinyal ini lalu ditangkap oleh saraf pendengaran, dan diteruskan ke otak. Butuh waktu dan latihan bagi otak untuk belajar meng­interpretasi sinyal yang diterima implan koklea. Umumnya dalam seta­hun, pasien yang menjalani implan ko­klea mengalami kemajuan berarti dalam memahami percakapan. (nid)