Ethicaldigest

Manfaat Probiotik dalam Kasus Urologi

Keseimbangan flora usus membuat penyerapan nutrisi dan sistem imun berjalan optimal. Tubuh lebih siap melawan infeksi, termasuk infeksi pada saluran kemih. Studi juga menemukan, probiotik dapat mencegah terjadinya rekurensi kanker kandung kemih.

Penggunaan probiotik dalam dunia medis, sebagai profilaksis maupun terapeutik, semakin menjanjikan. Utamanya, probiotik bekerja di saluran pencernaan. Saat dikonsumsi, probiotik merangsang pertumbuhan bakteri bermanfaat di usus dan memben­tuk koloni flora usus yang sehat. Kondisi ini menciptakan dinding usus yang kuat dilapisi flora bermanfaat, sehingga bakteri yang berpotensi menjadi patogen sulit menempel. Lingkungan usus menjadi asam hingga populasi bakteri patogen terkontrol. Kesehatan usus terjaga, pe­nye­rapan nutrisi pun optimal dan pro­ses pembuangan sisa makanan berjalan lancar. Selain itu, bagian sistem imun yang terdapat di usus  membaik, sehingga lebih siap menghadapi serangan infeksi dan kanker.

Berbagai penelitian menemukan, probiotik memberi manfaat kesehatan tambahan bagi seluruh tubuh. Salah satunya, membantu mengatasi gangguan pada saluran kemih, mulai dari infeksi saluran kemih (ISK), hingga kanker kandung kemih.

ISK boleh jadi termasuk penyakit yang cukup sering diabaikan atau disepe­lekan oleh pasien, karena dianggap hanya masalah biasa yang akan sembuh sendiri. Padahal, ISK termasuk penyakit infeksi non GI (gastrointestinal) yang paling banyak dikeluhkan. Diperkirakan, sekian ratus juta perempuan di dunia menderita ISK per tahun. Angka ini mungkin lebih rendah daripada yang seharusnya, meng­ingat bahwa insiden ISK tanpa komplikasi mencapai 0,5 episode/orang/tahun, dengan rerata rekurensi antara 27-48%.

Telah diketahui, terdapat hubungan antara flora vagina yang abnormal dengan peningkatan risiko ISK. Hal ini menegaskan pentingnya memelihara flora vagina normal, untuk menjaga kesehatan area urogenital. Reid, dkk (1995) dan Gardiner, dkk (2002) menemukan bahwa insersi Lactobacilli ke vagina melalui pessary atau kapsul, efektif untuk meningkatkan jumlah flora tersebut dan mengalahkan mikroba patogen, atau mengurangi kemampuan patogen mendo­minasi. Studi lain oleh Reid, dkk (2001) menyebutkan manfaat potensial dari pem­be­rian Lactobacilli per oral untuk mem­perbaiki dan memelihara flora urogenital normal, dengan dosis harian 108. Pemberian per vagina 1x sehari selama tiga hari, mungkin diperlukan di awal pengobatan.

Falagas, dkk (2006) meninjau beberapa studi mikrobiologi dan klinis mengenai efektivitas dan keamanan probiotik sebagai profilaksis melawan patogendi area urogenital. Sebagian besar menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk strain Lactobacilli tertentu untuk mencegah ISK dan/atau ISK berulang. L. casei Shirota strain termasuk yang menunjukkan efikasi melalui beberapa studi.

Studi oleh Asahara, dkk (2001) mene­mukan manfaat pemberian L. casei Shirota strain secara intraureter. Diteliti aktivitas antimikroba L. casei Shirota strain terha­dap Escherichia coli penyebab ISK pada hewan pengerat.ISK diinduksi dengan pemberian E. coli HU-1 strain secara intrauretra. Selanjutnya, dibiarkan terjadi infeksi kronis dengan patogen 106 CFU di kandung kemih dan ginjal selama >3 minggu setelah tantangan infeksi. Jumlah aktivitas leukosit polimorfonuklear dan myeloperoksida di urin, tampak meningkat selama periode infeksi.

Administrasi tunggal L. casei shirota strain dengan dosis 108 CFU 24 jam sebelum tantangan infeksi, secara drama­tis menghambat pertumbuhan E. coli dan respon peradangan di saluran kemih. Pengobatan harian ganda dengan L. casei Shirota strain selama periode pasca infeksi juga menunjukkan aktibitas antimikroba pada model ISK ini. Sediaan L. casei Shirota strain menunjukkan efek antimo­kroba yang signifikan. Tidak hanya dengan pra pengobatan tunggal (100 mikrogram/tikus) juga dengan pengobat­an harian ganda selama periode pasca infeksi. Adapun strain Lactobacillus yang juga diuji (L. fermentum ATCC 14931, L. jensenii ATCC 25258, L. plantarum ATCC 14917 dan L. reuteri JCM 1112) tidak memiliki aktivitas antimikroba yang signifikan. Disimpulkan bahwa probiotik dengan L. casei Shirota strain merupakan agen terapeutik yang poten untuk ISK.

