Cryotherapy umum digunakan dalam prosedur tatalaksana berbagai jenis tumor, jinak atau ganas. Menjadi prosedur kedua tersering dilakukan setelah pemotongan kulit.
Mekanisme pengrusakan dalam cryosurgery atau cryotherapy atau cryoablasi melalui nekrosis, sebagai hasil dari pembekuan dan pencairan sel. Area yang diterapi mengalami reepitelisasi. Efek merugikan cryotherapy biasanya minor dan terjadi dalam periode singkat.
Sudah sekitar satu abad dermatologis menggunakan teknik cryotherapy. Tepatnya setelah ditemukannya botol tempat penyimpanan cairan pembeku, seperti nitrogen, oksigen dan hidrogen. Ditambah lagi, tahun 1940-an nitrogen cair semakin banyak dipakai. Tahun 1961, Cooper dan Lee mengenalkan sistem yang mampu menyemprotkan nitrogen cair. Pada tahun 1990-an, 87% dermatologis menerapkan cryotherapy dalam praktek harian mereka.
Secara umum keuntungan metode ini adalah gampang diterapkan, dan memberi hasil yang secara kosmetik baik. Pasien kanker kulit sebagian besar diterapi menggunakan prosedur yang ‘merusak’, seperti electrodesiccation atau kuret. Pada karsinoma sel basal kulit dan penyakit Bowen bisa ditatalaksana dengan cryotherapy.
Data menunjukkan, rerata rekurensi karsinoma sel basal kulit berubah-ubah dengan memakai prosedur standar. Journal of the American Academy of Dermatology (1991) mencatat angka rekurensi pada kanker kulit dengan prosedur cryotherapy dalam 5 tahun <7,5%. Lebih kecil dibanding dengan bedah (10,1%), kuret dan electrodesiccation (7,7%) atau radiasi (8,7%).
Terapi ini juga dipakai untuk merawat pasien AIDS yang mengalami kaposi sarkoma; saat lesi kulit masih kecil dan terlokalisasi. Kaposi sarkoma merupakan salah satu jenis kanker, di mana lesi tumbuh di kulit, kelenjar getah bening, permukaan mulut, hidung, tenggorok dan bagian lain di tubuh. Lesi umumnya berwarna ungu, terdiri dari sel-sel kanker, pembuluh darah dan sel-sel darah. Kanker ini disebabkan oleh Kaposi sarcoma-associated herpesvirus (KSHV). National Cancer Institute mencatat, selain menyerang penderita AIDS, juga diderita oleh mereka yang sistem imunnya rendah karena obat yang digunakan pada transplantasi organ, atau pada ras Mediteranian.
Cryotherapy dalam perkembangannya juga dipakai sebagai terapi alternatif, untuk tumor yang ada di dalam tubuh. Nitrogen cair atau gas argon dialirkan menggunakan instrumen (cryoprobe), yang bersentuhan langsung dengan tumor. MRI dipakai untuk memandu cryoprobe dan memonitor sel-sel tumor yang membeku, sekaligus mengawasi agar organ sehat disekitar tumor tidak ikut rusak.
“Tahun 1999, prosedur cryo pada kanker prostat sudah tidak lagi difase eksperimen,” papar Prof. Niu Lizhi, MD, dari Guangzhou Fuda Cancer Hospital, China, dalam seminar Multi-Disciplinary Approach For Oncology Management di Jakarta.
Ada jenis kanker yang bisa dibekukan dengan cryosurgery, beberapa di antaranya bahkan pada kondisi pra-kanker. Pada kasus prostat dan tumor hati, prosedur ini lebih efektif dibanding pada kasus retinoblastoma. Para ahli mendapati, cryotherapy paling efektif jika tumor masih kecil dan hanya menutupi sebagian kecil retina. Atau pada kejadian stadium awal kanker kulit (karsinoma sel basal atau sel skuamosa), pertumbuhan tumor pra-kanker yang disebut actinic kertosis. Atau pada kondisi cervical intraepithelial neoplasia.
Terapi ini juga bisa digunakan pada tumor di tulang, ganas atau jinak. Diharapkan mampu mengurangi risiko kerusakan sendi, jika dibandingkan dengan terapi standar yang sudah ada, dan mengurangi kemungkinan amputasi. Riset juga membuktikan cryosurgery bermanfaat dalam tatalaksana kanker payudara, kolon dan ginjal. Juga saat dikombinasikan dengan metode lain seperti terapi hormon, kemoterapi, radiasi atau bedah.
Mekanisme aksi
Prof. Niu memaparkan, cryoablasi utamanya dipakai pada terapi yang tidak memungkinkan tindakan bedah. “Dengan memasukkan es ke dalam sel tumor dan bagian luar tumor, menyebabkan tumor nekrosis,” terangnya.
Mekanisme aksi pada cryotherapy terbagi menjadi tiga fase: transfer panas, sel menjadi luka dan inflamasi. Tekniknya sendiri dilakukan menggunakan spray (semprotan), applicator, menggunakan jarum cryoprobe atau metode thermo-coupler.
Transfer panas
Cryoablasi akan menghancurkan sel target, lewat mekanisme transfer panas yang cepat. Yang paling umum adalah menggunakan cryogen atau nitrogen cair, yang memiliki titik didih -196°C. Lamanya transfer panas tergantung perbedaan temperatur antara kulit dan nitrogen cair tersebut.
