Ethicaldigest

Rejimen Terapi Dermatitis 2

Fototerapi

UVA, UVB, narrowband UVB, UVA-1, kombinasi UVA dan UVB, atau bersama psoralen (fotokemoterapi) dapat digunakan sebagai terapi tambahan, karena dapat menyebabkan remisi panjang. Namun berisiko menimbulkan penuaan kulit dini dan keganasan kulit pada pengobatan jangka panjang. Sinar UVB narrowband lebih aman dibanding PUVA, yang dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa dan melanoma maligna. Fototerapi dipertimbangkan pada DA berat dan luas, yang tidak responsif terhadap pengobatan topikal. Fotokemoterapi tidak dianjurkan untuk anak usia kurang dari 12 tahun, karena dapat mengganggu perkembangan mata.

Azatioprin

Azatioprin efektif sebagai anti-inflamasi pada DA, baik sebagai obat tunggal maupun untuk mengurangi dosis kortikosteroid (steroid sparing). Obat ini dapat dipertimbangkan untuk DA berat dan refrakter. Azatioprin merupakan turunan imidazoil dari mercaptopurine. Obat ini bekerja dengan cara menghambat jalur sintesis dari purine. Azatioprin merupakan obat kategori D dan tidak direkomendasikan pada ibu yang sedang hamil atau menyusui. Efek samping terutama berupa supresi sumsum tulang dan hepatotoksik.

Mofetil Mikofenolat

Mofetil mikofenolat merupakan inhibitor dari inosine monophosphate dehydrogenase (IMPDH), bekerja dengan cara menghambat sintesa nukleotida guanosmine, dimana sel T dan sel B sangat bergantung pada jalur ini dalam melakukan proliferasi.

Obat ini efektif pada DA refrakter dengan pemberian oral selama 12 minggu. Pada DA dewasa memberi perbaikan klinis sebesar 68%. Obat ini termasuk kategori C dan dikontraindikasikan pada kehamilan, terutama pada trimester pertama kehamilan karena dapat mengakibatkan keguguran dan malformasi kongenital seperti gangguan pendengaran, bibir sumbing dan gangguan pada ginjal, hati dan nervus sistem. Sedangkan menurut beberapa penelitian, penggunaan pada dosis 2 gr/ hari dinyatakan efektif, aman, dan dapat ditoleransi.

Metotreksat

Digunakan untuk DA rekalsitran. Bekerja dengan cara menghambat sintesa DNA dan sel reproduksi, melalui dihidrofolat reduktase. Dosisnya 2,5 mg/ hari diberikan 4 kali seminggu dan dapat disesuiakan kembali. Pada kasus DA, pemberian metotreksat memberi respon memuaskan, setelah terapi selama 3-6 minggu.

Interferon gama

Beberapa penelitian menunjukkan, IFN-g yang diberikan secara subkutan efektif pada DA berat dan rekalsitran. Namun hasilnya masih kontroversi dan belum direkomendasikan oleh FDA, sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut. Efek samping dapat berupa gejala mirip flu dan nyeri kepala.

Siklosporin

Siklosporin merupakan agen makrolid dengan aktivitas imunosupresif. Penggunaanya sebagai terapi pada DA pada dewasa, telah direkomendasikan oleh FDA. Dosis dimulai pada 2,5 mg/Kg berat badan, dinaikkan 1 mg/Kg berat badan setiap 2 minggu hingga maksimal 5 mg/Kg berat badan / hari, diberikan selama 10 hari. Efek sampingnya yang sejalan dengan dosis yang diberikan antara lain nefrotoksik, tremor, dan hipertensi. Pada anak, dilaporkan efek samping nyeri kepala dan nyeri abdomen. Belum ada laporan potensi teratogenik, namun siklosporin termasuk kategori C dan dikontraindikasikan pada kehamilan.

Antagonis leukotrien

Pemberian antagonis leukrotrien (zafirlukast, montelukast) selama 4 minggu sebagai ajuvan, dapat memperbaiki gejala klinis DA. Penelitian jangka panjang masih diperlukan, untuk memastikan efektivitas, keamanan dan dosis optimum obat ini.

Pengobatan lain

Bermacam pengobatan, baik berdasarkan penelitian ataupun tidak, telah digunakan dalam pengobatan DA, dan hasilnya bervariasi. Pengobatan itu antara lain:

  • Imunoterapi dengan alergen hirup (hiposensitisasi): belum terbukti efektif pada DA. Pengobatan ini masih dianggap eksperimental sehingga diperlukan penelitian dengan kontrol pada DA.
  • Inhibitor fosfodiesterase: beberapa penelitian yang menggunakan kortikosteroid potensi tinggi secara topikal, menunjukkan adanya manfaat klinis pada DA.
  • Timopentin efektif mengurangi pruritus serta menurunkan skor/indeks derajat penyakit, bila diberikan dalam dosis tinggi secara intravena; obat ini cukup aman, tetapi mahal.
  • Pengobatan alternatif terhadap DA rekalsitran, misalnya homepati dan akupunktur.

Terapi Imunomodulator di Masa Depan

Pendekatan terbaru dalam terapi dermatitis atopik, berdasar pada perkembangan atas pandangan bahwa terdapat sel dan sitokin tertentu yang berperan dalam proses inflamasi atopik. Walaupun disregulasi imunitas sel T masih diperkirakan sebagai defek imunologis primer pada DA, kelainan seperti imunodefisiensi keratinosit intrinsik dan fungsi sawar stratum korneum abnormal, juga merupakan target terapi. Pendekatan itu antara lain berupa modulasi sitokin dengan agen-agen seperti reseptor IL-4, antibodi monoklonal anti IL-5, atau inhibitor TNF-α, serta penghambatan proses inflamasi sel oleh antagonis reseptor kemokin atau inhibitor CLA, inhibisi aktivasi sel T dengan alefacept atau efalizumab. Dan meningkatkan respon sel T, dengan peptide antimikroba sintetik. Vaksinasi dengan sel langerhans telah menjadi terapi, untuk menaikkan jumlah sel langerhans IgE bearing yang membawa alergen kepada sel Th2 di kulit pada DA. Gen yang berperan pada kompleks diferensiasi epidermal, yang terlibat dalam supresi inflamasi kulit dan pemeliharaan struktural, merupakan sasaran lain yang penting pada DA.

Rejimen Terapi Dermatitis