Kanker kandung kemih

Efek positif probiotik terhadap tumor dan kanker kandung kemih juga banyak diteliti. Misalnya oleh Ohashi Y, dkk (2002) di Jepang. Dilakukan studi kasus terkon­trol, yang melibatkan 180 kasus kandung kemih yang sudah dikonfirmasi secara histologi; rerata pasien berusia 67 tahun. Mereka  dibandingkan dengan 445 kelom­pok kontrol berbasis populasi, dengan penyesuaian jenis kelamin dan usia. Dalam studi tersebut digunakan kuesioner yang berisi 81 pertanyaan mengenai faktor-faktor demografi, tingkat pendidikan, status keluarga, golongan darah, kebiasaan dan riwayat merokok, riwayat pekerjaan, riwayat medis pribadi dan keluarga, frekuensi konsumsi makanan 10-15 tahun lalu (produk susu, produk susu fermentasi/yogurt, Yakult, nasi, acar, makanan berle­mak, makanan asin, daging/ikan bakar, alkohol, kopi, teh hitam dan teh hijau), dan status kesehatan berdasarkan deskripsi pribadi.

Hasilnya, tidak terdapat perbedaan pada riwayat medis pribadi dan keluarga antara kelompok kasus dan kontrol, kecuali riwayat kanker dan hiperplasia prostat pada kelompok kasus. Jumlah perokok lebih banyak pada kelompok kasus ketimbang kontrol. Kebiasaan makan 10-15 tahun juga tidak berbeda, kecuali pada konsumsi produk susu. Kelompok kontrol lebih banyak mengon­sumsi produk susu fermentasi dan Yakult ketimbang kelompok kasus. Hasil ini mendukung hipotesa bahwa konsumsi rutin bakteri asam laktat dapat menurun­kan paparan terhadap makanan penyebab karsinogen dan merangsang imunitas anti kanker.

Ulasan oleh CE Hoesl dan JE Altwein (2005) menyimpulkan penemuan mengenai efek positif probiotik terhadap penyakit urologi. Juga didiskusikan mengenai penggunaan strain tertentu melawan infeksi urogenital, rekurensi kanker kandung kemih dan pembentukan batu ginjal.

Beberapa studi juga menemukan potensi L. casei Shirota strain dalam menurunkan rerata rekurensi kanker kandung kemih. Misalnya penelitian buta ganda oleh Aso Y, dkk (1995). Penelitian melibatkan 138 pasien dengan transisional sel karsinoma superfisial pada kandung kemih dan reseksi transuretra. Mereka dibagi menjadi 3 sub kelompok: (A) dengan tumor ganda primer, (B) dengan tumor tunggal rekuren, dan (C) dengan tumor ganda rekuren. Pada tiap kelompok, pasien secara acak dipilih untuk mendapat L. casei Shirota strain oral sediaan bubuk (Biolactis/BLP). Ditemukan bahwa BLP menunjukkan efek profilaksis yang lebih baik ketimbang plasebo pada kelompok A dan B. Analisis cox multivariate menunjukkan bahwa outcome dengan BLP secara signifikan lebih baik daripada plasebo.

Naito, dkk (2008) melakukan studi prospektif, acak dan terkontrol untuk mengevaluasi apakah pemberian probio­tik L. casei (Yakult Honsha, Jepang) secara oral dapat meningkatkan pence­gahan dari rekurensi kanker kandung kemih. Sebanyak 207 pasien yang secara klinis didiagnosis kanker kandung kemih superfisial dari Agustus 1999 – Desember 2002 diikutsertakan sebagai kandidat studi, dan menjalani reseksi transuretral. Diikuti dengan instilasi intravesikal berupa 30 mg epirubicin/30 ml salin, dua kali seminggu.

Setelah konfirmasi histologis untuk kanker kandung kemih superfisial, mereka kembali dimasukkan sebagai partisipan studi. Secara acak, sebanyak 102 partisipan mendapat pengobatan dengan tambahan 6 instilasi intravesikal epirubicin selama periode 3 bulan setelah reseksi transuretral (kelompok epirubicin). Sebanyak 100 partisi­pan mendapat kemoterapi epirubicin intrave­sikal dengan jadwal yang sama, plus adminis­trasi oral L. casei 3 gr selama 1 tahun (kelom­pok epirubicin plus L. casei). Selanjutnya, dinilai rekurensi, progresi penyakit, prognosis dan reaksi yang berlawanan dari obat.

Hasilnya, survival rate bebas rekurensi 3 tahun lebih tinggi pada kelompok epiru­bicin plus L. casei (74,6% vs 59,9%). Disim­pulkan bahwa instilasi intravesikal epiru­bicin plus L. casei oral merupakan pengo­batan baru yang menjanjikan untuk mence­gah rekurensi setelah reseksi tran­sure­tral pada kanker kandung kemih superfisial.

Tidak semua probiotik dapat mencapai usus dalam keadaan hidup. Tuohy, dkk (2007) membuktikan kesintasan (survivability) L. casei Shirota strain di saluran cerna relawan sehat, dan dampaknya pada mikro­flo­ra feses. Sebanyak 20 relawan sehat (usia 23 – 70 tahun) dilibatkan dalam studi buta ganda, kontrol plasebo ini. Selama 21 hari, kelompok probiotik (10 orang) menerima susu fermentasi dengan dosis 2 x 65 ml dan kelelompok plasebo (10 orang), mendapat susu yang diasamkan tanpa kandungan probiotik. Sampel feses diambil sebelum, selama dan sesudah konsumsi susu fermen­tasi atau plasebo.

Tujuh hari setelah konsumsi probiotik, ditemukan L. casei di contoh feses dari kelompok probiotik dan jumlahnya terpeli­hara selama hari 21. Jumlah lactobacilli di feses meningkat secara signifikan selama konsumsi probiotik. Disimpulkan, konsumsi harian probiotik memungkinkan terpelihara­nya strain L. casei di saluran cerna relawan, dengan populasi yang relatif tinggi dan stabil selama periode konsumsi. (nid)