Ethicaldigest

Antipsikotik Baru untuk Skizofrenia

Banyak salah persepsi tentang penyakit skizofrenia. Pengobatan dini bisa mencegah kekambuhan dan memperbaiki gejala. Antipsikotik generasi baru lebih banyak digunakan.

Istilah skizofrenia masih asing bagi sebagian besar orang. Padahal, gangguan kejiwaan ini banyak terjadi di masyarakat. Sangat mungkin, anda pernah berinteraksi dengannya. Jika pernah bertemu dengan orang, yang seolah-olah berbicara dengan orang lain, tapi sebenarnya tidak ada siapa-siapa, atau  berinteraksi dengan orang yang merasa dikejar-kejar sesuatu, sangat mungkin itu penderita skizofrenia.

Orang yang kerap disebut “gila” di ja­lanan atau yang dirawat di rumah sakit jiwa, kemungkinan besar didiagnosis men­derita skizofrenia. Dalam bahasa per­ca­kapan sehari-hari, kata “gila” seringkali merujuk ke kondisi skizofrenia. Banyak orang awam yang menghubungkan gang­guan kejiwaan ini dengan hal-hal yang berbau spiritual dan magis. Sehingga, ba­nyak penderita pernah dibawa ke “orang pintar”.

Kata skizofrenia berakar dari bahasa Yunani, schizein (terbelah) dan phren (pi­kiran). Penderitanya akan memiliki kesulit­an memroses pikirannya sehingga timbul halusinasi, delusi, pikiran yang tidak jelas dan tingkah laku atau bicara yang tidak wajar. Gejala-gejala halusinasi atau delusi ter­sebut, dikenal sebagai psikotik yang menye­babkan penderitanya sulit berinte­rak­si dengan orang lain, bahkan menarik diri dari dunia luar. Karena kurang dipa­ha­mi, pemahaman masyarakat terhadap penyakit ini menjadi keliru.

Ada beberapa faktor yang menyebab­kan skizofrenia: faktor genetik, biokimia, psikologis dan sosial. Penelitian pada ke­luar­ga penderita skizofrenia menunjuk­kan, risiko kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 – 1,8%, saudara kandung 7 –15%, anak dengan salah satu orangtua yang mende­rita skizofrenia 7 –16%, anak dari dua orangtua menderita skizofrenia 40 –68%, kembar dua telur (heterozigot) 2 -15% dan kembar satu telur (monozigot) 61 –86%.

Dari sudut pandang gangguan bioki­mia, skizofrenia mungkin akibat keti­dak­seim­bangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter. Yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomu­ni­kasi satu sama lain. Beberapa ahli me­nga­takan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamin yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau karena sensitivitas yang abnormal terhadap dopamin.

Meski demikian, banyak ahli  berpen­da­pat bahwa aktivitas dopamin yang ber­lebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Be­berapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinefrin, tampak­nya juga memainkan peranan.

Faktor psikososial meliputi adanya ke­ra­wanan herediter yang semakin lama sema­kin kuat, adanya trauma yang bersi­fat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga. Banyak penelitian yang mempelajari, bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia.

Tidak ada cara pasti untuk mencegah penyakit skizofrenia. Namun, pengobatan dini dapat membantu mencegah kekam­buh­an dan memburuknya gejala yang timbul, akibat dari penyakit ini. Bila tidak diobati, penyakit ini dapat menimbulkan masalah pada emosi, perilaku, dan kese­hat­an yang semakin lama akan semakin memburuk.

Pengobatan dasar untuk mengatasi pe­nyakit skizofrenia adalah dengan meng­gu­nakan obat-obatan. Obat antipsikotik ada­lah obat yang paling sering digu­na­kan. Jenis obat ini dapat mengontrol geja­la, karena obat ini dapat mempengaruhi neurotransmitter otak dopamin dan serotonin.

Obat antipsikotik atipikal

Antipsikotik bekerja dengan cara mempengaruhi zat neurotransmitter di dalam otak (serotonin dan dopamin). Pada penderita skizofrenia, obat ini bisa menurunkan agitasi dan rasa cemas, menurunkan atau mencegah halusinasi dan delusi, serta menjaga kemampuan berfikir dan mengingat.

Ada dua kelompok obat antipsikotik, yaitu antipsikotik generasi lama dan generasi baru. Antipsikotik generasi baru seperti aripiprazole, olanzapine dan clozapine, lebih banyak disukai karena memiliki risiko efek samping lebih rendah daripada obat generasi lama. Efek samping dari jenis obat ini antara lain menambah berat badan, menimbulkan penyakit diabetes, dan kolestrol darah menjadi tinggi.