Ethicaldigest

Gosok Gigi Sampai Probiotik

Periodontitis merupakan penyakit periodontal lanjut, dengan banyak modalitas terapi mulai obat kumur, antibiotik sampai probiotik.

Tujuan pemeliharaan gigi dan mulut, adalah mempertahankan keutuhan ekosistem rongga mulut. Bebe­ra­pa usaha perlu dilakukan, ter­ma­suk mengatur pola makan, melakukan tin­dakan kimiawi terhadap bakteri dan pa­da po­lisakarida ekstraseluler, serta tindak­an me­kanis berupa pembersihan rongga mulut. 

Drg. Dedy Yudha Rismanto, Sp.Perio, dari RS Pondok Indah, Jakarta, menjelas­kan pola makan zaman dulu lebih banyak sayuran, membuat akumulasi plak baru bisa terjadi bila sayuran dikonsumsi dalam jumlah banyak. Sementara makanan modern, sedikit saja bisa menimbulkan plak.

“Makanan minuman sekarang tinggi gula. Apalagi yang digunakan adalah gula olahan, bukan gula alami,” terangnya. “Berkumur akan menetralkan pH mulut yang turun akibat maturasi plak. Perlu banyak konsumsi sayuran dan buah sebelum makanan utama. Tujuannya untuk menetralisir pH mulut.”

Sikat gigi merupakan aksi mekanis, yang harus dilakukan untuk memutus mata rantai kuman supaya tidak mengalami maturasi dan kemudian mengaktivasi reak­si peradangan. “Sikat gigi minimal sehari dua kali, dengan gerakan menyikat sesuai kontur anatomi gigi. Kurangi gerakan me­nyikat horizontal, terutama pada area gusi, yang pada wanita Asia secara genetik tipis. Gerakan horizontal akan mengikis lapisan enamel lebih cepat. Gusi  juga menyusut lebih cepat,” kata drg. Yudha. 

Dibantu obat kumur dan dental floss,dapat membuang plak di sela-sela gigi. Obat kumur yang mengandung chlorhexidine dan iodine dianjurkan untuk menjaga kesehatan gusi.

Chlorhexidine, iodine dan sodium hypochlorite

Chlorhexidine merupakan antiseptik spek­trum luas, terbukti efektif pada virus dan ragi (yeasts). Dalam Prevention in Clinical Oral Health Care 2008 disebut­kan, efektivitas chlorhexidine menurunkan 50-60% akumulasi plak, mengurangi risiko gingivitis 30-45%, dan menurunkan sejumlah besar patogen di rongga mulut.

Khasiat chlorhexidine berasal dari ke­mam­puannya mengikat jaringan oral dan dengan pelepasan lambat ke dalam rong­ga mulut. Karakteristik ini dikenal sebagai substantivity, yang memberi efek peng­ham­batan lanjutan pada pembentukan plak selama 12 – 14 jam.

Obat kumur chlorhexidine dengan kon­sentrasi 0,12% digunakan dua kali sehari. Beberapa komponen pasta gigi seperti so­dium lauryl sulfate dan kalsium, berin­ter­aksi mengurangi efektivitas chlorhexidine. Maka, disarankan berkumur 30 menit setelah gosok gigi.

Rasa pahit dan perubahan cita rasa me­­rupakan efek samping pemakaian chlor­hexidine, bertahan hingga 4 jam. Efek sam­ping lain berupa akumulasi kalkulus, iritasi mukosa, dan timbul noda kecoke­lat­an di gigi. Pemakaian chlorhexidine se­bagai terapi periodontitis, seyogyanya dievalua­si tiap 6 bulan. Riset menyatakan, pema­kai­an chlorhexidine selama 2 tahun tidak ber­hubungan dengan peningkatan resis­tensi mikroba atau gangguan flora mulut.

“Bisa digunakan obat kumur golong­an iodine,” kata drg. Yudha.

Dalam Journal of Periodontal Research 2002 disebutkan, povidone-iodine membunuh sebagian besar bakteri perio­don­topatik dalam 15-30 detik (in vitro). Juga menunjukkan spektrum virus yang luas; termasuk virus yang terbungkus (seperti virus herpes) dan tidak terbung­kus. Beberapa penelitian menunjukkan perbaikan jaringan periodontal, setelah pengobatan dengan povidone-iodine.

Riset lain oleh Rosling B, dkk, menya­ta­kan, pasien yang menerima aplikasi po­vi­done-iodine di seluruh area mulut, ter­bukti lebih sedikit mengalami kejadian pe­riodontitis, dalam 13 tahun setelah terapi.

Povidone-iodine yang digunakan da­lam perawatan periodontal, diaplikasikan dalam subgingiva menggunakan jarum suntik endodontik 3 ml dengan kanula 23 gauge, yang memiliki ujung tumpul. Kanula dimasukkan ke dalam poket periodontal, untuk memastikan pengiriman obat yang maksimal. Satu jalur ‘irigasi’ subgingival dari seluruh gigi membutuh­kan waktu sekitar 1,5 menit, diulang seti­dak­nya 3 kali untuk total waktu aplikasi 5-10 menit.

Obat kumur lain yang direkomen­da­sikan adalah golongan sodium hypochlorite. The American Dental Association Council menyatakan, sodium hypochlorite sebagai cairan antiseptik mulut ber­ke­kuatan sedang disarankan untuk dia­pli­kasikan langsung pada membran mu­kosa. Lobene RR, Soparkar PM, dkk., mem­buktikan, skor gingivitis minimal pada subyek yang mendapat terapi sodium hypochlorite, dibanding peningkatan skor gingivitis hingga 50% pada kelompok kontrol.

