Ethicaldigest

Peluang Hidup Pasien Kanker Usus Besar Meningkat

Pasien kanker usus besar (kolon) memiiki peluang hidup yang kecil. Kemajuan pengobatan meningkatkan peluang hidup penderita

“Banyak yang perlu dipertimbangkan, sebelum memberikan pengobatan kepada pasien kanker,” ujar Prof. dr. Abdul Mutholib, Sp.PD-KHOM, ahli onkologi medik dari Gading Integrated Cancer Care. Pertama adalah karakteristik tumor, yang mencakup presentasi klinis, etiologi tumor, status mutasi RAS dan status mutasi BRAF. Kedua adalah karakterstik pasien, yang mencakup usia, status performa, obat ajuvan yang pernah digunakan sebelumnya dan komorbiditas.

“Biasanya, pasien dengan sakit kanker usus besar adalah orang tua,” ucap Prof. Muthalib. Dan biasanya orang berusia lanjut (lansia) sudah memiliki banyak penyakit penyerta.  Hal ketiga yang harus dipikirkan, dan kadang banyak dilupakan adalah preferensi pasien, mencakup keinginan pasien, profil toksisitas, fleksibilitas, faktor sosio ekonomi dan kualitas hidup.

Pemeriksaan Molekuler

Ada berbagai pemeriksaan molekuler yang harus dilakukan. Analisa pada penelitian PETACC-3 membagi kolon menjadi dua, kanan dan kiri. Sampel dari bagian kanan berguna melihat adanya mutasi BRAF, MSI, KRAS, PIK3CA dan diferensiasi mucinous. Dari sampel bagian kanan ini bisa dilihat, apakah telah terjadi banyak mutasi, yang akan menentukan progonosis penyakit. Sedangkan sampel bagian kiri, berguna melihat ekspresi EREG, 18q loss, 20q Gain, EGFR gain dan HER2 gain. Sampel ini berguna untuk melihat sensitifitas terhadap cetuximab.

Pengobatan Diberikan Secara Individu

“Pengobatan tidak sama untuk setiap pasien. Pengobatan harus diberikan secara individual,” ucap Prof. Muthalib. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Misal, bagaimana penyakitnya, seberapa jauh penyakitnya dan seberapa besar kemungkinan dokter melakukan pengobatan.

“Sekali lagi, yang terpenting adalah status performa, usia dan komorbidotas,” ujar Prof. Muthalib. Dilihat juga, apakah terapi ajuvan telah lama diberikan, atau baru satu tahun diberikan. juga lihat fungsi organ vital seperti hati, ginjal atau jantung. Karena pada pasien-pasien berusa lanjut, biasanya sudah ada arteri koroner atau penyakit serebrovaskuler. Perlu dilihat juga proteinuria, perdarahan aktif, kenyamanan pasien, keinginan pasien dan apa yang diharapkan, serta biaya pengobatan.

Sekarang ini, peluang hidup pasien kanker usus besar metastasis sudah mampu menembus angka dua tahun. “Itu karena berbagai pengobatan, sudah bisa kita lakukan,” kata Prof. Muthalib. Lima bulan pertama adalah introduksi pengobatan lini pertama, dilanjutkan dengan 6 bulan terapi rumatan. Selanjutnya, 3 bulan terapi reintroduksi, dilanjutkan 4 bulan terapi lini kedua. Tiga bulan berikutnya, kepada pasien diberikan break dari pengobatan.  Setelah break, dilanjutkan dengan 3 bulan pengobatan lini ketiga, 3 bulan rechalllenge dan 3 bulan terakhir preterminal phase.  

Dulu, peluang hidup pasien kanker metastasis hanya 4-6 bulan dengan best supportive care. Kemudian ada 5 FU (fluorouracil) yang dikombinasi dengan LV (leucovorin), yang secara signifikan meningkatkan harapan hidup sampai 13-14 bulan. Kemudian ada obat-obatan baru, seperti irinotecan disusul oxaliptaltin, folfirin dan bevacizumab. Dengan regimen obat FOLFIRI (irinotecan, 5-Flourouracil, Leucovorin) dikombinasikan dengan bevacizumab, peluang hidup pasien menembus 2 tahun.

Faktor prognosis

Ada beberapa faktor prognosis, yang terbagi atas faktor terkait pasien, faktor biokimia dan faktor molekuler/genetik. Faktor terkait pasien mencakup status performa >2 dan usia biologis >70 tahun. Faktor biokimia mencakup CEA >50mikrogram/l, alkaline phosphatase >300U/l, platelet >400×109/l, Haemoglobin <11gram/dl, jumlah sel darah putih >10×109/l, konsentrasi LDH tinggi dan kadar albumin serum rendah. Sedangkan faktor molekuler/genetic, adalah ada atau tidaknya mutasi pada BRAF.

