Ada beberapa modalitas dalam tatalaksana pankreatitis akut. Untuk mendukung kesembuhan pasien, terapi nutrisi memegang peranan penting.
Pankreatitis akut banyak terjadi di masyarakat Indonesia. “Banyak penyebabnya. Antara lain batu di saluran empedu dan infeksi,” kata Prof. Dr. dr. Marcellus Simadibrata, Sp.PD-KGEH. Kondisi ini didiagnosa, jika ada dua dari tiga kriteria berikut: nyeri abdomen yang konsisten, kadar serum amilase dan/atau lipase yang lebih dari tiga kali batas atas dan temuan khas pada pemeriksaan pencitraan pada perut.
Secara farmakologis kondisi ini ditatalaksana dengan melakukan pemantauan tanda-tanda vital, penggantian cairan dan memberi dukungan nutrisi. Dilakukan koreksi ketidakseimbangan elektrolit, pemberian protease inhibitor, somatostatin /okreotida dan sebagainya. “Jika perlu, bisa dilakukan operasi,” kata Prof. Marcell.
Peran antibiotika pada pankreatitis akut
Antibiotik harus diberikan untuk infeksi ekstra pankreas, seperti kolangitis, infeksi karena pemasangan kateter, bakterimia, infeksi saluran kemih dan pneumonia. Penggunaan antibiotika prolaksis secara rutin pada pasien dengan pankreatitis akut berat, tidak dianjurkan. Antibiotika juga tidak dianjurkan, pada pasien dengan nekrosis steril untuk mencegah berkembangnya nekrosis terinfeksi.
Namun, pada pasien dengan nekrosis terinfeksi, antibiotika yang bisa berpenetrasi ke nekrosis pankreatik, seperti karbapenem, quinolon dan metronidazole, bermanfaat menunda atau kadang mencegah dilakukan intervensi, sehingga menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Terapi Nutrisi
Pada pankreatitis akut ringan, makanan oral bisa segera diberikan jika tidak ada mual, muntah dan nyeri pada perut. Pemberian makanan padat rendah lemak sama amannya dengan makanan cair. Guideline ESPEN tidak melihat adanya manfaat klinis pemberian makan enteral dan parenteral, pada pasien dengan pankreatitis akut ringan sampai moderat.
Pada pankreatitis berat, dukungan nutrisi juga penting. Pemberian nutrisi melalui jalur enteral dan parenteral ditentukan berdasarkan toleransi pasien. Nutrisi enteral harus diupayakan pada semua pasien dan kebutuhan nutrisi harus terpenuhi. Klinisi harus memonitor asupan makanan secara hati-hati, untuk memastikan kecukupan nutrisi. Banyak pasien membutuhkan kombinasi nutrisi enteral dan parenteral. Namun hanya sedikit penelitian prospektif yang bisa dijadikan dasar penggunaan terapi ini.
Kebutuhan energi 25-35kkal/kg berat badan/hari, protein 1,2-1,5 gram/kg berat badan/hari, karbohidrat 3-6 gram/kg berat badan/hari disesuaikan dengan kadar gula darah. Lemak sampai dengan 2 gram/kg berat badan/hari, disesuaikan dengan konsentrasi trigliserida darah. Jika perlu dukungan nutrisi, mulai dengan nutrisi enteral. Ketika target kalori tidak tercapai, berikan tambahan nutrisi parenteral. Jika tidak mungkin diberikan nutrisi enteral, misalnya karena ileus paralitik, kombinasikan nutrisi parenteral dengan diet peningkat kekebalan atau elemental.
Suatu tinjauan sistematis oleh MC Clave dan kawan-kawan menemukan, pasien dengan pankreatitis akut berat harus mulai terapi nutrisi enteral sejak dini. Terapi ini memodulasi respon stress, memicu resolusi kesembuhan penyakit dengan lebih cepat dan memberikan outcome lebih baik. Pada kondisi ini, nutrisi enteral adalah rute yang lebih disukai. Dan, menjadi gold standar terapi nutrisi.
Pankreatitis akut pasca ERCP
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) adalah suatu prosedur, untuk mengatasi masalah di saluran pankreas dan empedu. Namun, prosedur ini kerap mengakibatkan pankreatitis akut. Angka kejadian pankretaitsi akut pasca ERCP adalah 3,5-5%. Biasanya akan sembuh sendiri, tapi pada beberapa kasus menjadi berat.
Menurut Dr. dr. Dadang Makmun, Sp.PD-KGEH, kondisi ini bisa dicegah. Antaran lain dengan menseleksi dengan baik, pasien mana yang bisa diberi ERCP, profilaksi dengan obat dan modifikasi teknik. Salah satu obat yang biasa digunakan adalah somatostatin. “Somatostatin bekerja dengan menghambat enzim lambung, yang menyebabkan iritasi sel pankreas. Dengan berkurangnya iristasi pada sel, inflamasi berkurang,” katanya.
Dalam satu penelitian acak terkontrol multipel oleh Bai Y dan kawan-kawan, terlihat bahwa somatostatin bisa mencegah pankreatitis. Pada kelompok yang menggunakan somatostatin, hanya 4% yang mengalami pankreatitis. Sedangkan pada kelompok kontrol ada 7,5% yang mengalami pankreatitis. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa somatostatin efektif mencegah pankreatitis, pada mereka yang menjalani ERCP.