“Pemakaian obat kumur harus diefek­tif­kan. Berkumur menggunakan iodine mi­nimal 30 detik. Memakai golongan chlo­rhe­xidine setidaknya 60 detik. Kalau gusi su­dah sehat, pilih obat kumur yang sifat­nya untuk maintenance. Misalnya yang me­ngandung essential oil,” kata drg. Yudha. “Memakai obat kumur bukan berarti harus kumur-kumur. Yang penting merendam area gigi bermasalah.”

Antibiotik sistemik

Kadang, dengan pemberian obat ku­mur progresi penyakit berjalan terus. “Kuman adalah organisme yang menga­lami mutasi genetik. Tidak mudah mati,” tegas drg. Yudha. “Orang kena periodontitis, seperti orang kena sakit gula; susah sem­buhnya. Yang dilakukan adalah men­cegah supaya tidak menjadi lebih parah.”

Menurut Gehrig dan Willmann (2011), peng­gunaan sikat gigi dan dental floss hanya mampu membersihkan permukaan supragingiva, dan tidak mencapai daerah subgingiva. Diketahui, bakteri perion­dontal seperti Porphyromonasgingivalis, A. actinomycetemcomitans, Fusobacterium-nucleatum dan Treponema­den­ti­cola, mampu menginvasi lebih dalam ja­ringan periodontal, sehingga tidak ter­jang­kau alat pembersih gigi. Perlu dikom­bi­nasi dengan agen antimikroba maupun antibiotik.

“Perkembangan terakhir adalah, periodontitis disebabkan adanya kecacatan di sel darah putih, sehingga kuman lebih agresif. Perawatannya dengan menghi­lang­kan faktor kuman, yakni melakukan pembersihan mekanis dan dengan antibio­tik sistemik,” terang drg. Yudha. “Antibio­tik bisa diberikan selama 2 bulan, dengan evaluasi per 1 minggu.” 

Kerentanan bakteri terhadap antibiotik, menjadi kunci keampuhan antibiotik sistemik dalam pengobatan periodontitis. Beberapa agen kemoterapi juga dapat mengurangi kerusakan tulang dan kola­gen, melalui kemampuannya menghambat enzim kolagenase.

Sampel mikroba yang didapat dari poket periodontal, dapat memberi gambar­an yang baik tentang patogen periodontal yang ditarget dengan terapi antibiotik. Jolkovsky DL, dkk., menyatakan, penting ‘mengganggu’ lapisan biofilm (plak) agar agen antibiotik dapat mengakses patogen periodontal. Jika tidak, dibutuhkan anti­biotik hingga 500 kali lebih besar daripada dosis terapeutik sistemik biasa, agar efektif terhadap bakteri di lapisan biofilm. 

Terapi antibiotik sistemik harus men­jadi tambahan terapi periodontal yang komprehensif. Pemakaian antibiotik terbukti mengurangi kebutuhan tindakan bedah, pada pasien periodontitis kronis.  

Terapi probiotik

Probiotik dikenal sebagai bakteri yang menguntungkan saluran cerna. Beberapa penelitian  menunjukkan, probiotik juga mempengaruhi ekologi rongga mulut. Banyak manfaat lain probiotik, di antara­nya membantu respon imun, mening­katkan resistensi terhadap bakteri pato­gen, mengurangi bakteri yang merugikan, serta menjaga keseimbangan mikroba dalam tubuh. Juga mampu mencegah timbulnya plak di jaringan periodontal. Selain pada penyakit periodontal, probio­tik telah digunakan dalam perawatan karies dan halitosis.

Bonifait, dkk. (2009) membuktikan ke­mampuan probiotik dalam mencegah adhesi dan invasi bakteri patogen. Terjadi pe­nurunan bakteri S.mutans pada peng­gu­na alat orthodontik cetak yang me­ngon­sumsi produk yogurt mengandung Bifidobacterium.

Berdasar studi meta analisa, didapati seti­daknya ada empat strain probiotik yang bisa dipakai dalam perawatan pe­nya­kit periodontal. Yakni Lactobacillus saliva­rius, kombinasi Lactobacillus rhamnosus dan Bacillus subtilis, Lactobacillus brevis, serta Lactobacillus reuteri.

Penelitian awal tentang pemakaian pro­­biotik pada penyakit periodontal, dilakukan Shimauchi, dkk, dan diterbitkan dalam Journal of Clinical Periodontology (2008). Ia mengguinakan bakteri L. saliva­rius dalam bentuk tablet. Ditemukan perbedaan signifikan pada level inflamasi gusi, plak indeks dan kedalaman poket periodontal, antara kelompok probiotik dan kelompok kontrol. Riset lain oleh Lee, dkk., yang memakai Lactobacillus brevis, mendapati penundaan onset inflamasi gusi yang signifikan pada subyek yang mendapat probiotik.

Vivekananda, et al., memakai probiotik L. reuteri, yang diberikan dua kali sehari, selama 42 hari. Ditemukan penurunan plak dan inflamsi gingival yang signifikan. Peneliti juga mendapati perbaikan pada parameter kedalaman poket periodontal, level perlekatan jaringan (gusi dan gigi) serta penurunan patogen periodontal.

Menurut Praveen Jayaram, dkk., dalam Journal of Indian Society of Periodontology (2016), walau dalam riset-riset probio­tik menunjukkan keunggulannya, seba­gian besar penelitian menunjukkan efek perbaikan yang temporari.(jie)