Pada pengaplikasian teknik spray, nitrogen cair disemprotkan langsung ke kulit dan penguapan (evaporasi) terjadi sesaat setelah nitrogen cair menyentuh kulit (yang lebih panas). Teknik ini yang paling umum dipakai pada tumor jinak dan lesi neoplastik superficial.
Nitrogen cair disemprotkan ke lesi sampai lesi membeku. Proses ini dilakukan berulang-ulang, sampai ukuran gumpalan es lesi sesuai dengan yang diinginkan. Hipopigmentasi jamak terjadi pada cryotherapy. Komplikasi ini disebabkan karena sel melanosit kulit sensitif pada perubahan suhu, dan akan mati pada suhu -5° sampai -10°C.
Pada teknik cryoprobe, sebuah lapisan petrolatum tipis dioleskan di area target, probe dari tembaga dimasukkan secara perlahan ke dalam lesi. Lim et al., melaporkan hasil yang memuaskan pengaplikasian teknik ini, pada pasien dengan tumor tulang.
Sementara untuk alat thermo-coupler, probe digabungkan dengan termometer digital yang bisa membaca suhu hingga – 75°C. Anestesi lokal disuntikkan pada area lesi, kemudian probe dimasukkan. Biasanya dipakai cone dari logam untuk mengonsentrasikan area yang akan dibekukan. Nitrogen cair disemprotkan melewati cone, sampai temperatur mencapai suhu -50°C atau -60°C. Proses ini bisa diulang beberapa kali, sampai mendapatkan tingkat kerusakan yang diinginkan.
Melukai sel
Sel tumor akan luka setelah mencair (karena proses pembekuan), disebabkan kondisi hiperosmotik intraseluler di mana kristal es tidak akan terbentuk sebelum mencapai -5° sampai -10°C. Transformasi bagian ekstraseluler dari cairan menjadi es, menyebabkan perubahan osmotik yang perlahan-lahan menyebar ke seluruh membran sel. Hal ini mengakibatkan kerusakan lebih besar.
Proses pembekuan yang cepat, namun di satu sisi lambat ketika mencair, memberi efek kerusakan yang hebat pada sel-sel epitel dan terbukti efektif diterapkan pada tumor ganas. Menurut catatan Guan H, dkk., dalam jurnal Cryobiology 2007, fibroblast tak lagi mampu memproduksi banyak kolagen setelah proses pencairan. Sehingga, terapi ini juga cocok dipakai untuk perawatan keloid atau tumor jinak di area yang cederung mengalami scarring.
Keratinosit (sel skuamosa) perlu dibekukan hingga -50°C untuk mencapai kerusakan maksimum. Sedangkan melanosit lebih rendah, cukup dibekukan pada suhu -5°C. Pada kasus kanker kulit membutuhkan temperatur sampai – 50°C, untuk membuatnya mati. Sedangkan tumor jinak antara -20°C sampai – 25°C.
Inflamasi
Tahapan terakhir cryotherapy adalah inflamasi. Biasanya ditunjukkan dengan edema dan eritema. Inflamasi adalah respon dari kematian sel dan membantu program apoptosis sel. Studi oleh Forest V, Peoc’h M, dkk., mengambil sel A549 dari pasien kanker paru. Kemudian dimasukkan ke tubuh tikus yang dibuat memiliki imunodefisiensi, dan pada kelompok kontrol. Keduanya mendapat injeksi intravena vinorelbine 4,8 mg/kg. Hasilnya, didapati efek pembekuan efektif membuat sel tumor nekrosis dan memicu apoptosis. Terdapat dua ‘puncak’ nekrosis sel tumor tersebut: 65% kematian sel terjadi pada 2 jam pascapembekuan, 77% di 4 jam setelah beku.
“Cryo pada kasus hiperplasia hepatic focal nodular, awalnya tumor berdiamerter 20 cm, menyusut menjadi 6 cm setelah 1 tahun,” ujar Prof. Niu. Pada hepatocellular carcinoma (HCC), terapi cryo memberi angka harapan hidup yang memuaskan. Zhou et al., mencatat, pada setahun pertama harapan hidup pasien sampai 81,3 %, tahun ke 2 sebanyak 62,1%, sampai tahun ke 4 masih ada 44,4%. Sedangkan Xu et al, pada kasus kanker hati yang metastase ke kolorektal (326 responden), harapan hidup tahun pertama adalah 78%, tahun kedua 62%, dan sampai tahun ke 5 sekitar 23%. Xu et al, juga mencatat aplikasi cryosurgery dan TACE (transarterial chemoembolization) memberikan 71% harapan hidup di tahun pertama, 29% tahun ke 4 dan 23% di tahun ke 5.
Efek samping
Cryosurgery, menuru para ahli, memberikan efek samping walau tidak separah jika melakukan prosedur bedah atau terapi radiasi. Efek samping tergantung lokasi tumor. Untuk cervical intraepithelial neoplasia, terlihat tidak mempengaruhi faktor kesuburan wanita. Di sisi lain menyebabkan kram, nyeri atau perdarahan. Saat dipakai pada kanker kulit, termasuk kasus kaposi sarcoma, bisa menimbulkan bekas luka dan pembengkakan. Jika ada kerusakkan saraf, bisa mempengaruhi indera perasa kulit. Untuk kanker tulang, mungkin menyebabkan rusaknya struktur di sekitar area target. Namun, efek ini bisa dicegah dengan tatalaksana lain. (jie)