Meski demikian, menurut Prof. Muthalib, faktor prognosis paling penting adalah kemampuan dokter bedah.  “Setiap pembedahan mempunyai target tertentu, misalnya, donat dari ujung yang dioperasi bebas tumor.  Dan harus bisa mengambil 12 kelenjar getah bening,” kata Prof. Muthalib.

Guideline pengobatan

Ada dua skema pengobatan di dunia. Pertama dari European Society of Oncology Medic tahun 2016 dan dari National Comprehensive Cancer Network dari Amerika.

Gambar 2. Alogaritma pengobatan kanker rektal dari ESMO

Dari guideline-guideline ini terlihat bahwa meski sudah terjadi metastasis, masih ada peran bedah. “Kalau masih bisa dioperasi, operasi. Tentunya ada syarat-syaratnya,” ucap Prof. Muthalib. Tapi, kalau tidak bisa dioperasi, pengobatan dimulai dengan kemoterapi, hingga dari yang tidak bisa dioperasi akhirnya bisa dioperasi. “Kalau bisa dioperasi, dioperasi. Kemudian diberikan kemoterapi,” tambah Prof. Muthalib.

Metastasis yang baru hanya mengenai paru dan liver, kepada penderita bisa diberikan kemoterapi lebih dulu, lalu neo ajuvan 2-3 bulan. Kemoterapi bisa berupa FOLFIRI atau FOLFOX, atau CapeOX plus minus obat anti EGFR (bevacizumab) plus/minus rituximab atau cituximab. Syaratnya, hasil pemeriksaan Kras harus wild type. Kalau Kras bukan wild type, tidak ada gunanya memberikan cituximab.  Setelah dioperasi, tergantung hasilnya, kemoterapi yang telah diberikan sebelumnya bisa dilanjutkan. “Lebih-lebih  kalau kemoterapi sebelumnya bisa memberikan good clinical response,” ujar Prof. Methalib.

Ketika metastasis ke hati tidak bisa diangkat secara optimal, bisa dipertimbangkan untuk melakukan embolisasi vena porta preoperative atau reseksi hati bertahap. Teknik ablasi bisa dipertimbangkan secara sendiri atau bersamaan dengan reseksi.

“Kenapa kita masih mengejar operasi pada kanker kolon yang telah bermetastasis? Karena dalam penelitian, harapan hidup pasien yang diberi neoajuvan, kemoterapi dan kalau berhasil dioperasi,  peluang hidupnya bisa tinggi sekali. Ini adalah salah satu kekhasan dari kanker kolon,” kata Prof. Muthalib.

Sementara, jika sejak awal sudah diduga tumor tidak bisa diangkat, pasien harus diberi life saver, yaitu memberikan FOLFOXIRI atau FOLFIRI, plus cituximab jika Kras positif. Kenapa? Masih ada tempat melakukan pengobatan dengan FOLFOXIRI, karena angka responnya lebih tinggi  daripada yang tanpa FOLFOXIRI daripada folfilri saja. Begitu juga, harapan hidup pasien lebih panjang.

Peneltian-penelitian fase III, yang membandingkan antara FOLFOXIRI dan FOLFIRI menunjukkan kelompok pasien yang diberi FOLFOXIRI, memiliki harapan hidup median 21,5 bulan dan 22,6 bulan, dibandingkan pasien yang diberi FOLFIRI 19,6 bulan dan 16,7 bulan.

Saat ini, ada terapi biologis yang baru, seperti bevacizumab atau cituximab. Sebuah penelitian mengevaluasi penggunaan bevacizumab yang dikombinasi dengan kemoterapi lini pertama. Terlihat bahwa pada kelompok yang diberi kombinasi ini, peluang hidup mereka secara keseluruhan  lebih besar dibanding kelompok pasien yang hanya diberi kemoterapi, tanpa bevacizumab.

Namun, tidak ada makan siang yang gratis. Meski bevacizumab bukan kemoterapi, tapi agen biologis, obat ini memiliki efek samping yaitu arterial thrombosis dan keterlambatan penyembuhan luka. Kini, ada obat baru bernama regorafenib. Penelitian CORRECT meneliti kegunaan penambahan regorafenib setelah progresi, pada pasien-pasien kanker kolorektal yang telah mendapat terapi standar. Endpoin primernya adalah peluang hidup keseluruhan. Dalam penelitian ini, hampir 50% pasien yang mendapat regorafenib menggunakan lebih dari 4 terapi sistemik.

Hasilnya menunjukkan, regorafenib memiliki manfaat pada harapan hidup secara keseluruhan yang konsisten pada sub populasi Jepang dan non Jepang, dengan hazard ratios sebesar 0,81 (95 % confidence interval [CI] 0,43–1,51) dan 0,77 (95 % CI 0,62–0,94),secara berurutan. Reaksi kulit pada tangan dan kaki, hipertensi, proteinuria, trombositopenia dan lipase meningkat lebih sering pada populasi Jepang, daripada non Jepang tapi masih bisa diatasi.

Terapi Kanker: Mekanisme dan Proses Radioterapi